"Ketika aku merasakan malam bersamamu, rasanya begitu berbeda. Selalu hangat dan penuh warna. Ini semua karena kehadiranmu, gadis cantik tambatan hati." - Zikri Rafasya to Zenata Soraya
--------------
Malamnya Zena merenung di balkon kamarnya. Ia berpikir apakah keputusannya tadi siang itu sudah tepat? Apakah jika hanya sebuah komitmen bisa menjamin kesetiaan seseorang? Bukankah perasaan manusia gampang berubah? Dan akankah seorang Zikri bisa berhubungan tanpa sebuah ikatan? Zena ragu akan semua itu.
Hatinya sedang tidak baik-baik saja saat ini. Walaupun Zikri mengiyakan, tapi dipikirannya tak sama dengan apa yang dilontarkan. Zena takut jika suatu saat nanti Zikri akan pergi tanpa alasan. Zena tidak sanggup untuk merasakan sebuah kehilangan. Karena memang sebelumnya Zena tidak pernah merasakan itu.
Jelas saja mungkin di sini jika Zena belum bisa menerima Zikri sebagai seorang pacar. Karena Zena tau, pacaran hanya akan berakhir putus jika salah satunya pergi. Dan di setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan.
Zena hanya tidak ingin nantinya berlarut-larut dalam kesedihan jika hubungannya kandas di tengah jalan. Jadi setidaknya, dengan membangun komitmen tanpa ikatan akan menghindarkan Zena dari hal-hal yang akan menyakitinya nanti. Walaupun cara itu belum bisa menjamin.
"Pasti semua orang bakal nyalahin gue gara-gara gue nggak nerima Zikri."
"Semua orang emang bisanya cuma ngomong, komentar, dan ngenilai. Mereka nggak tau apa yang gue rasain!"
Zena berjalan menyusuri tangga, dengan memakai celana kolor dan kaos oblong dan rambut yang dicepol asal-asalan. Rumahnya malam ini sangat sepi, karena akhir-akhir ini Mamanya sedang banyak pekerjaan. Sehingga sering pulang larut malam.
Kakaknya Zidan juga sedang banyak tuntutan tugas dari dosen fakultasnya. Pulang ke rumah ketika Zena sudah terlelap, menjadikan mereka jarang sekali bertemu.
Sedangkan Papanya tidak perlu ditanya lagi. Dari Zena kecil sampai sekarang, Papanya sudah disibukan dengan profesi nya sebagai dokter sekaligus kepala rumah sakit.
Zena benar-benar kesepian sekarang.
Gadis itu kini sedang duduk di teras rumahnya. Menatap kosong ke arah jalan yang terlihat lengang. Sampai saatnya sorot lampu motor menyilaukan pandangannya. Membuat Zena harus menutup mata.
Saat sorot lampu itu terasa sudah lenyap, Zena baru membuka matanya. Ia mengerjap saat ketika di depannya berdiri seorang cowok dengan hoodie warna putih bermotif bunga mawar merah.
"Selamat malam, Princess," sapa cowok itu sangat manis.
"Ngapain lo ke sini?" ketus Zena.
"Main ke rumah pacar sendiri masa nggak boleh?" goda cowok yang mengaku sebagai pacar Zena.
"Kapan gue nerima lo?"
"Tuh kan nggak diakuin. Gini dah kalo nggak ada status," ujarnya lesu.
Zena memutar bola matanya malas. Cowok ini selalu saja berbicara mengenai status. Sampai pusing Zena mendengarnya.
"Duduk," suruh Zena.
Cowok itu menuruti perintah Zena. Ia duduk di kursi bersebrangan dengan sang empunya. Hanya terhalang oleh meja kecil.
"Mau minum apa?" tawar Zena.
"Teh, manisnya pake senyum lo."
Zena tak mengindahkan gombalan cowok yang baru saja tadi siang ia resmikan sebagai teman rasa pacar. Siapa lagi kalau bukan Zikri? Hanya cowok itu kan yang berani mengejar-ngejar Zena sampai segininya?
KAMU SEDANG MEMBACA
ZENATA
Fiksi Remaja[SELESAI] Zenata Soraya. Siswi cantik yang disegani di sekolahnya-SMA Houten. Barbar dan nakal adalah hal yang lumrah di kehidupannya. Menjahili guru adalah hobinya jika di sekolah. Tiba saatnya seseorang datang dan ingin memasuki kehidupan Zena. M...