3. Konflik tak Terduga

1.5K 134 12
                                    

"Satu orang terkena masalah, seribu orang maju untuk melindungi." — From Story Zenata

—————————————

Cahaya mentari merambat menelusuri celah-celah gorden kamar seorang gadis yang masih bergelut dengan alam mimpinya. Posisinya sudah tidak teratur. Bantal dijadikan guling dan guling dijadikan bantal. Kaki di atas dan kepala di bawah. Apakah seperti itu gaya tidur seorang gadis barbar seperti Zena?

Jam sudah menunjukkan pukul 06.55, tetapi Zena tidak kunjung bangun dari tidurnya. Padahal Mamanya sudah menggedor-gedor pintu kamar dan berteriak dengan alat bantu toa lalu berdoa pada yang Maha Kuasa agar cabut saja nyawa anaknya. Astagfirullah, jahat sekali kau Ani!

Setelah suara gedoran pintu itu berhenti, barulah Zena beranjak dari tempat tidurnya. Berjalan menuju pintu untuk memastikan bahwa pintu kamarnya baik-baik saja. Alangkah terkejutnya Zena saat mendapati daun pintunya sudah tergeletak tak berdaya di bawah sana. Daun pintu itu sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

"Shit!" umpat Zena pelan. "Segede apa sih tenaga Emak gue sampe-sampe gagang pintu copot begini? Padahal udah 10 kali gue ganti gagang pintu dari merk biasa sampe merk warbyazahh, tapi tetep aja Emak gue bisa matahinnya! Emang ya, the power of emak emak!" Zena uring-uringan sendiri di ambang pintu, lalu masuk ke kamarnya sembari menutup pintu dengan keras.

"Nanaaaaaaa cepetan berangkat, ini udah jam 7 lewat 20 menit! Mama capek dapet surat peringatan terus dari sekolah gara-gara kamu sering telat!" Bu Zulfa berteriak panjang lebar dari bawah. Setelah ini darah tingginya mungkin akan kumat lagi.

Zena yang sedang mendengarkan musik lewat salon bluetooth tidak mendengar sama sekali teriakan Mamanya. Bukannya apa, itu salon sampai ke puncak volume teratas. Mau anak kucing tetangga lahirannpun nggak bakal kedengaran suaranya.

Nana itu panggilan khusus dari keluarganya. Yaitu dari Ayah, Mama, dan Abangnya. Banyak sekali nama panggilan yang Zena miliki. Terserah kalian sebenarnya ingin memanggil Zena seperti apa. Asal jangan yang aneh-aneh.

Zena sedikit berlari menyusuri tangga, menghampiri Mamanya yang sedang sarapan sendiri di meja makan. "Ma, Nana berangkat dulu," pamitnya sembari mencium punggung tangan kanan Mamanya.

"Hati-hati, Nak. Sarapan di sekolah aja, ini udah siang banget, pasti nanti kamu dihukum. Makannya kalo dibangunin itu bangun, jangan malah ngaluden!"

Apa itu ngaluden gais?

"Iya, Ma. Udah ah, Nana berangkat dulu," pamit Zena sekali lagi. "Oh iya, jangan lupa itu gagang pintu benerin! Nana pulang harus udah beres!"

Mamanya nyengir lebar."Iya, nanti Mama suruh Mang Udin benerin."

*******

Sepertinya Dewi Fortuna sedang memihak kepada Zena pagi ini. Pintu gerbang sekolah terbuka lebar, tidak ada satpam atau guru BK yang menjaga. Otomatis Zena bisa masuk tanpa diportal.

Zena memarkirkan motornya di dekat motor Hemi dan Kila. Tempat itu dikosongkan sengaja hanya untuk seorang Zenata. Tidak ada yang berani menempati, peribahasa angkat pantat hilang tempat itu tidak berlaku di kehidupan Zena.

Dengan santainya Zena berjalan menyusuri lorong kelas 10, menaiki anak tangga menuju koridor kelas 11. Saat tepat di depan pintu kelasnya, ia mengetuk pintu dan mengucap salam asal.

"Samlekom epribadehh!" ucap Zena seenak jidat.

Seketika semua mata tertuju padanya. Guru yang sedang menjelaskan di depan pun ikut memperhatikan kedatangan Zena. Yang diperhatikan hanya nyengir tak berdosa sembari nyelonong masuk dan duduk ditempatnya.

ZENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang