35. Pura-pura Tidak Tahu

561 66 91
                                    

Jangan lupa untuk komen di setiap paragraf ya, silakan curahkan semua isi hati kalian untuk bab ini. Bebas! Terserah kalian mau komen apa aja. Ditunggu ya!

*****

"Aku diam bukan berarti aku tidak tahu apa-apa. Aku diam karena aku tahu. Hanya saja aku sedang berpura-pura tidak tahu agar hubungan kita tetap baik-baik saja." — Zenata Soraya

*****

SELAMAT MEMBACA!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SELAMAT MEMBACA!

***************


Zena benar-benar tidak memiliki semangat sama sekali. Ia menyesal karena memaksa masuk sekolah hari ini. Seharusnya ia mengikuti aturan saja dari pada harus sakit hati. Jika saja gadis itu menurut, mungkin matanya tak akan melihat pemandangan tak mengenakan pagi tadi.

Ya, gadis itu kemarin meneror Pak Galih habis-habisan. Zena mengancam kalau ia tak diizinkan masuk hari ini maka ia akan membuat masalah yang lebih besar lagi. Yang pastinya akan membuat seluruh penghuni SMA Houten ikut merasakan ulahnya.

Sadis. Gadis itu sangat pandai perihal mengancam. Mau tidak mau Pak Galih mengizinkannya masuk dengan catatan tak ada lagi kasus yang dilakukan. Tetapi gadis itu tak berjanji sepenuhnya. Ia hanya mengangguk pelan sebagai formalitas saja. Dan dengan mudahnya, Pak Galih percaya begitu saja.

Memang penyesalan selalu datang terlambat.

Karena kalau datang duluan terlalu kerajinan.

Zena tidak suka tepat waktu. Gadis itu akan terus mengulur waktu selagi mampu. Terserah mau di bilang 'kaum ngaret' atau apa. Karena percuma saja tepat waktu kalau pikiran saja masih buntu.

Gadis itu kini tengah menelungkupkan wajahnya di atas lipatan tangannya. Ingin tidur, tetapi tidak bisa. Padahal keadaan kelas sedang sepi-sepinya. Hanya ada Zena seorang. Ia tak berminat ke kantin bersama yang lain. Perutnya sudah kenyang, begitu pun dengan hatinya. Sangat kenyang menerima semua ulah sang pacar.

"By," panggil seseorang menyentuh bahu Zena.

Zena mengangkat wajahnya. Matanya terlihat sangat sayu.

"Kenapa Jem?"

"Kenapa sendiri? Ayo ke kantin sama gue," ajaknya.

"Lo aja," balas Zena singkat.

"Kenapa lagi?" Jemi duduk di kursi kosong sebelah Zena.

Gadis itu menggeleng seraya tersenyum tipis. "Nggak ada yang perlu di kenapa-kenapain."

"Kebiasaan buat gue mikir," ujar Jemi mengacak puncak puncak kepala Zena. "Gimana selama dua hari kemarin? Udah bisa tenang?"

"Entahlah. Gue rasa relaksasi kemarin hanya cuma-cuma." Zena menghela nafasnya kasar. "Tapi makasih ya lo udah mau jaga rahasia," ujar Zena tersenyum hangat menatap Jemi.

ZENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang