58. wond

250 14 0
                                    

Jaga selagi ada ya, belum tentu mereka yang pergi akan kembali.

----

Alana memasuki mobilnya bersama Tasya, sudah siap pulang. Tapi bukan kerumah, tapi kerumah sakit. Sudah menjadi kebiasaan Alana ketika pulang sekolah.

Tasya terkekeh kecil sambil memasang sabuk pengaman. "Duh neng Alana senyum-senyum mulu, ngape si neng!!" kata Tasya. Jujur nada nya seperti Ka Ken saat memperagakan.

Alana tidak dapat menyembunyikan senyumnya, "Anjir, Sya. Kebanyakan main sama Ka Ken nih,"

"Tapi biar anaknya kaya gitu, Al. Kak Ken tuh galau terus tau,"

"Tau nggak lo?"

Alana menggeleng kecil. Perlahan mobil mulai berjalan.

"Iyalah lo nggak tau, orang ngurusin Nathan mulu."

Alana tersenyum. "Iyalah Nathan cowo gue!"

"Parah lo!!" protes Tasya. "Kak Ken tuh cerita sama gue, katanya Kania belum bisa luluh aja sama dia."

Tasya memasang raut wajah kesal. "Kania dikasih makan apaan sih bisa hatinya batu gitu?"

Alana terdiam sebentar mendengar pertanyaan Tasya barusan. Sebenarnya ada sebuah hal yang sangat rahasia tentang, Kania. Tentang sahabatnya satu itu, bahkan orang tua nya sendiri tidak tahu. Dan itu pernah hampir membuat Alana dan Adel hampir gila.

Merasa jika Alana hanya diam dia melirik adiknya itu. "Woii, gue ngomong sama lo ya!"

"Eh— sori gue ngebug." katanya.

Ini ada sangkut pautnya tentang sampai sekarang Kania selalu kasar dengan siapapun cowo yang dekat dengannya, pendiam, dan bodo amat dengan penampilan.

Alana melihat Tasya sebentar lalu menarik napasnya. "Gue sebenarnya setuju-setuju aja kalo Kak Ken jadian sama si preman. Tapi.."

"Tapi apa?" Tasya terlihat penasaran.

"Seharusnya gue nggak bilang ini sama lo, Sya. Karena ini privasi Kania, tapi sekarang lo adalah sahabat dia juga sahabat gue, kakak gue. Mungkin ketika lo denger ini, lo jadi tau alasan kenapa Kania kaya sekarang!"

"Ini ngobrolnya serius ya?" tanya Tasya disela-sela Alana mempersiapkan diri untuk bercerita. Alana hanya mengangguk.

"Kalo ada unsur-unsur buat emosi gue naik, nggak baik kalo sambil nyetir nih. Gue pinggirin dulu ya mobilnya, biar enak."

Tasya langsung meminggirkan mobilnya, dan langsung memposisikan badanya miring melihat Alana.

"Apaan?"

Luka itu masih terasa sampai sekarang, walau Alana akui, kenal Kania saat mos SMA dari pada mengenal Adel yang sudah saat SMP.

"Kania pernah—" Alana menelan ludah gugup. "Kania pernah diperkosa sampai hamil!" jawabnya cepat. Sekujur badan Tasya langsung beku, tatapan matanya pun berair.

"Di-diperkosa, Al?" Alana mengangguk sambil memejamkan mata. "Iya, Sya."

Tasya menutup mulutnya kaget, "Terus anak yang—?”

Kisah Alana (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang