Cassé

14.3K 1.1K 24
                                    

Jisoo POV

Aku melihat Lisa kini berjalan menuju kamarnya. Ia tidak melihatku yang sejak tadi berdiri dibalik dinding dapur yang gelap, dan mendengarkan pembicaraan antara dirinya dengan Chaeyoung. Tadinya aku ingin membuat susu hangat, karna mataku sulit sekali terpejam. Tapi karna kulihat Lisa dan Chaeyoung sedang berbicara serius, aku memutuskan untuk tidak mengganggu mereka. Dan memilih untuk menunggu disini. Setelah memastikan Lisa telah masuk kedalam kamarnya, aku segera keluar dari persembunyianku dan medekati Chaeyoung yang masih menikmati red wine nya.

Eonnie, kau belum tidur?” tanya Chaeyoung yang menyadari kedatanganku. Aku segera beringsut duduk didepannya.

“Aku tidak bisa tidur…”

“Mau kubuatkan sesuatu, Eonnie?

“Tidak perlu, Chaeyoung-ah. Kau selalu melayaniku. Hmm, red wine boleh juga…” aku membatalkan niatku untuk membuat susu, dan segera beralih menuangkan anggur merah itu kedalam gelas bekas Lisa gunakan tadi.

“Bagaimana anak itu?” tanyaku kemudian setelah menyesap minumanku.

Better!” jawab Chaeyoung singkat, sambil menggoyang-goyangkan gelas wine nya. Aku tahu, suasana hatinya sedang gusar saat ini.

“Kau membohonginya, Chaeyoung-ah…”

“Hmm?” tanya Chaeyoung tak mengerti maksud pertanyaanku.

“Soal perasaanmu terhadap Jennie…”
Aku dapat mendengar ia menghela nafas panjang, dan kini menyandarkan punggungnya ke kursi. Ia tidak menjawab pertanyaanku, hanya sesekali sibuk memijit pelipisnya.

“Untuk apa kau melakukannya?”

“Karna dia sahabatku, Eonnie…”

“Aku rasa itu bukan alasan. Lalisa juga sahabat Jennie. Dan Jennie adalah sahabatmu. Kalian bertiga juga bersahabat denganku. Kita semua memang bersahabat, bukan?”

“Aku tidak ingin membuang waktuku. Mereka saling memiliki, itu sudah cukup memberiku alasan untuk membuatku tahu diri.” Chaeyoung menggelengkan kepalanya lemah. Kemudian menyesap anggur merahnya lagi.

Aku terdiam memperhatikan raut wajahnya. Ia patah hati, aku tahu itu. Seketika aku menyesali semua ini. Sebagai kakak tertua di grup ini, harusnya aku tidak membiarkan mereka saling jatuh cinta. Dan sekarang aku memahami, mengapa sajangnim selama ini membuat peraturan ketat soal status para idol nya. Beliau tidak ingin anak-anak didikannya terlibat dating, apalagi dengan rekan satu agency yang sama. Suasana akan tidak nyaman, dan khawatir akan berdampak buruk pada karir kami.
Tapi, aku lupa. Ini semua soal cinta dan perasaan. Siapa yang bisa mengendalikannya?
Selama ini aku juga menjadi saksi melihat perjuangan Lisa mendekati Jennie. Meski kadang ia mundur karna tak percaya diri, lalu kemudian maju lagi karna tak kuasa menahan rasa cintanya yang semakin membumbung tinggi. Begitu juga dengan Jennie, aku melihat sendiri, bagaimana Jennie berusaha mati-matian menahan dirinya agar tidak jatuh cinta pada anak itu. Ia melakukan segala cara agar Lisa mundur, tapi kemudian ia menangis sendiri karna tak tega melihat Lisa terluka.

Kami semua takut! Takut jika perasaan itu hanya akan membunuh kita nantinya. Dan sekarang gadis blonde ku yang manis ini, sedang tersiksa karna perasaannya yang tak berbalas.

“Hidup ini sangat lucu, bukan? Aku tidak pernah membayangkan menyukai seorang wanita… and now, I did it!” Chaeyoung tersenyum getir melontarkan kalimatnya. Ia menyesap lagi red wine nya dengan wajah datar. Aku tidak menjawab apa-apa, jujur saja aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk menenangkan Chaeyoung saat ini.

“Dan yang lebih lucu lagi, kau tahu apa itu, Eonnie?” aku tetap terdiam membiarkan ia meneruskan kalimatnya. “Wanita yang kusukai adalah Jennie Eonnie, pacar sahabatku. Sahabat yang benar-benar sangat dekat denganku… Fuck! Bodohnya aku membiarkan perasaan ini tumbuh...

Aku menunduk, tak tega mendengar suaranya yang bergetar. Ia pasti sedih sekali saat ini. Apa yang harus kulakukan?

“Kenapa harus dia, Eonnie? Kenapa bukan kau saja?”

Aku spontan mengangkat kepalaku. Aku tidak salah dengar, bukan? Untuk apa dia membawa namaku dalam penyesalannya? Seketika wajahku memanas. Tidak! Bukan karna aku marah, aku hanya merasa canggung dengan kalimatnya barusan.

“Jika kau yang kusukai, semuanya akan menjadi mudah. Dan saat ini aku pasti sudah menciummu Eonnie… haha… lihatlah, suasananya romantis sekali, bukan?”

Tidak! Ini tidak benar. Chaeyoung sedang sinting, sepertinya ia sudah mabuk.

Kajja Chaeyoung-ah, kau sudah mabuk! Aku antar kau ke kamar…”

No! Aku tidak akan mabuk hanya karna meminum wine, Eonnie…”

“Kau meminumnya satu botol, tentu saja kau akan mabuk, Chipmunk!” aku segera memapah tubuh Chaeyoung yang mulai sempoyongan. Dia hanya tertawa sambil bergumam tak jelas.
Gila! Cinta memang sangat kejam. Bisa membuat pikiran gadis lugu seperti Chaeyoung menjadi tidak waras.

Aku kesulitan memapah anak ini karna tubuhnya bergerak tak bisa diam. Dan saat aku berjalan menuju kamarnya, aku mendengar suara dari kamar Jennie yang letaknya persis disamping kamar Chaeyoung.

“Auuwww… Lili! Hahaha… hentikan! Geli… ahahahah…”

Aku berhenti memapahnya karna tiba-tiba saja Chaeyoung malah menahan tubuhnya. Aku menatap wajahnya yang kini kembali muram.

Eonnie, aku ingin tidur denganmu… can i?

Aku menghela nafas panjang. Lalu mengangguk padanya. Huftt… benar kata Chaeyoung, hidup ini terkadang sangat lucu. Kita seperti pemeran tanpa tahu apa sebenarnya peran yang kita inginkan. Dipermainkan oleh hal-hal konyol yang membuat kita tak bisa berlari, dan terpaksa menerimanya. Padahal, kita sendiri yang berkuasa atas hidup yang kita jalani. Namun, mengapa semua bisa menjadi rumit? Mengapa kita harus terjebak dalam lubang ketidakpastian hanya karna kekalahan dalam bercinta? Yang jelas-jelas cinta itu sudah menyakiti relung hati dan pikiran kita sendiri.
Saat ini, aku hanya bisa melihat pembuktian cinta dari adik-adikku. Tidak ada satupun yang salah disini. Mereka hanya seorang gadis muda yang menemukan cintanya. Dan hanya ingin melihat seseorang yang mereka sayangi, bahagia.
‘Preauve d’amour’.

Preuve d'amour (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang