26 - Menghilang

879 33 0
                                    

Semenjak kejadian dimana identitas asli Arlin terbongkar, gadis itu tiba-tiba saja menghilang bak ditelan bumi, tak ada yang tahu kemana anak dari keluarga Albert itu pergi. Tentu saja Avin merasa kehilangan.

"Woi, Vin! Kenape? Kaya korban tsunami aja lo, miris gue," sambar Theo seraya menepuk bahu Avin keras.

"Ck! Apaan sat, badmood gue," ucap Avin risih.

"Idiih kek naks perawan ae lo, Vin. Sok-sok badmood segala," kekeh Kalvin melihat sahabatnya itu dengan penampilan lusuh.

Rambut acak-acakan, wajah kusam, penampilan lusuh, dekil, dan beberapa rambut halus yang mulai tumbuh di wajah Avin yang biasanya terawat itu cocok menjadi gambaran bagaimana suasana hatinya saat ini.

"Jangan sok asik lo, Suzana," ucap Avin menatap tajam kedua sahabatnya ini.

"Aelah, napa lagi dah? Masih ngerasa kehilangan Arlin?" Tanya Kalvin berusaha membuat mood Avin balik. Bagaimanapun mereka tetap memginginkan kebahagiaan dan suasana hati yang baik dari sahabatnya ini.

"Hm. Gue pikir lo tau, Kal. Kemana menghilangnya Arlin dan itu pasti ada sangkut pautnya sama perginya Brayn, kan?" Tanya Avin menatap Kalvin tajam. Dan secara tak sengaja ia melihat ekspresi lega dari wajah Theo yang membuat Avin semakin curiga.

"Gue gak cuma nanya sama Kalvin, lo juga jadi sasaran pertanyaan gue selanjutnya, tuan Barcillas," lanjutnya sarkas.

Sedetik kemudian, wajah Theo kembali menegang, seakan-akan khawatir membayangkan apa yang akan di tanyakan oleh Avin nantinya.

"Oke, gue udah gak tahan, gimana kalo kita buat perjanjian, masing-masing dari kita akan ngasih lo sejenis petunjuk tentang keberadaan Arlin, dan satu petunjuk-satu hari, gimana?" Tawar Kalvin jengah melihat sifat uring-uringan Avin.

"Menarik, boleh juga. Kasih petunjuk pertama, mulai dari lo, Theo." Ucap Avin tegas tak terbantahkan menatap Theo tajam.

"Arlin bilang, kalo lo ngecari dia, tenang, dia ada di deket lo, selalu." Ucap Theo hingga membuat Avin bingung, tak mengerti apa yang di ucapkan oleh sahabatnya itu.

* * *

"Ingin bermain catur nona?" Aslan. Tangan kanan Arlin, memandang gadis yang ada di depannya ini dengan sopan.

"Oh, tentu," tidak menjadi hal buruk bermain catur ketika ia ingin berbicara suatu yang penting dengan orang kepercayaannya ini.

"Ahh aku melupakan ceritamu kemarin, Aslan. Jadi, siapa yang melakukan semua itu?" Tanya Arlin lagi, hingga membuat Aslan menatap heran nonanya kali ini.

"Kau memiliki banyak masalah, nona? Kenapa kau begitu mudah melupakan hal yang bahkan baru kemarin pagi, ku sampaikan?" tanya Aslan menatap Arlin tak yakin.

"Aku memiliki beberapa masalah kali ini, sedikit susah untuk mengontrol diriku," ucap Arlin menjelaskan.

"Dari beberapa sistem yang sudah saya racak, hal ini dilakukan tidak hanya satu atau dua orang, nona. Mereka melakukan ini, tidak untuk menghancurkanmu, karena mereka tahu, kau tidak akan semudah itu di hancurkan, mereka memanfaatkan orang tersayang nona untuk menghancurkan nona, mereka sengaja membongkar informasi tentang nona hingga membuat dia tak lagi percaya terhadap nona." Jelas Aslan panjang lebar.

"Mereka memanfaatkan Avin-ku?" Tanya Arlin dengan geraman menahan emosinya. Ia menggenggam pion-pion catur itu erat sehingga membuat tangannya putih memucat.

Black ReleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang