19.| kurangnya perhatian orangtua.

434 36 18
                                    

°° mata yang perih tidak kan bisa melihat dengan jelas, begitupun hati yang dikuasai amarah °°

____
________________

***
Semua kakak pasti menginginkan yang terbaik untuk adiknya, meskipun terkadang rasa jengkel itu pernah singgah, begitupun marcell lihat saja sekarang, jam sudah menunjukan angka 23.00 dengan tiba tiba dinda menceblak kamar kakaknya dan tanpa dosa langsung nimbrung diatas kasur kakaknya membuat marcell yang sudah tidur terjengkit kaget.

Setelah menajamkan matanya, marcell mendengus kesal " ya Tuhan, acell abang udah ngantuk " ucap marcell malas seraya mengusap wajahnya kasar.

Sedangkan dinda memasang wajah innocement lengkap dengan cengiranya, tanpa memperdulikan omelan abangnya dinda segera ikut masuk kedalam selimut yang marcell kenakan dan memeluk marcell dengan erat. Jangankan untuk mergerak, untuk bernafas saja marcell susah.

" mimpi apa kemaren malam aku cell, bisa mati abang kalau acell meluknya kekencengan "

" biarin, acell belom ngantuk sihh, abang enak enakan tidur, sengaja biar abang gak tidur "

Marcell menghela nafas panjang " iya iya abang temenin, tapi kendorin dikit cell, biar abang bisa gerak "

Dinda terkekeh pelan mendengar suara abangnya yang terdengar frustasi, akhirnya dinda pun merenggangkan pelukannya, tanpa disangka dinda, abangnya yang awalnya terlentang kini merubah posisinya menjadi miring menghadap dinda dan membalas pelukan adiknya.

Marcell membelai rambut dinda dengan lembut " cell "

" hm "

" jangan pernah tinggalin abang ya?? "

Dinda mendongak untuk melihat wajah tampan kakaknya, kedua sudut bibir dinda terangkat membentuk sebuah senyuman termanis membuat marcell mengerutkan keningnya heran, tangan dinda terulur kedepan wajah kakaknya untuk menjambak rambut kakaknya yang agak panjang terurai ke depan " jangan harap banggggg acell ninggalin abang " ucap dinda dengan gemas, membuat cengkramanya semakin kuat.

Marcell yang mendapat serangan yang tiba tiba tentu saja tidak sempat mengelak, marcell mencoba meraih tangan dinda namun semakin marcell ingin menariknya, cengkraman dinda semakin kuat, apalagi tawa lepas dinda yang terasa menyakitkan bagi marcell " cell, lepas sakit cell beneran loh sakit " rengek marcell seraya menampilkan wajah memelasnya.

Dinda menatap wajah kakaknya yang terlihat menahan sakit membuat tawanya terhenti, dindapun melepas cengkramanya " maaf bang, acell bercanda, jangan nangis dong " ucap dinda sembari kembali merengkuh tubuh kakaknya dan memelukanya dengan posesif, dinda tau betul kakaknya gak bakal nangis cuma gara gara rambutnya ditarik, hanya saja dinda ingin menggoda kakaknya itu.

Dengan gemas marcell mengacak acak rambut adiknya yang terurai di depan dadanya kamu adalah sumber kehidupanku cell, abang gak tau gimana hidup abang kalau gak ada acell.

" bang suatu saat kalau abang udah nikah, abang tetap tinggal sama acell dirumah ini kan??" ucap dinda tanpa merubah posisinya yang menurutnya sangat nyaman.

Marcell semakin mempererat pelukanya " tentu, kalau kita udah sama sama nikah, kita akan tetap bersama cell, cukup abang kehilangan mama dan papa, abang gak mau kehilangan harta satu satunya yang abang yang miliki, jangan pernah berfikir abang akan ninggalin acell, walaupun abang harus mati karna acell "

Dendam & Cinta ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang