25 - Tak Terduga

880 37 0
                                    

"Kita gak akan ninggalin lo, Lin, kita gak akan ngebiarin lo ngerasa sendiri. Maafin kita karena gak bisa bantu lo banyak buat ngerasa kuat, gue yakin, lo masih Arlin yang selama ini gue kenal!" ucap Deira menguatkan.

Arlin segera bangkit dibantu oleh Deira dan Ocha. Gadis itu mengambil benda kotak pipih yang selalu berada di saku rok sebelah kanan nya, tak menunggu lama, dengan tampang datar dan tatapan setajam belati seakan-akan dapat melukai siapa saja yang ditatap oleh Arlin, ia mengarahkan ponsel itu menuju telinganya.

"ASLAN! KAU CARI TAHU SEMUANYA! DAPATKAN INFORMASI SEDETAIL MUNGKIN!" ucap Arlin dengan tegas tak terbantahkan.

"Baik nona, informasi akan nona dapatkan sebelum pukul 11.45" ucap laki-laki yang bernama Aslan itu dari seberang sana.

Tutt

Arlin langsung saja memutus panggilan itu secara sepihak, tak memperdulikan bagaimana orang di seberang sana. Masih sama seperti tadi, Arlin memandang teman-temannya dengan tatapan dingin. Tentu saja, Deira dan Ocha mewajarkan hal itu.

"Lin..."

"Cha!"

Panggilan tegas dari Arlin tentu saja menentang nyali orang yang baru saja di panggilnya. Suara itu membuat Ocha menunduk dalam dan takut untuk sekedar menegakkan kepalanya.

"Lihat gue," ucap Arlin lagi, mulai melembut.

Dengan perasaan campur aduk, Ocha mengangkat kepalanya ragu, ia memandang Arlin dengan tatapan memohon. Sedangkan Arlin yang ditatap oleh sahabatnya dari kecil itu hanya membalas dengan tatapan dingin dan menusuk.

"Lin, ada apa?" tanya Deira ragu, suasana di sekitarnya kali ini benar-benar mencekam.

* * *

"BRAYN! DIMANA LO?!!" teriak Avin menggelegar ke seluruh penjuru rumah Brayn.

Tanpa rasa segan, Avin mendobrak pintu rumah mewah namun terkesan elegan dengan beberapa artistik yang menenangkan mata. Avin langsung berjalan tergesa-gesa menuju kamar Brayn.

Ia melihat Brayn yang tengah bersantai dengan earphone yang menggantung indah di telinga cowok itu seraya memegang sebuah buku dengan judul 'Sejarah Peradaban Dunia Kuno Empat Benua'.

Brayn yang merasa terusik pun, menengok ke arah Avin yang tengah berdiri dengan napas tersenggal menahan emosinya. Brayn menatap Avin tajam karena telah berani-beraninya mengganggu waktu senggang yang tengah dinikmatinya.

"APA-APAAN LO, BRAYN!" bentak Avin keras dan mencengkram kedua sisi kerah baju Brayn.

Dengan tenang, Brayn membuka earphone - nya seraya melepaskan tangan Avin dari bajunya dan kembali menatap Avin tanpa emosi.

"Lo yang apa-apaan? Lo kira bagus? Masuk ke rumah orang tanpa salam dan gak ada sopan santunnya?" Tanya Brayn balik.

"Cih! Apa yang udah lo perbuat? Lo udah ngebohongin gue, lo tau semuanya tentang Arlin dan lo gak ada berniat mau ngasih tau gue, gue kecewa, Brayn! Sumpah! Gue kecewa sama Arlin!" ucap Avin frustasi.

"Apa gunanya sih? Lo tahu itu?" Lo juga pernah bilang kan, dia itu cuma cupu yang menjijikkan?" tanya Brayn masih tetap tenang.

"Arghhh!! DASAR PEMBUAL!!" teriak Avin lagi seraya mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Pembual? Mau denger gue ngomong panjang, lo?" Tanya Brayn mencoba menghentikan aktivitas Avin.

"Siapa yang lo bilang pembual? Kenapa lo ngerasa di kecewain? Lo bilang, Arlin cuma sampah, dan lo bilang Arlin cuma cupu yang menjijikkan?" Brayn menarik kerah baju Avin kasar, seraya menatap Avin dengan tatapan mengintimidasi.

"Apa jangan-jangan lo udah mulai suka sama Arlin? Apa lo udah denger alasan Arlin jadi nerd yang menjijikkan itu? Bahkan lo sama sekali belum menyelidiki, kan? Lo cuma denger berita dari sumber yang gak jelas dan lo baca itu juga cuma di madding? Lo seakan-akan gak tau kalo yang benci Arlin itu, banyak? Siapapun bisa buat berita itu yang bahkan sumbernya bisa berasal dari manapun." Lanjutnya lagi yang belum sama sekali mengalihkan tatapan tajam itu dari Avin.

"Belum apa-apa lo udah buruk sangka sama Arlin, terus gimana kedepannya? Lo cerita ke kita-kita kalo lo udah bener-bener cinta sama Arlin yang tetangga lo di appart. Ingat Pin, kalo emang lo cinta, cinta itu bukan sesuatu yang bisa ngebuat bahagia atau cuma buat kepuasan duniawi, tapi cinta itu gimana cara lo memahami dari dia dan gimana cara lo untuk percaya sama dia. Kalo lo cuma mau dapet senengnya, itu namanya bukan cinta, tapi pemanfaatan belaka. Lo gak bisa seenaknya menghakimi Arlin sebagai pembual atau sesuatu hal yang menjijikkan atau apapun itu. Untuk sekarang, coba lo pikir baik-baik pake otak lo, bukan pake emosi," ucap Brayn menghempaskan kasar tubuh Avin, hingga membuat laki-laki itu tersentak.

BRAAKK

Dua orang laki-laki kembali menggebrak pintu kamar Brayn hingga membuat dua orang laki-laki yang tengah berada di dalam ruangan itu menatap tajam mereka, dan dibalas dengan cengiran tak bersalahnya.

"Brayn----"

"DIAM!!" teriak Brayn dan Avin bersamaan, hingga membuat orang yang menanggil Brayn tadi menjadi diam tak berkutik.

"Gue harap lo bisa mikirin kata-kata gue tadi, Pin. Inget, gue sahabat lo, gue mau yang terbaik untuk sahabat gue," ucap Brayn seraya menepuk pelan bahu Avin.

"Lo! Silahkan ngomong." titah Brayn masih menatap tajam orang itu.

"Yaa, maap babang Bren, hoo iya, asal lo tahu, gue ngerekam kata-kata lo tadi, yang sepanjang tali BH mak gue, Kal! Puteer!!!" Teriak orang itu seraya menunjuk Kalvin, bahkan dengan lebaynya, ia sedikit merebahkan tubuhnya, seperti penyanyi-penyanyi rock yang ada di televisi.

"Apaan sih, Teh." bantah Brayn dengan wajah datarnya.

"Nih. Nih, lo semua harus denger.." ucap Kalvin dan memutar rekaman suara Brayn itu.

"Tapi Brayn, gue cukup kaget denger lo ngomong sepanjang itu, njing." ucap Avin sarkas.

Brayn hanya diam, dan memandang teman-temannya satu persatu, pikirannya saat ini kalut. Semuanya belum boleh terbongkar. Tidak ada yang boleh mengetahui bagaimana hubungan Brayn dengan Arlin. Avin dan teman-temannya tidak boleh curiga.

"WOI BRAYN! LO NAPA SIH?! SEHARUSNYA YANG GALAU ITU, AVIN. BUKAN LO, GOBLOK!" teriak Theo mengagetkan Brayn.

"Ga ada." jawab Brayn singkat.

"Yaah mulai lagi, nih orang." rajuk Kalvin menatap Brayn nelangsa.

"Teh! Lo siapin gue makan, njing." Perintah Avin pada Theo hingga membuat laki-laki itu menatap Avin sinis.

"Cepet, Teh!" Kalvin langsung mendorong punggung Theo menjauh dari kamar Brayn.

"Apa salah Theo ya allah. Buatlah orang-orang ini menjadi miskin, hewhew." rintih Theo seraya nenyengir pada teman-temannya yang menatap ia tajam.

* * *

"Hallo?" sambut gadis itu setelah mendengar suara dering handphone nya.

"Nona Albert, anda ada dimana? Kita harus berangkat sekarang nona, banyak hal yang harus kita urus disana," ucap orang yang berada di seberang sana dengan nada tergesa-gesa.

"Baiklah, siapkan semuanya, kita berangkat sekarang."

'Vin, aku pergi sebentar, dan maaf karena meninggalkanmu saat kita sedang berada di dalam masalah, bukan masalah namanya, tapi ini hanya sebuah kesalahpahaman. Maafkan aku.' Lirihnya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk segera melakukan perjalanan.

~~~~~
Haii aku kambekk
Okey sampai jumpa di part selanjutnya
Jangan lupa vote n commentnya
Babay

17 januari 2020

Black ReleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang