52.| Keraguan.

456 36 80
                                    

°° Bukan tentang siapa yang lebih baik atau yang lebih menarik. Nyaman itu soal rasa °°

_____
_________________

****

Dinda termenung dibalkon kamarnya, pandanganya mengarah keramaian namun pikiranya nampak kosong, perkataan celia tadi siang cukup membuat hatinya tersentil, jika itu kebenaranya kenapa rizky tak mau menjelaskanya, bahkan tak berusaha menemuinya.

Ah tidak, dinda menggeleng keras, apakah dia sedang mengharapkan dia menjelaskan semuanya dan kembali seperti semua? Semua sudah berbeda, tak lagi sama.

Tiba tiba sebuah lengan melingkar dipinggangnya membuat gadis itu terjengkit kaget, namun beberapa hanya detik setelah mengenal parfum milik seseorang dibelakangnya.

" udah pulang bang?? " tanya dinda sembari menggenggam jemari marcell yang melingkar diperutnya.

Marcell berdehem membalasnya.

" kenapa malam malam disini, dingin loh cell "

Dinda menghela nafas dalam, lalu menoleh kesamping mengecup pipi abangnya singkat " pengen cari udara aja, kok abang belum tidur pasti capek kan? " lanjutnya sembati mengeratkan genggamannya.

" gimana mau tidur nyenyak, mau ditinggal acell nikah ini " dengus marcell kesall " tapi sehabis nikah tetep disini kan cell sesuai janji acell dulu, pokoknya meskipun acel udah nikah harus tetep jadi acellnya abang " lanjutnya posesif membuat dinda terkekeh pelan.

" abang ini, tentu dong acell nggak akan ninggalin abang, pasti kak reno juga ngerti kok " ucap dinda menenangkan.

" kamu nggak ambil cuti cell, kan sebulan lagi banyak persiapan yang harus kamu lakukan kan? Biasanya kan gitu kalau mau nikah ribet, kamu nggak cell" seru marcell polos membuat dinda tak bisa menahan tawanya.

" abang ini lucu ya? Sejak kapan abang suka lihat berita tentang pernikahan?? Jangan jangan abang juga udah ngebet pengen nikah kan kan?? Ayo ngaku bang " tuding dinda menggoda, membuat dirinya sendiri terkikik geli ketika tiba tiba marcell menggelitik perutnya setelah mendengar ejekannya barusan.

Puas melihat wajah merah adiknya karna lelah tertawa, marcell melepaskanya.

" bukan gitu cell ah, abang perhatian ini!! " dengus marcell kesal, lantas melepaskan dekapannya dan menarik adiknya untuk duduk dikursi yang ada dibalkon " semoga acell jadi istri yang baik ya buat suaminya ntar " lanjutnya dengan tatapan sendu.

Tentu saja, siapa yang rela melepaskan adik semata wayangnya, meskipun tetap tinggal satu rumah, dan tetap adiknya semua akan terasa berbeda, dinda, sang adik bukan lagi miliknya melainkan milik suaminya, mengabdikan seluruh jiwa raganya untuk sang suami. Sang imam bagi keluarganya.

Dinda tergelak, lantas menangkup wajah cemberut sang kakak " makanya cepet cari calon istri, biar rame nantinya dirumah, abang nggak sendirian nantinya kalau acell jalan jalan sama kak reno, masak mau abang jadi asap kalau kita bakar habis habisan? " dinda kembali tergelak ketika bibir sang kakak semakin terkerucut kesal terus saja mendengar ejekan adiknya, tak lama kemudian dinda berdehem pelan nampak serius menatap sang kakak lurus lurus " bang abang beneran belum ada yang abang taksir gitu?? " tanya dinda penasaran yang dibalas marcell gelengan cepat membuat dinda kembali mendengus kesall.

Kening dinda berkerut dalam seperti tengah berfikir serius, membuat marcell terkekeh lantas mengangkat jarinya untuk menghapus kerutan dikeningnya " mikir apa sih, kek serius benget ".

" sama tasya aja gimana bang? Dia sekarang tambah cantik lho, dewasa, cuma yaaa cerewetnya nggak ilang ilang " saran dinda serius. pikiran dinda kembali menerawang pertemuan pertamanya dengan sahabatnya itu sudah sekitar 4 tahunan dia tak bertemu sahabatnya paling cerewet itu, terlihat dewasa, bertambah cantik hanya saja cerewetnya juga bertambah.

Dendam & Cinta ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang