(55)

84.1K 3.1K 408
                                    

Malam hari tiba. Kejadian tadi siang membuat Amel hanya berdiam diri dikamarnya. Amel harus membuat keputusan yang tegas. Tapi kalaupun Amel tetap mau cerai, pasti kedua orang tuanya tak akan mendukung, karena Amel sedang hamil anak Andre, jadi mana bisa cerai.

Amel membuka jendela nya lebar, Amel duduk dibingkai jendela sembari menghirup udara malam yang sejuk. Amel jadi merindukan kamarnya yang dirumah Andre, disana ada balkon kecil yang nyaman untuk menyendiri. Sedangkan dikamar Amel yang ini hanya ada jendela yang kecil.

Ponsel Amel berdering nyaring, membuat Amel berdecak. Dengan malas Amel berjalan kedalam kamar nya untuk mengambil ponsel di meja rias nya. Amel asal mengangkat telfon tanpa melihat nama penelfon.

Amel segera duduk kembali dibingkai jendela. Dibawah jendela itu ada balkon dari pintu kamar orang tua nya, Amel bisa saja melompat kebawah tapi Amel malas karena itu bukan balkon pribadinya.

Amel pun menaruh ponsel ditelinganya.

"Halo, Meli."

Amel terpaku beberapa detik. Suara nya membuat dada Amel sesak.

"I-iya?" jawab Amel mencoba biasa saja.

"Maafin gue Mel, maaf maaf maaf."

Amel menitikkan air mata nya mendengar suara Raffi, Amel berusaha menahan isakannya. Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum mengeluarkan suara, agar suaranya tidak bergetar.

"Raffi?"

"Maaf Mel maaf. Ini semua garagara cewe gila itu!" Raffi emosi.

"Gapapa kok. Kenapa sama Fany?" tanya Amel dengan suara bergetar, sudah tak bisa ia tutupi lagi.

"Semua terbongkar karna cewe gila itu Mel, gue ngga terima!"

"Ssttt, jangan dendam." peringat Amel, karena Amel pun tak pernah menyimpan dendam kepada Andre, Amel tak suka orang pendendam.

"Gue bener bener benci banget sama Fany," kata Raffi kesal.

"Aku mohon jangan dendam! Aku ngga suka orang pendendam."

"Huft! Oke, demi Meli lo," ucap Raffi menghembuskan nafas nya.

"Hiks..." Amel tak bisa lagi menahan isakan tangis nya, mendengar suara Raffi saja membuat hatinya sakit. Amel menutup mulutnya rapat, mulutnya memang tidak bisa diajak kompromi.

"Meli nangis?" tanya Raffi melembut.

Amel diam.

"Mel? Maafin gue," ucap Raffi lembut.

"Ngga, Raffi. Aku kangen.. hiks," ujar Amel. Amel ingin bertemu Raffi sekarang, ia rindu jalan-jalan bersama Raffi.

"Gue juga kangen banget mel. Tapi maaf ya, mulai sekarang kita ngga usah ketemu lagi." nada Raffi seperti tertekan harus mengucapkan kalimat itu, pasti menyakitkan bagi Amel.

"Tapi kenapa? Kita bisa jadi sahabat baik Raffi. Raffi ngga boleh pergi ninggalin aku!" desis Amel dengan air mata semakin pecah. Meski tak bisa bersatu, tapi setidaknya jadi sahabat baik.

MENYESAL  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang