42. Sedarah

689 43 12
                                    

JANGAN LUPA VOTE SAMA COMENT YAA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JANGAN LUPA VOTE SAMA COMENT YAA.

------

Sekarang Alana hampir sampai ke pemakaman, sedari tadi Alana melihat Tasya tak berhenti menangis. Sesekali dirinya mencoba menenangkan nya.

Cittt---

Tibalah mereka dipemakaman umum, Alana meminggirkan mobil nya didekat pohon besar. Tasya langsung keluar, dan berlali memasuki area pemakaman. Alana ikut berlari menyusul Tasya.

Tasya berhenti, dia mengedarkan pandangan nya keseluruh penjuru pemakaman. Dimana mama nya dikurburkan, lalu satu titik mata Tasya berhenti. Dia melihat Adam, papa nya sedang berjonkok didepan nisan. Apa Tasya sudah terlewatkan upacara pemakaman nya.

Tasya berlari dengan kecang, sampai dia tepat didepan nisan mama nya. Tasya langsung memeluk nisan itu, sungguh hati Tasya hancur. Untuk mencium mama nya terakhir kali ini saja sudah tidak dapat.

"Mama--kenapa mama tinggalin, Tasya?!"

"Mahh--" Alana tiba dibelakang Tasya. Adam mengelus puncak kepala Tasya dengan lembut dan menghapus air mata nya.

"Mama mu sudah tenang disana, Sya." ujar Adam lembut.

Detik itu Alana berjongkok disebelah, Tasya. Orang - orang disana mulai pergi. Kecuali, Laras, Razkel dan Adam. Mereka tetap disana.

"Sya, lo harus kuat ya!"

Tasya menoleh kearah Alana dengan tatapan sendu dalam artian dia juga berterima kasih pada Alana, lalu kembali menatap nisan mama nya.

"Gue pernah kehilangan orang yang gue sayang, Sya. Dan rasanya berjuta - juta kali lipat lebih sakit dari apapun."

Alana mulai merangkul Tasya, lalu memeluk nya. Tasya langsung membalas pelukan Alana. Dia menangis sejadi - jadi nya.

"Gue kehilangan saudara kembar gue, dan itu sakit banget. Rasanya kehilangan setengah raga gue,"

"Seiring berjalan nya waktu, gue bisa sembuh dari luka itu."

"Emang kita sama kehilangan orang yang kita sayang, Al. Gue kehilangan mama gue, lo kehilangan Saudara kembar lo. Tapi takdir masih berpihak sama lo, lo dikelilingi orang - orang yang sayang sama lo. Tante Laras, kakak lo, papa,  Nathan, sahabat - sahabat yang selalu ada buat lo."

"Dan gue? Siapa yang perduli? Papa? Oke dia perduli sama gue, tapi cuma dia, Al!"

Laras menghampiri Tasya, dia berjongkok. "Saya perduli sama kamu, Tasya."

Tasya berbalik, "Bukan nya tante benci sama saya dan mama saya?"

"Yang harus saya benci itu bukan kamu maupun mama kamu, tapi keadaan dan masalalu. Kamu dan mama kamu itu hanya hadir."

Laras membelai rambut Tasya. Menghapus air mata nya. "Siapa bilang tidak ada yang perduli dengan, Tasya? Banyak nak. Cuma kamu aja yang nggak tau."

Alana mengangguk. "Gue perduli sama lo, Sya." ucap Alana seraya tersenyum.

"Kak Razkel juga," sambung Razkel ikut berjongkok disebelah Adam.

"Papa juga sayang!"

"Mama juga!" Tasya menatap Laras, dia seperti minta diulangi kata sebelum kata 'Juga'.

"Iya, Tasya juga anak mama. Kamu sama, Alana dan Razkel sedarah. Kamu juga anak mama, walau bukan lahir dari rahim mama. Sya." Tasya memeluk Laras dengan erat. Laras merasa terharu dengan adegan ini, dia mencium puncak kepala Tasya.

---

Sekarang mereka sudah kembali kerumah, setelah kembali dulu kerumah Tasya untuk mengambil baju - baju dan peralatan sekolah nya. Laras menyuruh Tasya untuk tinggal disini bersama Alana, Razkel. Begitu dengan Adam.

Laras melihat wajah lesu dan muran dari Tasya, Laras tahu rasa kehilangan bagaimana. Apalagi, Tasya baru saja bangun dari koma.

"Tasya kembali kerumah sakit lagi ya, buat dirawat inap disana?" ujar Laras yang melihat Tasya sedikit lesu.

Tasya menggeleng. "Nggak.Tasya udah baikan dikit. Biar dirumah aja,"

Razkel yang ingin naik keatas, dia kembali menghampiri Laras dan Tasya. "Yaudah kalo gitu, Azkel telponin teman Azkel aja. Biar Tasya dirawat dirumah, gimana?"

Laras mengangguk dengan cepat. "Yaudah, kamu telpon."

"Tasya kekamar aja dulu ya, terus ganti baju!" Tasya mengangguk.

"Alana anterin, Tasya keatas ya nak." Alana mengangguk lalu menuntun Tasya naik keatas. Mengantarkan nya sampai masuk kedalam kamar nya.

"Sampe sini aja Al, lo kekamar lo aja. Gue bisa sendiri kok."

"Serius lo?" Alana seperti tidak yakin.

"Iya, Alana."


Alana mengangguk, lalu berbalik. Sebelum Alana pergi Tasya mengucapkan sesuatu. "Makasih, Al."

Alana berbalik. "Hm, jangan sungkan ya." Tasya mengangguk, Alana kembali berbalik dan Tasya juga masuk kedalam kamarnya.

Alana juga memasuki kamarnya, dia menutup pintu kamar nya. Dia mendudukan dirinya diatas kursi dekat jendela kamar nya.

Alana menatap langit yang mulai merubah warna nya untuk menjadi malam. Alana tersenyum, dia berpikir tidak hanya dia yang kehilangan orang yang dia sayang. Tasya juga baru kehilangan orang dia sayang.

Sekarang Alana memiliki Tasya, dia juga saudara nya. Bagaimana pun, Tasya saudara sedarah. Alana harus bisa menerima dengan adanya Tasya.

Benar kata Laras, jangan salahkan orang - orang yang datang sebagai pengisi. Salahkan keadaan dan masa lalu waktu itu.

Alana beranjak dari kursi kekamar mandi, 20 menit kemudian Alana keluar dari kamar mandi. Dia duduk dikasur nya, seraya mencek handphone nya. Banyak sekali notifikasi dari Nathan maupun dari teman-teman Alana. Alana membuka pesan dari Nathan terlebih dahulu.

Nathan: Al, Tasya udah nggak dirumah sakit lagi?

Nathan: tadi gue kerumah sakit, eh kata suster nya udah gak ada

Alana: Iya, Nath, sorry bgt ya. Ga kasih tau kamu

Alana: sekarang Tasya dirawat dirumah.

Nathan: oh gtu, ywdh lo istirahat gih

Alana kembali menaruh hp nya diatas meja didekat kasur nya. Lalu merebahkan badan nya yang sudah lelah, lalu mata Alana mulai dilanda kantuk. Perlahan - lahan mata Alana mulai terpejam dan tertidur.

---

Gimana part kali ini?

Jangan lupa apa? Vote sama--coment!

Part selanjutnya ditunggu ya.

Kalian tebak Alana sama Tasya nanti bakalan akur gak ya?

Salam dari orang yang patah hati, hihi luv u guys😘❤

Kisah Alana (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang