17. Pilot Sebuah Angan

599 37 0
                                    

Satu minggu setelah Regan menjalani Operasi pada bagian kepala dan ginjalnya, cowok itu belum sadar dari koma-nya. Sepertinya masih betah dialam bawah sadarnya.

Munggu kemaren Dokter memutuskan, jika satu minggu kedepan Regan masih belum sadar, maka pihak rumahsakit sudah tidak sanggup merawatnya dan harus dipindahkan ke rumahsakit yang ada disingapura. Keputusan ini sudah bulat. Besok Regan akan dipindah inapkan dirumahsakit singapura.

Lina dan Wahdani sebagai orangtua merasa sangat khawatir dan memiliki tanggung jawab tinggi untuk kesembuhan putranya. Wahdani sudah memberikan informasi ini pada kepala sekolah, dan stap guru lainnya. Bahkan informasi ini sudah menyebar ke seluruh anak SMASAJAK.

"Sabar Ma, ini namanya ujian!" ucap Wahdani menatap istrinya yang masih menangis dan memeluk badan Regan.

"Tapi Pah ... Sampai kapan Regan akan seperti ini terus?" suara Lina terdengar parau.

"Semua akan baik-baik saja,Regan pasti cepat sembuh. Yang penting kita sudah berusaha dan berdo'a."

Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka dan menampilkan satu sosok gadis cantik.

"Assalamualaikum, Om, Tanteu!" sapa gadis itu menyalami keduanya.

"Waalaikumsalam, eh Windaa, kamu kesini sama siapa?" Lina langsung berdiri dan memeluk sayang gadis itu.

Winda tersenyum. "Winda sendiri Tanteu, maafin ya, baru bisa jengukin Regan. Mama Winda juga baru sembuh soalnya, satu minggu kebelakang dia sakit lagi, hipertensinya kambuh lagi," jelas Winda.

"Nggak apa-apa Sayang, maaf ya Tanteu sama Om Dani belum bisa jengukin mama kamu." ucap Lina merasa tak enak.

Winda menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Nggak apa-apa ko Tan, alhamdulillah sekarang kondisinya udah membaik!"

"Syukurlah!" ucap Lina dan Wahdani bersamaan.

Winda menatap Regan dengan kedua mata berkaca-kaca. Gadis itu melepaskan pelukannya dari Lina. Lina dapat melihat cairan bening yang sudah menumpuk dikelopak mata gadis itu.

"Tanteu ... !" lirih Winda.

Lina ikut berkaca-kaca. "Iya sayang?"

"Padahal pas terakhir sebelum kejadian itu, Regan udah jengukin mama Winda. Baru aja dia pulang dari rumahsakit Delima, Winda kaget. Tiba-tiba dapat kabar kalo Regan kecelakaan ... Hiks ... Hiks ..."

"Ini sudah takdirnya, sayang ... Tanteu juga nggak nyangka,"

"Emang bener Tan, Regan mau dibawa ke singapura?" Winda memastikan.

Lina mengangguk sendu. "Mungkin ini sudah jalannya."

"Winda kangen diajarin gitar sama Regan Tanteu, kan waktu kecil katanya cita-cita Regan mau jadi pengamen ... " celetuk Winda membuat Lina dan Wahdani sempat tertawa walau sejenak.

"Ayah ... Egan bisa main gital loh." Regan kecil membawa sebuah gitar kecil kearah Wahdani yang tengah menyiram bunga.

"Waahh, bagus dong, kenapa kamu belajar gitar Nak?" Wahdani berjongkok, menyamakan tinggi badannya dengan putra kecilnya itu.

"Kan cita-cita Egan mau jadi Penamen!" ucap Regan kecil, sangat polos.

Kira-kira saat usianya sekitar 4 tahunan.

Wahdani memeluk putranya, dan menyuruhnya duduk dibangku taman rumahnya.

"Regan anak Ayah, kamu nggak boleh jadi pengamen, itu namanya bukan cita-cita!"

Regan memanyunkan bibirnya. Lalu melihat seekor burung terbang diatas langit.

"Ayah, bulung itu bagus ya, Egan jadi pengen bisa telbang kayak bulung itu!"

Wahdani tersenyum kearahnya. "Kamu juga bisa terbang kayak burung itu," ucap Wahdani membuat raut wajah Regan berubah bahagia.

"Iya sayang, kamu bisa terbang, mengendarai pesawat. Nah, si pengendara pesawat itu namannya Pilot. Itu baru cita-cita. Kalo mau, Egan harus jadi pilot, biar bisa terbang kayang burung itu. Jangan mau jadi pengamen ya."

"Iya Ayah, Egan kalo udah besal mau jadi pilot pokoknya. Halus. Nanti Egan telbang kayak bulung itu ... " Regan kegirangan.

"Iya, jadi Egan harus belajar yang pinter kalo mau jadi pilot."

Regan mengangguk bahagia dan memeluk Wahdani.

Bayangan masa kecil Regan terputar sekilas dipikiran Wahdani. Dia meneteskan airmatanya sambil menatap putranya yang terbaring tak berdaya.

Mengingat betapa inginnya Regan menjadi seorang pilot, itu membuat hati Wahdani terasa disayat silet tajam. Sangat menyakitkan. Sekarang, pilot hanya menjadi sekedar angan-angannya.

"Eh Tenteu, Winda hampir lupa. Kata anak SMAKAR cepet sembuh buat Regan katanya. Mereka fans-fansnya."

"Eeh siapa yang bilang?" Lina menyerngitkan kedua alisnya.

"Banyak Tanteu, tapi katanya nggak usah kasih tau namanya, ntar malu sama Tanteu pas Tanteu lagi ngajar"

"Mereka waktu malem Video Call sama Winda, pada nangis loh!"

"Yang bener? Lina dan Wahdani serempak.

Winda mengangguk mantap.

Lina merupakan guru bahasa inggris di SMAKAR. Wajar saja jika anak SMAKAR mengenal Regan. Tapi sepertinya mereka mengenal Regan karena pertandingan basket waktu itu.

"Anak SMANEJA juga banyak yang nge-Chatt  dan bilang gitu." sambung Wahdani.

"Gitu untungnya jadi cogan Om, Tanteu!"

***

Hasna bergulang-guling tak tenang dengan tidurnya. Ini sangat menyakitkan baginya. Tadi dia menangis sesenggukan. Bahkan disuruh makan sama bunda pun dia menolak, ini sangat menyakitkan daripada perihal putus cinta. 

"HASNAA!" teriak seseorang dibalik pintu kamar.

"AYO MAKAN DULU, MAMSKI NGGAK MAU KAMU KENA MAAGH!"

"MAMSKI NGGAK RELAA! AYO BUKAIN PINTUNYA!"

"HASNA, KELUAR ATAU MAMSKI POTONG UANG BULANAN KAMU?"

Hasna tidak memperdulikan teriakan Rani, Mamanya diluar sana. Bahkan ia tak peduli jika uang bulanannya dipotong, tidak masalah. Yang penting jika ia meminta untuk keperluan lain, Rani akan memberikannya.

"OKEE MAMSKI POTONG UANG BULANAN KAMU!"

"Silahkan Mamski, potong ajaa! Hasna lagi nggak mau keluar kamar." kini Hasna menyahut bersuara.

"Mamski curiga deh, sebenarnya kamu kenapa Hasna? Jangan-jangan kamu lagi nangisin cowok ya? Kenapa sii, dipitusin pac--" kalimat Rani menggantung karena Hasna buru-buru membuka pintu.

"Mamski Rani yang terhormat, yang paling Hasna sayangi dan cintai ... " Hasna merasa gemas.

"Sebaiknya Mamski  jangan teriak-teriak, berisik. Hasna jadi nggak bisa tidur." ucapnya lembut, masih merasa gemas.

Rani berkacak pinggang. "Sejak kapan kamu jadi begini?"

"Aduuh Mamski, Hasna lagi pusing. Mamski Hasna lagi nggak mau diganggu." Hasna menggerutu.

Rani menghela nafas berat lalu meninggalkan kamar putrinya.

"Huhh, Mamski nggak tau aja suasana hati Hasna yang sedang rapuh." lirih Hasna kembali menutup pintu kamar.

________________________

_VOTE

_KOMENTAR

Kalian wajib lakuin dua hal itu pokoknyaa^^

Selalu tunggu kelanjutan ceritanya yaa, Readers^^

SEE YOU NEXT PART..💕

Gai and Gan ✔ (ENDING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang