31. Reason Unknown

553 66 18
                                    

*baca chapter ini sambil dengerin lagu yang di mulmed ya, biar ngena. Apalagi di part Zikri nanti. Ok!

*****

"Hujan adalah bukti langit menyayangi bumi."  — Zenata Soraya

———————————

SELAMAT MEMBACA!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


SELAMAT MEMBACA!

****************


Pukul 19.10, Zena baru sampai di halaman rumahnya. Gadis itu mendorong motornya dari jarak yang cukup jauh. Ia takut nanti Reno akan mendengar dan langsung menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan yang sangat tidak berbobot.

Langkahnya memelan saat melewati ruang keluarga. Di sana ada Mamanya dan Zidan yang tengah asik menonton televisi.

Tap tap tap

Zena berjalan tanpa suara.

"Heh bocil!" panggil Zidan membuat Zena menjengit.

"Apa sih? Ngagetin aja tau nggak!"

"Dari mana kamu?" tanya Bu Zulfa.

"Olahraga Mah. Nih liat keringetan kan?" Zena memutar badannya agar Bu Zulfa bisa melihatnya.

"Olahraga jam segini baru pulang. Olahraga apaan," sinis Zidan.

"Ini surat apalagi Zena? Ulah apa lagi yang kamu buat?" Zulfa mengacungkan sebuah amplop berwarna kuning.

"A... Anu Ma itu a... Anu—"

"Anu anu apa? Ngomong yang jelas!"

"Salah paham aja itu, Ma."

"Salah paham sampai bisa di skors kayak gini? Nakal sih nakal, tapi jangan sampai di skors juga. Bisa marah Papa kamu kalo tau! Ini pertama kalinya kamu di skors. Itu berarti masalah kamu sudah numpuk di sekolah! Tiga kali surat panggilan orang tua apa itu tidak cukup membuat kamu jera, Zena?!" bentak Bu Zulfa. Ini mungkin untuk yang pertama kalinya sang Mama membentak anaknya sendiri.

"Ma... Maaf, Ma," cicit Zena tak berani menatap Mamanya.

"Maaf maaf terus. Tapi selalu diulangin. Harusnya mikir, punya otak nggak kamu?! Anak cewek tapi kelakuan kayak cowok!"

"Mah udah," lerai Zidan menenangkan.

"Maaf Ma. Tapi ini semua Nana lakuin buat ngelindungin temen-temen Nana. Nana nggak mau mereka masuk BK juga. Cukup Nana aja yang ngerasain."

"Ohh mau jadi pahlawan kesiangan ya kamu? Biar apa? Biar dapat pujian dan sanjungan dari teman-teman kamu? Iya gitu?"

"Terserah Mama. Aku capek!" Zena berlalu begitu saja. Gadis itu tak lagi menghiraukan ucapan Mamanya.

ZENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang