23. Teka-Teki

732 70 21
                                    

"Kamu seperti puzzle, penuh teka-teki dan butuh kesabaran untuk aku menyatukannya." — Zenata Soraya

"Tidak ada satupun manusia di bumi yang hidup tanpa kebohongan." — From Story Zenata

——————————————

Suara teriakan demi teriakan saling bersahutan. Nama Raya malam itu memenuhi seluruh indra pendengaran. Dari atas tribun sampai pinggir jalan lintas balapan dipenuhi oleh cowok-cowok yang haus akan perhatian.

Spanduk bertuliskan nama RAYA terpampang di mana-mana. Banyak sekali dukungan saat gadis itu hampir menapakan kuda besinya di garis finish. Ketahuilah bahwa dukungan itu malah membuat hati Zena kian berdebar tak karuan.

"Raya gue bangga sama lo!" teriak Reno saat Raya berhasil sampai duluan di garis finish.

Cowok itu kemudian berlari mendekati Zena. Spanduk yang dipegangnya sedari tadi ia kibarkan dengan penuh rasa bangga dan percaya diri.

"Gue udah yakin kalo lo bakal menang lagi, Ray," ujar Reno tersenyum bangga.

"Alhamdulillah Ren. Harus banyak-banyak bersyukur," jawab Zena rendah hati.

Kila dan Hemi ikut berlarian mendekati Zena. Mereka berdua langsung saja memeluk Zena tanpa aba-aba.

"Gila lo hebat banget, Na. Gue bangga punya temen kayak lo," puji Hemi.

"Gue juga bangga. Tapi jangan lupa seperti biasa," ujar Kila cengengesan.

Zena memutar bola matanya malas menanggapi sahabatnya yang haus akan traktiran. Padahal cewek itu lahir dari keluarga yang cukup mampu, tapi jika soal gratisan selalu yang nomor satu.

"Nggak tau malu banget lo!" sentak Hemi.

"Eh, selagi ada yang gratis kenapa nggak?" sahut Reno membela Kila.

"Ini baru temen gue." Kila menepuk pundak Reno.

"Jadi selama ini kita cuma temen?" ujar Reno sedih.

Kila memasang raut wajah bingung. "Lah terus maunya apa?"

"Tingkat kepekaan lo kurang tinggi, Kil!" ujar Zena tertawa.

Kila malah menggaruk kepalanya. Gadis itu terlihat sangat bingung.

"Udahlah ayo balik!" Zena turun dari motornya kemudian berjalan di depan memimpin ketiga sahabatnya. Bibirnya tak henti-hentinya menyunggingkan seulas senyum manis. Sekali-kali kepalanya mengangguk sopan pada penonton yang dinilai lebih tua darinya.

Jangan hiraukan mengenai motor yang ia tinggal begitu saja. Karena sudah pasti, Zena memiliki seseorang yang begitu dipercaya untuk mengurus semua keperluan balapannya. Zena hanya tau bersih saja.

Balapan ini sebenarnya bukan ajang yang besar. Tapi pendukung Zena saja yang terlalu berlebihan. Dalam sekali balapan mungkin Zena akan menghasilkan uang sekitar 3 sampai 5 juta saja. Itu tergantung dari sponsor. Balapan ini juga hanya dilakukan sekitar satu bulan atau dua bulan sekali.

Untuk ajang-ajang yang besar, Zena terhitung jarang mengikutinya. Karena ajang seperti itu biasanya diadakan diluar kota. Mana boleh Zena keluar kota hanya untuk sekedar mengikuti balapan.

"Raya!" panggil seorang cowok dari arah samping.

Keempatnya menoleh bersamaan. Di sana ada dua orang cowok yang masing-masing membawa sebuah bingkisan. Kedua cowok itu berjalan menghampiri Zena.

"Kenapa? Ada yang bisa gue bantu?" tanya Zena ramah pada keduanya.

Keduanya tersenyum lalu menyodorkan bingkisan itu. "Ini dari kami berdua, terima ya?"

ZENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang