64. A Chance

240 18 6
                                    

"Everyone has their weaknesses.
I hope you understand that."

*********************

SELAMAT MEMBACA ZENATA!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SELAMAT MEMBACA ZENATA!

————————————

Zikri menepati janjinya untuk menjemput Zena. Maka cowok dengan tinggi 179cm itu kini tengah berjalan menghampiri Zena dan kedua sahabatnya yang tengah duduk di dekat api unggun tadi. Mungkin ketiga perempuan itu tengah menghangatkan diri karena udara di puncak sangat dingin.

"Ta," panggil Zikri saat dirinya sudah sampai tepat di belakang Zena.

Ketiga perempuan itu lantas kompak menoleh ke arah suara dalam nan berat itu. Zikri tersenyum tipis menyambut tatapan penuh tanya dari Kila dan Hemi.

"Gue pinjem Zena-nya bentar, boleh?" tanya Zikri meminta izin.

Hemi dan Kila saling melemparkan pandangan. Mereka bingung dan tidak mengerti situasi seperti apa ini.

"Boleh nggak?" tanya Zikri sekali lagi.

"Hah? Eh ehm boleh kok iya boleh nih bawa aja." Kila mendorong tubuh Zena tanpa melepaskan pandangannya dari Zikri.

"Kila! Gue manusia bukan barang, enak banget lo dorong-dorong gue!" geram Zena.

"Ssstt udah-udah, cepetan sono ikut. Inget ya Na, jangan barbar," ujar Hemi.

"Dih mana pernah gue kayak gitu!"

Zena akhirnya bangkit dari duduknya. Ia berjalan di belakang Zikri. Mengikuti ke mana cowok itu akan membawanya.

"Sini." Zikri menarik lengan Zena agar gadis itu berjalan di sisinya. "Kamu pantesnya jalan di samping aku, bukan di belakang aku," ujar Zikri tanpa memikirkan bagaimana keadaan hati Zena sekarang.

Saat keduanya telah sampai di jalan setapak dan keadaan di sekitar gelap, Zena tiba-tiba menghentikan langkahnya. Tangan kanan cewek itu menarik ujung hoodie yang dikenakan Zikri. Raut wajahnya memancarkan ketakutan.

"Nggak pa-pa, semuanya akan baik-baik aja," ucap Zikri tersenyum hangat.

"Makanya jangan jauh-jauh dari aku, di sini aja." Zikri menarik pinggang Zena agar lebih dekat dengannya.

Zena cukup terkejut dengan sikap Zikri, tapi kemudian ia tersenyum canggung. Jika tau suasananya akan seperti ini, Zena tidak akan ikut tadi.

Perlahan tapi pasti, tangan kiri Zikri menggenggam hangat tangan kanan Zena. Zikri meyakinkan Zena lewat genggaman tangannya. "Nggak pa-pa, kan?" tanya Zikri sangat pelan.

Zena tidak bisa berkata-kata, gadis itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelah itu keduanya mulai meneruskan perjalanan dengan hanya berbekal senter yang tadi sempat Zikri pinjam dari Oki.

ZENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang