HAAAATCIHH
HAAATCIIIIIIH
HAAAAATCUUU!
Kara menggosok pelan hidungnya yang terasa gatal. Sejak tadi gadis itu tidak bisa berhenti bersin yang menyebabkan hidungnya memerah karena terus digosok.
Kara masih berada didalam kamarnya. Malu untuk turun sarapan dengan kondisinya yang sekarang ini, apalagi melihat betapa merahnya hidungnya sudah seperti hidung milik badut taman bermain.
"Jangan bersin lagi dong, capek taHAAATCIIIH!" Kara mengulum bibir, tak tau harus melakukan apa. Gadis itu melirik jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan kirinya dan menghela napas lega.
Sekarang sudah pukul enam lebih empat puluh menit, yang artinya keluarga arsenio sudah selesai sarapan.
Kara menggendong tas hitamnya dan berjalan menuju pintu. Baru saja gadis itu ingin membuka pintu, tiba tiba seorang pemuda dari luar membuka pintu sambil membawa nampan yang berisi sarapan untuk kara.
"Kak alland?" Kara seketika menutup hidungnya agar alland tak dapat melihatnya. Bisa bisa ia ditertawai nantinya oleh makhluk bumi yang satu ini.
"Minggir dulu, pegel nih"
Kara mengangguk lantas menggeser tubuhnya yang menutupi pintu masuk. Alland berjalan masuk dan menaruh nampan diatas nakas.
"Ngapain berdiri disitu? Sini!" Alland duduk ditepi ranjang, mengibas ngibaskan tangannya menyuruh kara untuk mendekat kearahnya.
Kara berjalan dengan kedua tangan yang masih menutup hidungnya.
"Gausah ditutup. Gue tau idung lo pasti kayak badut taman"
Kara berdecih pelan. Tangannya turun berhenti menutup hidunhgnya.
Tawa alland tiba tiba pecah melihat wajah kara. Ia tidak menyangka hidung kara akan semerah itu.
Kara menutup kembali hidungnya, menatap pemuda yang kini tergelak diatas ranjang dengan tawanya yang cukup kencang. Kara menendang kaki alland kesal " Keluar sana!"
Tawa alland mulai mereda, ia duduk tegak dan menarik kara untuk duduk disampingnya.
Tangan alland menarik nampan yang berada diatas meja, menaruhnya diatas paha kara.
"Sarapan, terus jangan lupa minum obat" Alland berdiri, memasukkan satu tangannya kedalam saku celananya "Gue tunggu diluar, gue ada kuliah pagi"
Kara melirik sekilas kearah nampan kemudian mendongak menatap pemuda yang menjulang tinggi didepannya itu.
Alland melangkahkan kaki keluar menuju halaman mansion, menunggu kara disana untuk berangkat bersama.
Alland mengangkat sebelah alisnya ketika melihat mobil sean masih terparkir disamping mobilnya. Biasanya saudaranya itu akan berangkat pagi pagi menuju kantor.
Kedua bahu alland terangkat, tak memperdulikan apa yang dilakukan oleh saudaranya itu. Lagipula alland tak terlalu dekat dengan sean. Alland paling dekat dengan kenan dan darrel, itupun darrel sering keluar kesana kemari, entah pergi ke club atau tempat yang menurutnya menyenangkan.
Diantara mereka bertujuh, darrellah yang paling banyak menghabiskan uang setiap bulannya. Entah untuk keperluan apa, yang jelas bukan untuk kepentingan makanan karena dilihat dari postur tubuhnya yang kurus kerempeng. Maka dari itu darrel sering meminjam kartu kredit milik alland karena kartu kreditnya diblokir oleh gayatri ataupun riana karena kelewat boros.
Ngomong ngomong tentang darrel, dulu sewaktu kecil pemuda itu pernah melempar kepala sean dengan batu yang membuat sean menangis karena kepalanya mengeluarkan banyak darah, berebut mainan dengan darren hingga menggigit pipi darren karena tak mau kalah hingga pipi darren bergambar gigi susu milik darrel, memandikan laptop fino karena sedikit berdebu, menyembunyikan ponsel alland kedalam oven, untung saja ada salah satu pembantu yang mengetahui hal itu. Kalau tidak mungkin seisi rumah akan meledak karena ulah manusia yang satu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 PRINCE [END]
Ficção AdolescenteKara syazerra seorang siswi yang mendapatkan beasiswa di sekolah Arsen International High School (AIHS) Sekolah ini didirikan oleh keluarga Arsenio, tempat tinggal kara saat ini yang dihuni oleh 7 orang pria tampan dengan karakter yang berbeda beda...