54. Bangkit dan Hilang

301 36 9
                                    

"Berhenti overthinking atau kamu akan menyakiti dirimu sendiri lebih dalam lagi!" — Zenata Soraya

"Terkadang seseorang akan terasa lebih berharga ketika seseorang itu sudah tidak ada." — Zikri Rafasya

——————————

Tiga minggu lamanya Zena terbaring di
atas brankar rumah sakit. Dan hari ini, tepat hari ini. Kelopak mata indah itu perlahan terbuka sempurna. Beberapa detik ia mengedip-ngedipkan kedua matanya berusaha untuk menyesuaikan cahaya yang masuk.

"Ehmm," desah Zena meregangkan otot-ototnya yang mulai kaku karena tiga minggu tidak ada pergerakan sama sekali.

Selanjutnya mata gadis itu menelusuri setiap inci ruangan yang ditempatinya. Ruangan ini bernuansa putih serta bau obat-obatan. Sebuah sofa single dan... Ada seorang pria di sana sedang tertidur pulas dengan wajahnya yang polos dan damai.

Zena tersenyum cerah. Sungguh ia sangat rindu dengan cowok itu. Terakhir kali ia hanya memberikan tatapan sinis padanya. Dan hari ini, hari di mana ia terbangun dari tidur panjangnya cowok itulah yang pertama kali ia lihat. Melihat wajah polosnya membuat Zena tersenyum geli, cowok itu semakin tampan jika sedang seperti ini. Sungguh ia jadi gemas sendiri.

Zena perlahan turun dari brankar. Ia berusaha untuk berjalan menuju sofa. Lantai rumah sakit yang terasa dingin di telapak kakinya tidak bisa menghentikan aksinya. Gadis itu kini sudah duduk manis di sofa. Kedua matanya tidak lepas dari sosok laki-laki yang tengah tertidur pulas di hadapannya.

Jari lentik Zena terangkat untuk menyusuri setiap inci wajah cowok itu. Dibelainya lembut pipi yang kini terlihat sedikit lebih tirus. Hidung mancungnya, rambut acak-acakkannya tak luput dari setiap sentuhan hangat Zena.

Cowok itu menggeliat tatkala merasakan sentuhan di pipinya. Perlahan matanya terbuka dan langsung menatap Zena yang berada tepat di depannya.

"Hai, Ki," sapa Zena dengan senyumannya yang sangat menunjukkan bahwa gadis itu tengah memendam kebahagiaan.

Cowok yang tak lain dan tak bukan adalah Zikri itu terdiam beberapa saat. Ia mengucek-ngucek matanya lalu menampar pipinya pelan—memastikan bahwa ini bukan mimpi.

"Hei kenapa begitu?"

"Ta? Zenata? Ini beneran kamu? Kamu udah sadar?"

"Iya, ini aku Zenata Soraya."

Tanpa menunggu lama, Zikri langsung saja menarik Zena ke dalam pelukannya. Cowok itu hampir saja menitikkan air mata kalau saja Zena tak menahannya. Ia benar-benar bahagia sekarang. Pelukannya pada Zena sangat erat sampai-sampai Zena memukul-mukul punggung Zikri karena pelukannya terlalu kuat.

"Ki aku nggak bisa nafas," celetuk Zena dengan wajahnya yang tersiksa.

"Eh eh maaf," Zikri sedikit melonggarkan pelukannya. Kini tangannya bergerak naik turun membelai lembut surai hitam Zena.

"I miss u more than you know, Dear," bisik Zikri dengan suaranya yang berat dan serak membuat Zena sedikit merinding.

"Aku juga," balas Zena.

Zikri semakin merapatkan tubuhnya, kepalanya kini sudah berada di ceruk leher Zena. Cowok itu menghirup dalam aroma tubuh Zena yang sama sekali tidak pernah berubah. Walaupun tiga minggu cewek itu hanya berbaring, tetapi suster selalu mengganti pakaian Zena dan mengelap tubuhnya.

"Zikri ih geli," keluh Zena saat ciuman hangat Zikri mendarat di lehernya.

"Sebenernya aku pengin lebih," ujar cowok itu seraya melepaskan rengkuhannya tetapi tidak dengan tangannya yang masih setia bertengger di pinggul Zena. "Tapi kamu baru bangun jadi belum kuat," lanjutnya tersenyum jahil.

ZENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang