"Kacang itu rasanya gurih, tapi kenapa kalo dikacangin rasanya perih?" — Kila Anisa
—————————————
Setelah kejadian yang melibatkan konflik antara Zena dan Bu Wida. Zena tidak kembali ke kelasnya lagi, ia memilih untuk menunggu di warung Teh Ismi sampai bel pulang dibunyikan. Masalah tas Zena, itu gampang saja. Ada Hemi dan Kila yang akan membawakannya nanti, mereka akan menyusul ke warung Teh Ismi.
Sementara teman-teman cowoknya tadi Reno, Tedy, Oki, Toni dan yang lainnya sudah Zena suruh untuk masuk kelas, dan mereka nurut-nurut saja. Maklum, siapa sih yang berani menolak perintah Zena? Apalagi itu perintah yang positif.
Zena melamun sambil menyangga dagunya. Segelas teh hangat tersedia di hadapannya. Ia hanya diam dan menatap lurus ke depan. Tanpa ia sadari ada seorang laki-laki yang tiba-tiba duduk di depannya. Melambai-lambaikan tangan di depan wajah Zena, tapi Zena tidak berkutik sama sekali.
Sekali, dua kali, tiga kali, masih tidak berhasil juga. Akhirnya ia menepukkan tangannya tepat di depan mata Zena. Dan, ya, itu berhasil. Zena mengerjap seketika.
Zena mengerutkan keningnya, berusaha mengenali seorang laki-laki yang ada di hadapannya. Zena enggan bertanya sebelum orang itu mengenalkan dirinya sendiri.
Seakan mengerti dengan raut wajah Zena, cowok itu mengulurkan tangan. "Kenalin, nama gue Zikri Rafasya." Cowok itu berucap sambil tersenyum, ah tidak, manis sekali.
Tangan Zikri masih menggantung di udara. Tidak ada balasan dari Zena. Cowok itu hanya tersenyum ketika sadar bahwa cewek di depannya ini malah diam sambil menatapnya datar.
"Udah kali liatinnya, gue tau gue ganteng. Emak Bapak gue juga bilang gitu," Zikri berucap sembari menyisir rambutnya dan membenarkan letak posisi jambul khatulistiwa di kepalanya.
Zena menetralkan raut wajahnya. Ia bisa mengatur untuk tidak gelagapan. "Zenata Soraya," balas Zena singkat tanpa membalas uluran tangan Zikri.
"Lo cantik."
"Siapa?"
"Lo, lah. Masa Teh Ismi."
"Siapa yang tanya?" ucap Zena final.
Zikri meneguk ludahnya susah payah. Damn! Ia terkena jebakan batman. Lain kali harus belajar menerima pernyataan tak terduga dari gadis cantik di depannya ini.
Zena diam-diam memerhatikan raut wajah Zikri. Ia terlihat sangat grogi, mukanya merah seperti menahan malu. Zena tertawa geli.
"Udah nggak usah tegang gitu," Zena menyudahi keadaan yang sempat absurd tadi. "Duduk sini, berdiri terus emang nggak capek?" Zena menepuk-nepuk tempat di sampingnya yang kosong.
Zikri menuruti lalu duduk di samping Zena. Ia mencuri-curi pandang pada Zena. Memperhatikan lekuk wajah gadis itu dari samping. Matanya, hidungnya, alisnya, bibirnya, dagunya, semua tidak luput dari perhatian Zikri.
"Nggak usah liat-liat gitu. Gue tau gue cantik, bukan Emak sama Bapak gue aja yang bilang, tapi temen-temen gue juga," Zena berucap sembari terkikik geli.
Zikri yang merasa terciduk jadi salah tingkah. Mukanya kembali merah. Ia mengalihkan pandangannya agar tidak bertemu tatap dengan mata indah Zena.

KAMU SEDANG MEMBACA
ZENATA
Teen Fiction[SELESAI] Zenata Soraya. Siswi cantik yang disegani di sekolahnya-SMA Houten. Barbar dan nakal adalah hal yang lumrah di kehidupannya. Menjahili guru adalah hobinya jika di sekolah. Tiba saatnya seseorang datang dan ingin memasuki kehidupan Zena. M...