GEA berdiri di depan gerbang dengan kesal. Ponselnya ia tempelkan pada daun telinga, menunggu panggilannya diangkat oleh Dimas.
"Kemana sih ini orang? Pake segala gak masuk sekolah lagi." gerutu Gea.
Tin!
Gea berbalik badan, kemudian mendengus saat melihat bahwa Andra lah yang ada di hadapannya sekarang.
"Mau bareng gak?" tawar Andra.
"Enggak."
Andra menggedikkan bahunya, lalu menutup kembali kaca helmetnya. "Yaudah, gue duluan."
Gea menghela napasnya saat melihat motor Andra yang sudah menjauh. Ia mencoba menelepon Dimas kembali. Tapi sekali lagi, panggilan itu hanya berdering tanpa ada yang mengangkatnya.
Gea menghentakkan kakinya dengan kesal. "Yaudah lah pulang sendiri aja gue."
Gea menelusuri jalan sendiri, sesekali kakinya menendang kerikil atau bahkan botol minuman. Kemudian, ia berhenti di halte untuk menunggu bus.
"Semoga busnya gak lama datengnya." harapnya.
"Sendirian aja, dek?"
Gea mendelik. Ia sangat tak suka jika ada orang dengan tampilannya yang aneh berbasa-basi kepadanya.
"Keliatannya aja gimana." jawabnya ketus.
Salah satu dari orang itu menyenggol temannya. "Buset, jutek amat, Bos."
"Main dulu mau gak? Daripada gabut 'kan di sini sendirian."
Gea tidak menjawab, ia hanya memasang wajah datarnya. Sebenarnya Gea sedikit takut, tapi ia tak boleh menunjukkannya di depan orang-orang kurang kerjaan itu.
Gea merasa risih. Ia beranjak, ingin pergi dari halte tapi salah satu dari tiga orang itu merangkul pundak Gea. Membuat Gea terkesiap, antara terkejut dan tak suka.
"Gak usah lancang ya, bangsat!" sentaknya.
"Wah gila, cantik-cantik galak banget. Gue suka nih yang galak-galak gini, bikin nafsu."
"Bajingan." umpat Gea.
Dengan berani Gea menendang perut orang yang dengan lancang merangkul pundaknya. Setelah itu, ia berlari menjauh dari ketiganya. Gea sangat cemas saat mengetahui ketiga orang itu mengejar dirinya.
"Apa-apaan sih ini, kayak di sinetron aja. Ada orang yang butuh pertolongan, tapi jalanan sepi gini." gumamnya sambil mempercepat langkahnya.
"Eh sombong banget sih, mau ditemenin malah kabur." teriak salah satunya yang memakai headband.
Kaki Gea sudah lemas, tapi jangan sampai Gea tertangkap dengan orang-orang tak beradab itu. Gea tidak mau dilecehkan.
"Ah!" Gea memekik saat lengannya berhasil ditangkap.
"Kalian ngapain sih? Jangan macem-macem ya! Gue mau pulang." teriak Gea.
Ketiga orang itu menyeringai. "Makanya kalo mau pulang, kita main cepat aja ya, cantik."
Keringat dingin meluncur di pelipis Gea. "Lepasin! Gila lo ya pada."
Gea ingin menangis rasanya saat tubuhnya ditarik paksa masuk ke dalam gang yang jalannya buntu. Di situ sepi sekali, Gea tidak bisa membayangkan gimana nanti nasibnya.
Akhirnya Gea tidak bisa lagi menahan air matanya. Ia mengeluarkan air mata sambil terisak kencang. Bayangan satu tahun lalu kembali berputar di ingatannya.
"Gue pulang dulu ya, Kak."
"Nanti dulu, Ge. Temenin gue dulu."
Gea mengerutkan dahinya. "Tapi yang lainnya udah pada pulang. Gue takut dimarahin Mama kalau pulang malem-malem."
Dimas nampak sedang menahan sesuatu. "Sebentar aja, temenin gue."
Kaki Gea refleks melangkah mundur saat Dimas mendekatinya.
"Ah, panas banget. Tolongin gue, Ge."
Gea menelan salivanya. "Kak, jangan kayak gini. Gue takut."
Mata Gea membesar saat Dimas berhasil memeluk tubuhnya. Tubuh Gea bergetar ketakutan, isakannya terdengar jelas.
"Gue mau pulang. Jangan kayak gini, Kak!" bentak Gea.
Gea mencoba mendorong Dimas, tapi dekapan Dimas terlalu kuat.
"Gue bakal benci lo seumur hidup kalo lo berani ngerusak gue!" teriak Gea panik saat Dimas menciumi lehernya.
Gea menyikut perut Dimas dengan kencang, lalu memukul pelipis lelaki itu dengan kaleng cola yang belum dibuka. Setelah itu, Gea berlari keluar dari apartemen Dimas.
Hari itu Gea bisa lolos, tapi entah bagaimana nasibnya hari ini.
Buk!
"Anjing, berani-beraninya lo pukul gue!"
"Kelakuan lo yang anjing karena udah berani macem-macem sama pacar gue."
Gea tidak bisa berkata apa-apa. Tubuhnya terjatuh saat orang-orang itu melepaskan cekalannya. Kakinya lemas, tidak bisa menopang tubuhnya yang semakin bergetar.
"Pergi! Sebelum gue matiin lo semua, setan!"
Sampai ketiga orang itu pergi, Gea masih saja terisak.
"Hei, it's ok. Gue di sini, tenang ya."
Gea memeluk lelaki itu dengan kencang, bahkan ia meremas jaket yang dikenakan lelaki itu. Bukannya menghentikkan tangisannya, Gea malah semakin kencang menangis. Membuat jaket yang dikenakan lelaki itu basah oleh air mata Gea.
"Gea takut, Andra." lirihnya.
Andra menatap iba pada Gea. Baru kali ini ia melihat Gea menangis ketakutan seperti ini. Andra semakin mendekap erat Gea, menunggu perempuan itu sedikit tenang.
"Mulai hari ini dan seterusnya, pulang dan berangkat sekolah sama gue. Gak ada bantahan." putus Andra.
______
To be continued...
Salam,
San❣
KAMU SEDANG MEMBACA
GEANDRA
Teen FictionIni tentang Gea dan Andra. Gea adik kelasnya Andra, sementara Andra kakak kelasnya Gea. Andralie Zafran, si kakak kelas tengil yang menyukai Sargea Wulandari. Punya setumpukan sepatu milik Gea, yang sayangnya hanya sebelah. Gea suka yang berbau Kor...