61. Us

268 29 4
                                    

"Ini bukan tentang siapa dan di mana, tapi ini tentang setia dan janji untuk selalu bersama. Kita teman, kita sahabat, kita saudara, apapun yang terjadi kita akan tetap di sini saling melengkapi membentuk formasi." — From Story Zenata

————————————

Kedua tangan Zikri penuh dengan buku-buku tebal bertuliskan Ilmu Ekonomi. Cowok jangkung itu baru saja meminjam buku dari perpustakaan. Jalannya sedikit lambat karena buku yang dibawanya bukan main tebal dan beratnya. Cowok itu sengaja meminjam dari perpustakaan guna melengkapi tugas laporannya mengenai Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Internasional.

"Gue jadi keliatan anak kutu buku banget nggak sih kalau bawa buku tebel begini," gumam Zikri menyadari keadaannya sekarang.

"Tebelnya hampir setara sama ensiklopedia," gumamnya lagi.

Sambil terus berjalan menyusuri lorong kelas, Zikri menimang-nimang tempat yang akan digunakannya untuk mengerjakan laporan. Ia butuh tempat yang sepi, sunyi, dan nyaman tentunya.

"Hai Kak Zikri!"

Zikri menghentikan langkahnya saat ada seorang perempuan menyapanya dengan riang. Zikri tersenyum tipis menanggapi.

"Kak Zikri butuh bantuan?" tanya Eca.

Masih ingat bukan siapa Eca?

"Nggak, gue bisa sendiri," balas Zikri.

"Nggak usah sungkan gitu, Kak. Eca tau Kak Zikri butuh bantuan. Sini Eca bantu."

Eca mengambil beberapa buku dari tangan Zikri. Raut wajah Eca sedikit terkejut saat mengangkat buku tersebut, karena memang beratnya bukan main.

"Tuh kan lo nggak kuat, udah nggak usah," ujar Zikri mencegah Eca agar tidak membantunya.

Eca menatap Zikri sedikit tajam. "Kata siapa Eca nggak kuat? Kak Zikri ngeremehin Eca nih ceritanya?"

"Nggak bukan gitu maksudnya," Zikri menggaruk tengkuknya. Cowok itu jadi bingung harus menggunakan gaya penolakan yang seperti apa agar adik kelasnya ini tidak perlu membantunya.

"Udah ayok ke kelas, Eca antar sampai depan kelas."

Zikri hanya bisa membuang nafas lelah. Adik kelasnya yang satu ini cukup keras kepala.

"Ya udahlah terserah lo," ucap Zikri akhirnya.

Eca tersenyum senang di samping Zikri. Ia bersyukur karena akhirnya ia bisa menginjakkan kakinya di kelas 11. Sudah cukup lama Eca menahan hasrat untuk tidak menginjakkan kakinya di sana. Karena yang cewek itu tahu dari mulut ke mulut, lorong kelas 11 itu sangat sakral. Aturannya adik kelas tidak boleh ke sana jika belum naik kelas.

Begitu menurut yang Eca dengar dari mulut ke mulut.

Zikri dan Eca menjadi pusat perbincangan siswa siswi di lorong yang mereka lalui. Mereka menebak-nebak siapa perempuan yang berjalan di samping Zikri. Apakah perempuan itu pengganti Zena? pikir mereka.

"Oh kelas Kakak di sini?" tanya Eca saat keduanya sampai di depan kelas 11 Ips 5.

"Iya," jawab Zikri seadanya.

"Ya udah kalau gitu, ini bukunya." Eca kembali menyerahkan buku-buku itu pada sang empunya. "Hati-hati bawanya," peringat Eca.

"Makasih atas bantuannya," ucap Zikri tulus.

Eca menunjukkan senyum manisnya. "Sama-sama."

"Pulangnya hati-hati, banyak kakak kelas yang nggak suka sama keberadaan lo di sini," papar Zikri membuat Eca sedikit gelagapan.

ZENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang