PUKUL enam kurang sepuluh menit, Gea sudah rapi dengan seragamnya. Di jam sepagi itu biasanya Gea masih bergelung di balik selimut hangatnya.
Gea berdiam diri di depan cermin riasnya, tangannya sibuk memasukkan baju seragam ke roknya. Selama ini Gea selalu melanggar aturan, salah satunya dengan mengeluarkan seragam dari roknya. Kini, perlahan Gea ingin mengubah dirinya menjadi lebih baik lagi. Seperti kata Mamanya, Gea harus bisa jadi anak yang dibanggakan orang tuanya.
Setelah merapikan seragamnya, Gea mengambil ikat pinggang yang ia taruh di atas meja rias, lalu memakainya.
Merasa penampilannya sudah rapi, kini Gea berjalan ke meja belajarnya. Ia mengambil tasnya, lalu mengeluarkan semua isinya.
Ia mengganti tas ransel yang sebelumnya hanya muat menampung dua buah buku tulis, dengan tas ransel yang lebih besar ukurannya. Lalu mulai merapikan buku-bukunya sesuai jadwal.
Gea meraih buku paketnya. "Bawa buku paket gak, ya?"
Setelah cukup lama menimbang-nimbang keputusannya, akhirnya Gea memasukkan dua buah buku paket.
"Bawa aja lah ya, kalo mau berubah 'kan jangan tanggung-tanggung." gumamnya.
Setelah selesai dengan barang-barang yang diperlukannya, Gea segera keluar dari kamarnya sambil menenteng kaus kaki yang baru diambilnya dari lemari.
Sampai di bawah tangga, Gea melirik sebentar ke arah meja makan. Di sana sudah ada Papanya yang sedang membantu Mama menata makanan di atas meja makan.
"Makan dulu, Nak." seru Papanya.
Gea menghampiri Papa. Begitu sampai di hadapan Papa, Gea menyodorkan kunci motor matic Mamanya dan juga kunci mobil milik Shaidan.
"Ini Gea kembaliin kunci-kuncinya. Tadi juga Gea udah transfer uangnya ke rekening Papa. Tapi maaf ya, Pa, Gea gak kembaliin semua. Sebagian udah Gea pakai, sebagiannya lagi Gea ambil buat ongkos berangkat hari ini."
Setelah itu Gea berjalan ke luar rumah, tak menghiraukan panggilan Mama dan juga Papanya.
Dengan terburu-buru Gea memakai sepatunya, lalu berlari ke luar gerbang. Gea terburu-buru melangkahkan kakinya. Dirinya tidak mau sampai ketinggalan bus lagi, dan berujung dengan godaan ‘bolos’.
Sesampainya di halte, Gea melirik jam tangannya. Jarum jam masih menunjukkan pukul 6.08. Bus yang akan ditaiki Gea baru akan tiba di halte pada pukul 6.15. Gea lebih memilih duduk di halte sendirian sambil memasang earphone di telinganya.
"Woy, ayang bep! Ngapain duduk sendirian di situ?"
Gea mengatur volume lagunya normal, tidak full, sehingga ia masih bisa mendengar panggilan dari orang yang masih duduk di sepeda motornya.
"Lagi mangkal gue." Gea menjawab asal.
Orang itu tertawa, lalu menghampiri Gea.
"Mau bolos ya lo?"
Gea mendelik. "Ngapain amat gue niat bangun sepagi ini cuma buat bolos."
"Mau bareng gue gak?"
"Emang lo sekolah di mana, Van?"
"Tadika Mesra."
Jawaban Revan membuat tangan Gea gatal ingin memukul kepala lelaki itu.
"Terserah lo, Mail!" balas Gea dengan ketus.
Revan tertawa. "Mau bareng gak nih? Sekalian gue juga mau ke rumah temen gue dulu."
Dengan cepat, Gea menerima tawaran Revan. Lumayan juga uang untuk naik bus pagi ini bisa ia simpan untuk jajan nanti. Masalah pulangnya, gampang saja, Gea bisa berjalan kaki saja dari sekolah ke rumahnya.
"Pegangan dong, bep!"
Gea memukul kepala Revan yang sudah terlindungi helmet.
"Jangan panggil gue kayak gitu! Gue bukan bebek."
Revan terkekeh di balik helmetnya. "Kok bebek sih? 'Kan panggilan kesayangan dari gue itu, ayang bep."
Sekali lagi Gea memukul Revan, kali ini pundaknya. Tadinya mau mukul punggung, tapi punggung lelaki itu terhalang oleh tas ranselnya.
"Belok kiri sekolahan gue, lo jangan bawa kabur gue ya!"
"Yaelah, Ge, gue 'kan gak tau jalan ke sekolah lo."
"Makanya nanya kalo gak tau, jangan nyelonong terus."
"Gue 'kan ngikut kemana arah angin berhembus, Ge." balas Revan tak mau kalah.
Gea mendengus, ternyata Revan masih secerewet dulu. Tentunya itu sangat menyebalkan bagi Gea.
"Udah, berhenti!" ujar Gea sambil menepuk kecil pundak Revan.
Motor matic Revan berhenti di depan sekolah Gea. Dengan segera Gea turun dari motor Revan.
"Makasih tumpangannya."
Saat hendak melangkah ke dalam sekolah, Revan menghentikkan langkah Gea.
"Ongkosnya dulu dong, neng."
Mata Gea melotot. "Eh, gak ikhlas amat lo nebengin gue."
"Gue gak minta duit kok, tenang aja."
Mata Gea memicing. "Minta apa? Jangan yang macem-macem."
"Gak macem-macem, satu macem aja kok." Revan berkedip, membuat Gea bergidik.
"Kiss jauh dong, Ge."
Gea sudah mengambil ancang-ancang untuk menghabisi Revan, tapi lelaki itu sudah lebih dulu melajukan motornya sambil tergelak karena sudah berhasil membuat Gea kesal pagi ini.
"Pagi-pagi gini setan udah muncul aja. Sabar, Ge, sabar." Gea bergumam sambil mengelus dadanya.
Gea berjalan masuk ke dalam sekolah, di pos satpam dekat gerbang sudah ada Pak Maman yang merupakan satpam sekolahnya, sedang duduk sambil menikmati kopi hitamnya.
"Pagi, Pak Maman."
Pak Maman menoleh. "Eh, ini tèh Gea?"
Gea mengangguk. "Iyalah, Pak. Emangnya siapa lagi? Mbak kunti gak mungkin kali muncul pagi-pagi gini."
"Nah justru eta! Tumbenan Gea tèh sudah sampai sekolah jam segini?"
Gea memutar bola matanya. "Yaelah, Pak, bukannya seneng saya rajin berangkat jam segini. Emangnya Pak Maman gak kesel apa liat saya telat terus?"
Pak Maman terkekeh. "Bapak mah malah terhibur lihat Gea telat terus, ketawa mulu Bapak kalau lihat Gea kejar-kejaran sama guru-guru di sini."
Gea ikut tertawa. "Ah Pak Maman bisa aja. Gea mau tobat nih, Pak, jadi anak rajin."
Pak Maman mengacungkan jempolnya. "Bagus itu tèh."
Setelah mengobrol dengan Pak Maman, Gea melanjutkan lagi langkahnya menuju kelasnya.
Di kelas belum ada siapa-siapa, berarti dia yang pertama datang. Jelas saja, ini baru pukul enam lewat dua puluh tiga menit. Biasanya anak-anak kelasnya, paling cepat akan datang ketika jarum jam menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit, atau jam setengah tujuh.
Gea duduk di kursinya, lalu menjatuhkan kepalanya di atas meja dengan lipatan tangannya yang ia jadikan bantal.
Gea menegakkan badannya saat suatu hal terlintas dalam pikirannya. Kemudian, ia mengambil ponselnya, lalu mengetikkan beberapa kalimat untuk dikirimkan kepada seseorang.
Kak, kayaknya gue butuh kerjaan. Tolong cariin ya! 6:25 am
Send.
_______
To be continued...
Salam,
San❣
KAMU SEDANG MEMBACA
GEANDRA
Teen FictionIni tentang Gea dan Andra. Gea adik kelasnya Andra, sementara Andra kakak kelasnya Gea. Andralie Zafran, si kakak kelas tengil yang menyukai Sargea Wulandari. Punya setumpukan sepatu milik Gea, yang sayangnya hanya sebelah. Gea suka yang berbau Kor...