27 - Kehilangan

880 34 2
                                        

Avin Marcello Aquino. Laki-laki itu menyandarkan punggungnya pada dinding kamar Theo dengan memegang kedua belah sisi kepalanya, pusing.

Kalvin dan Theo memandang Avin dengan tatapan iba seakan-akan dapat merasakan bagaimana perasaan Avin saat ini.

"Vin, lo gimana sih? Sadar woi! Arlin menghilang juga bukan karena lo!" Teriak Kalvin berusaha menyadarkan Avin.

"Oke! Gue berusaha santai, gue gak mau ya ikut ikutan frustasi ngeliat lo frustasi kek orang kehilangan bini ae!" Ucap Theo mengangkat kedua belah tangannya pasrah.

"Bener juga, kalo kita bertiga frustasi, siapa yang mau ngejaga kita njir! Pin gue mau main dulu," izin Kalvin mulai beranjak dari tempatnya menuju ke depan layar tv box dengan tangan yang menjangkau gamepad wirelles milik Theo.

"Pin, lo mau main? Atau gue sama Theo——"

"ARGHHH"

Brakk!

"Wuihh sugih amat lo, bro! Main ngebanting hp begitu," kaget Theo menyodorkan kedua jempol tangannya pada Avin. Ia benar-benar salut pada Avin yang tiba-tiba saja membanting hp yang sudah tak ada bentuknya lagi.

"Bodo amat!" Ucap Avin berlalu meninggalkan Kalvin yang sedang sibuk dengan playstation nya dan Theo yang masih menatapnya bingung.

"Kan udah gue bilang, Pin. Jangan terlalu benci sama orang, orangnya ilang, lo malah uring-uringan begini. Jadi suka kan lo?!" Ujar Kalvin tanpa menatap Avin dan masih sibuk dengan ps nya.

"Siapa yang suka sih, anjing!" Tanya Avin kembali berbalik dan meminum minuman kalengnya.

"Gak usah gengsi kali, ah! Emosi lo emang benci, tapi hati lo bingung sama diri lo," kekeh Kalvin menatap Avin meremehkan.

"Dasar aneh," ucap Theo menatap Avin sinis.

"Arlin bilang, dia cuma ngecari ketulusan. Dia mau orang-orang yang menerima dia sebagai Arlin, bukan anak dari keluarga Albert dan juga bukan Arlin yang seorang model dari jepang dan brand ambassador dunia," ucap Kalvin dan berlalu begitu saja.

"Mana lo, Kal?!!" Teriak Theo.

"Boker! Mau nolong cebokin gue?" Tanya Kalvin ikut berteriak juga.

"Ehee. Kagaakkk!!" Balas Theo menggaruk kepalanya kasar.

* * *

California. Amerika serikat.

Seorang gadis duduk dengan tenang, di kursi kebesarannya dengan wajah datar dan tatapan menusuknya. Kali ini ia ditemani oleh seorang cowok yang nyaris sama sepertinya, wajah dingin dan tatapan menelisiknya.

Sesekali gadis itu terkekeh devil masih dengan wajah datarnya hingga dapat membuat siapapun merinding ketika mendengar kekehan itu, apalagi jika menatapnya.

"Apa yang kau tertawakan, Arlin? Apa ada yang lucu?" Tanya Pria itu menatap Arlin bingung.

"Oh tidak. Ketika aku melihat keberadaan kau disampingku, aku teringat akan Avinku yang jauh disana, dia terdengar begitu menyedihkan," kekeh Arlin menatap orang disampingnya itu tajam.

"Jangan menatapku begitu, Arlin. Kau terlihat menyeramkan." Elak Pria itu seakan-akan enggan untuk di tatap oleh Arlin.

"Kau tahu itu, tuan Simpons." Desis Arlin tak lagi menatap keberadaan orang di sampingnya.

Tuk! Tuk! Tuk!

"Apa yang membuat kau kesini, Aslan." Brayn menatap Arlin bingung, darimana ia mengetahui bahwa orang yang datang adalah Aslan. Tangan kanannya.

Black ReleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang