56. Party Kill

274 34 7
                                    

"Kadang otak pinter nggak guna kalo udah ngurusin masalah cinta." — Jemi Azhaksan

————————

Selo cafe malam ini dipenuhi oleh teman-teman sekelas Zena. Mereka datang sesuai rencana sebelumnya. Tidak ada yang absen, semuanya hadir. Maklumlah namanya juga gratisan, siapa sih yang ingin melewatkan.

"Gue nggak nyangka semuanya pada dateng. Emang mata-mata gratisan nggak pernah bohong," ujar Kila pada teman-temannya.

"Lagi ngatain diri sendiri ya, La?" tanya Ferry tertawa meledek.

"Nggak usah sok asik lo Paketu! Gue kede juga lo!"

"Ganas amat Neng, sini Abang jinakkin," ujar Ferry menggoda Kila.

"Siapa barusan yang berani jinakkin Kila hah? Siapa? Sini maju berhadapan sama gue dulu!" Suara Reno tiba-tiba terdengar dari arah pintu cafe. Cowok itu dengan setelan celana jeans dan jaket denim berjalan gagah menghampiri Kila.

"Wah pawangnya dateng tuh," ujar salah satu teman Zena.

Reno tanpa persetujuan sang empunya langsung saja duduk di samping Kila dan merangkul bahu cewek itu. "Nggak boleh ada yang jinakkin Kila selain gue!" seru Reno seperti memberikan ultimatum.

Ferry tersenyum sinis, dari tempat duduknya ia dapat melihat jika tidak ada sedikitpun cinta di mata Kila untuk Reno. Jadi bisa disimpulkan bahwa ini adalah cinta bertepuk sebelah tangan. Dan si cowok yang terlalu berlebihan dengan si cewek yang tidak tahu apa-apa. Sangat miris.

"Lo anak kelas mana dah nyasar-nyasar ke sini?" sergah Zena yang sudah muak dengan drama bucin cowok manis itu.

"Gue mau ikutan makan-makan sama kalian emang nggak boleh? Napa sih sombong amat," balas Reno menatap Zena.

"Bukannya gitu, tapi ini quality time kelas XI Ips 4. Lo anak kelas sebelah sono pulang hush," usir Hemi tak berperasaan.

"Sini Ren gabung sama kita," sahut seseorang dari meja seberang.

Seketika semua mata beralih pada meja seberang. Yang ternyata isinya ada Jemi, Zikri, Tedy, Oki, Eki, Eko, dan Tony. Mereka tersenyum menatap teman-teman Zena kecuali Zikri yang sedang asik bermain game di ponselnya.

"Kalian adalah malaikat penyelamat gue," ujar Reno kemudian berlari ke meja seberang. Sebelum itu ia sempatkan terlebih dahulu untuk mengacak-ngacak puncak kepala Kila.

"Udah guys nggak usah diliatin terus, mending kalian pesen makan aja sana sepuasnya," ujar Zena membuat teman-temannya beringsut memanggil para pelayan cafe.

Zena kembali memusatkan pandangannya pada Zikri. Sampai sekarang cowok itu tidak menoleh sama sekali. Padahal Zena berharap cowok itu menoleh dan memberikan tatapan penuh cinta padanya. Tapi nihil, kali ini ponsel Zikri lebih menarik ketimbang dirinya.

"Zik lo fokus banget main apaan dah? Itu si Raya dari tadi liatin lo mulu, coba dinotice kasian," ujar Tony pada Zikri.

"Dinotice dinotice, lu kira si Raya fansnya si Zikri?" sahut Eki sambil memasukkan potongan kentang goreng ke dalam mulutnya.

"Lah emangnya kalo dinotice harus ke fans doang? Ya enggaklah, ke doi juga begitu. Notice doi biar baper abis tu ditinggal," cerocos Tony terkekeh geli.

Eki, Eko, Oki, Jemi, Tedy, dan Reno sontak mengelus dada kemudian berkata dengan serempak. "Astagfirullahaladzim kamu ini berdosa banget."

*******

Zena kesal, sangat kesal. Jika ia tidak ingat ini tempat umum mungkin ia akan mengamuk sembari meneriakkan nama Zikri tiga kali agar cowok itu sadar. Sungguh, bisa-bisanya cowok itu sama sekali tidak menyapa Zena. Jangankan menyapa, menoleh saja tidak. Ada apa sebenarnya dengan cowok itu.

ZENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang