32 - Adik Kecil

605 26 0
                                    

Gadis itu masih memutar-mutar tubuhnya di atas tempat tidur Queen size miliknya. Ia menjadi tidak tenang, memikirkan bagaimana dengan mudahnya Brayn marah padanya. Padahal sebelum itu, mereka saling caci, saling meremehkan, Brayn tidak pernah marah, dan itu sudah menjadi hal biasa bagi mereka.

"Brayn. Lo itu kenapa sih?! Kok jadi marah sama gue!" Sungut Arlin bingung dengan tingkah kakaknya itu.

"Apa jangan-jangan dia gak mau gue jadiin pelampiasan ya? Ya jahat sih, tapi apa masalahnua coba? Kan dia tugasnya emang buat nemenin gue," racaunya lagi, ia benar-benar tidak tenang jika belum berbaikan dengan Brayn.

Sosok dingin, tak tersentuh itu selalu menemaninya kemanapun ia pergi, menjaganya bagai sosok kakak kandung yang sangat menyayangi adiknya, dan tidak memiliki toleransi sedikitpun atas seseorang yang berusaha mencelakai Arlin. Sebenarnya juga tidak seperti itu, Brayn masih memiliki rasa toleransi dan simpati, tapi itu hanya lima persen dari dirinya, bahkan nyaris hampir punah.

"Gue harus bener-bener nyelesain ini. Apa perlu gue bersikap kayak anak kucing lagi? Biar dia luluh?..... Ya. Gue harus kayak gitu, gimanapun Brayn harus luluh." Tekad Arlin, mungkin jika seseorang melihat tingkahnya kali ini, mereka akan menganggap Arlin mengalami gangguan jiwa mengingat bagaimana sikap Arlin di depan umum.

Gadis itu berjalan pelan menuju ruangan Brayn, seraya melafazkan bacaan-bacaan yang bahkan tak seorangpun tahu, apa yang tengah diucapkan oleh gadis itu. Ia terus berjalan dengan mulut komat kamit dan meminkan jari-jarinya seakan hal tersebut adalah rumus yang dapat membuat Brayn luluh padanya.

Brakkk

Arlin langsung menendang pintu yang ada didepannya ini dengan ganas. Bayangkan saja dengan tak berdosanya pandangan gadis itu langsung bertemu dengan orang pemilik ruangan itu yang hanya menggunakan boxer di atas lutut, dan bagian tubuh atasnya tanpa dilapisi sehelai benangpun.

"Kau pikir itu bagus, Arlin? Masuk ke ruanganku tanpa salam?" Tanya Brayn dingin yang direspon oleh cengiran tak bersalah Arlin.

"Kau tahu, Brayn? Aku tak bisa tidur. Pakailah bajumu segera, dan temani aku tidur disini." Pinta Arlin yang tak mendapat respon apapun dari Brayn, namun lelaki itu tetap berjalan menuju lemari pakaiannya dan mengambil sebuah baju kaos dengan warna hitam.

"Bagaimana mungkin, kau satu tipe denganku Brayn, baju kita sama-sama hitam semua." Ucap Arlin semangat, ia telah menjatuhkan tubuhnya pada tempat tidur king size milik Brayn dengan posisi badan yang menelentang lebar.

"Apa ada masalah dengan itu?" Sahut Brayn masih dengan nada dingin.

"Ayolah, Brayn. Kenapa kau begitu marah, hm? Kau menyukaiku?" Tanya Arlin langsung mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk tegap.

"Apa? Aku menyukaimu? Tentu saja.... TIDAK," jawab Brayn mantap.

"Jawabanmu mencurigakan, hhhh" kekeh Arlin dan ia kembali dengan posisi tidurnya seperti tadi.

"Perbaikilah posisi tidurmu, Arlin. Kau terlihat seoerti cewek Bringas." Ucap Brayn dengan sudut bibir yang sedikit terangkat. Meski itu tak terlalu jelas, tapi peristiwa itu dapat terekam jelas di mata Arlin.

"Baiklah-baiklah kakakku tersayang. Ayo kesini! Peluk aku, aku tak bisa tidur!" Teriak Arlin menyuruh Brayn mendekat.

"Ya tuhan, atas dosa apa aku mendapatkan adik seperti ini," gerutu Brayn dan mendapat pukulan kecil di kepala belakangnya.

"Brayn, kau hangat. Perintahkan semua orang untuk mengadakan rapat, sebelum kita ke Jepang...." tak lama setekah itu, Arlin langsung terlelap di dalam dekapan Brayn.

"Kau masih adik kecilku yang dulu, Arlin, dan akan selalu seperti itu. Kau tahu? Aku tak suka kau jadikan pelampiasan karena aku juga ingin posisiku sebagai kakakmu, kau akui. Aku menyayangimu, adik kecil." Ucap Brayn dan semakin mengeratkan dekapannya pada tubuh Arlin. Menyusul Arlin menuju alam mimpi.

* * *

Plaakkk

"Deira!!"

"AVINN!!! APA-APAAN LO HAH?!"

"K..Kalvin.."

"Gue gak nyangka lo bakal gituin adik gue, Vin. Lo boleh marah sama Arlin, lo boleh kecewa, tapi jangan nyakitin fisik adik gue juga, Vin." Ucap Kalvin menatap Avin tak percaya.

"G..gue gak maksud, Kal, sumpah. Gue gak sengaja nempar Deira, Kal. Gue berani sumpah." Ucap Avin berusaha menjelaskan.

"Gue kecewa sama lo, Vin. Dan untungnya gue sama Theo ngikutin lo sampe kerumah, dan nyatanya, lo malah nyakitin adik gue di rumah gue sendiri, LO SADAR GAK VIN?!" lama-kelamaan suara Kalvin semakin meninggi. Ia benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan sahabatnya ini, bagaimana mungkin dengan mudahnya ia melukai fisik seseorang, terurama itu adalah perempuan.

"Kal, Kal.. udah Kal, gue baik-baik aja, serius, lo jangan gini dong, gue takut liat lo gini Kal.." pinta Deira menatap Kalvin dengan tatapan terluka.

"Gak bisa, Dei. Dia udah nyakitin lo, secuek apapun gue ke lo, tapi gue gak bisa tinggal diam saat gue ngeliat lo ditampar di depan mata gue, apalagi itu sama sahabat gue sendiri. Dan lo tau? Selama gue hidup, gue ga pernah nampar adek gue, sedangkan lo bajingan! Keparat lo, bedebah!" Jelas Kalvin masih dengan napas terengah-engah menahan emosi.

"Lo harus ngerasain gimana jadi Deira, Anjing!" Bentak Kalvin mulai melangkah mendekat pada Avin.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Kalvin memukul sahabatnya itu dengan brutal, tak lepas dari pipinya, Kalvin juga membuat hidung Avin menjadi berdarah, sudut bibir yang robek, membiru dan tentu saja babak belur.

"Kal.. Kalvin, udaah, jangan ribut kayak gini, gue takut Kal.." mohon Deira memeluk punggung Kalvin dari belakang.

Saat Kalvin ingin memukul cowok itu lagi, tiba-tiba saja cowok itu berhenti bergerak ketika tangan Deira melingkar di kedua sisi pinggangnya, emosi yang tadinya meledak-ledak, sekarang mulai stabil, namun ia telah benar-benar membenci sahabatnya itu.

"PERGI LO DARI RUMAH GUE, AVIN. PERGI LO SEKARANG JUGA!" bentak Kalvin menyuruh Avin untuk segera pergi.

"Kal..gue gak mak-----"

"PERGI AVIN!" bentakan itu berhasil membuat Avin untuk berlalu meninggalkan kediaman keluarga Franklin. Saat ia berada di pintu kamar Deira, seseorang menepuk pundaknya pelan.

"Kalvin bakalan tenang bentar lagi, gue bakal ngejelasin ke dia, Vin." Ucap orang itu.

"Gue bakal ngehibur Kalvin buat ngelupain masalah ini, tenang aja, persahabatan kita gak bakal rusak cuma karena ini," ucap seseorang yang lain.

Kalimat penenang itu membuat Avin sedikit terhibur saat beranjak dari rumah mewah itu, ia benar-benar tidak mengira semua ini akan terjadi, bagaimanapun ia melakukan itu secara tidak sadar, dan berharap Kalvin akan segera mengerti posisinya dan memaafkannya.

~~~~~
Hari ini double up
Yeaay
Semoga kalian suka, jan lupa vote n commentnya.

31 Maret 2020🖤


Black ReleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang