23

925 48 0
                                    

"LO naro motor di sini?" Gea mengangguk, lalu turun dari motor Dimas.

"Dari kapan?" tanya Dimas lagi.

"Kemarin." Gea nyengir kuda.

"Yaudah ya gue mau ambil motor. Lo duluan aja Kak, thanks ya!"

Setelah melihat motor Dimas yang sudah melaju, Gea berbalik badan untuk menemui si Teteh yang punya warung. Tentunya tidak dengan tangan kosong, Gea barbar gini juga masih tahu diri. Kasihan si Teteh warung pasti kebingungan karena si pemilik motor tidak kunjung mengambil motornya kembali. Jangan sampai si Teteh menggadaikan motor kesayangan Mamanya ini, bisa diamuk tujuh hari tujuh malam Gea.

"Teh Ismi, maaf ya Gea kemarin gak ambil motor. Lupa kalo nitip motor, hehe." alibinya.

Si Teteh warung alias Teh Ismi menggeleng-gelengkan kepalanya, heran dia. Masa berangkat bawa motor, pulang bisa lupa kalo bawa motor.

"Gea ambil motornya ya, Teh. Makasih Teteh cantik. Nih Gea kasih kue manis, biar tambah manis."

Teh Ismi terkekeh. "Mulutmu itu yang manis, dek. Bisa aja atuh ngerayunya. Yaudah ini Teteh ambil ya, makasih dek."

Kemudian Gea mengambil motornya yang sudah Teh Ismi pindahkan ke teras rumahnya.

Baru saja Gea mengeluarkan motornya dari teras, hidungnya sudah terkena sosor sebuah pesawat kertas yang terbang ke arahnya.

"Wah enak banget ya bisa bolos. Gak sekolah udah pinter, Neng?"

Gea berdecih, ini makhluk astral emang suka tiba-tiba datang gini ya. Bikin mood Gea turun aja.

"Minggir! Gue mau balik."

Gea sudah bersiap untuk menjalankan motor maticnya, tapi lelaki di depannya ini malah terus menghalanginya.

Wah, minta ditabrak ini! rutuk Gea.

"Enak banget ya abis cabut langsung pulang."

Gea memutar bola matanya. "Bacot! Apa urusannya sama lo?"

Lelaki itu tersenyum miring. "Lapor Mama lo kayaknya seru nih."

"Andra! Sialan lo." Gea menggeram kesal.

Teman Andra yang bernama Zikri kemudian menepuk pundak Andra. "Ah gak dimana-mana kalo ketemu Gea lo godain mulu. Udah yok cabut, katanya mau nongkrong sama anak-anak."

"Entar malem aja gue nyusul. Mau ngurusin tuyul satu ini dulu." ujarnya sambil melirik Gea.

Gea melotot, ia melepas sepatunya lalu melemparnya ke arah Andra.

Andra mengelus perutnya yang terkena lemparan sepatu Gea. "Sakit anying. Untung gak kena yang bawah."

Zikri dan Aldo yang merupakan teman Andra terbahak mendengak perkataan Andra. Sementara Gea sudah memasang wajah galaknya.

"Ini tolong bawain motor gue dah ya. Gue mau anter Gea dulu." kata Andra sambil memberikan kunci motornya pada Zikri.

"Si tolol, gue bawa motor."

"Kasih Bayu dah, suruh bawain ke tongkrongan. Nanti gue nyusul."

Setelah itu Andra berjalan menghampiri Gea yang masih nangkring cantik di motornya.

"Lo mau ngapain?" Gea memberikan tatapan membunuhnya.

Andra nyengir. "Gue anter lo pulang. Ayo balik!"

"Apaan sih ah. Gak mau gue!"

"Gue telpon nyokap lo nih." Andra sudah ancang-ancang menempelkan ponselnya ke telinga.

"Sialan lo!" Gea merenggut sebal.

Andra tersenyum kemenangan, kemudian ia duduk di jok belakang motor Gea.

"Eh, enak aja main langsung naik. Ambilin sepatu gue itu!" Gea menatap nanar sepatunya yang hampir saja jatuh ke selokan.

"Mau dipakein apa pake sendiri nih?" Andra menaik-turunkan alisnya.

Tanpa sadar Gea berkata, "Pakein lah!"

Andra tersenyum semakin lebar, untung saja gak robek itu bibir.

"Siap, Nyai!"

Dengan telaten Andra memasangkan sepatu kiri Gea.

"Udah. Yok jalan!"

Kemudian Andra naik lagi ke motor Gea.

Gea menatap Andra lewat kaca spion. "Lo gue bonceng?"

"Iyalah. Gantian, gue mulu yang nyetir."

Gea memutar bola matanya
Ia memakai helmnya, lalu mulai menstater motornya.

"Peluk gak nih?" goda Andra.

"Tampol nih!"

Andra terbahak, membuat motor Gea berjalan dengan oleng.

"Diem ih, motornya jadi goyang-goyang. Nanti jatoh nih."

Andra diam, lalu melihat ke sekeliling jalan.

Beberapa menit kemudian, Andra menepuk pundak Gea dengan heboh.

"Ih sakit, bodoh! Lu ngapa sih?"

Andra menunjuk warung tenda di pinggir jalan. "Beli cendol yok, Ge! Aus nih gue."

Gea berdecak, dengan terpaksa ia meminggirkan motornya ke warung tenda penjual es cendol, daripada mati muda dia debat sama Andra di tengah jalan.

Setelah memarkirkan motornya, Gea berjalan mengikuti Andra.

"Lo mau gak, Ge?" tanya Andra.

Gea menggeleng. Kemudian Gea mencari tempat duduk, sementara Andra sedang memesan.

Tak lama kemudian Andra duduk dengan membawa segelas es cendol dan sepiring cilok bumbu kacang.

"Lo beneran gak mau, Ge?"

"Gak, udah kenyang."

Andra meminum cendolnya, lalu melirik Gea. "Enak loh, Ge. Seger banget."

Gea berdecak. "Udah ada makanan aja itu mulutnya masih nyerocos terus ya."

Kemudian Gea menyuap paksa cilok ke mulut Andra. "Tah, makan noh makan biar diem!"

Andra mengunyah makanannya hingga habis, lalu kembali berujar. "Gue diem deh kalo lo mau nyobain cendol ini."

"Bawel ih!"

Dengan terpaksa Gea mengambil gelas berisi cendol milik Andra, lalu menenggaknya.

"Gak pake sedotan, Ge?"

"Gak mau. Najis, bekas jigong lo."

Bukannya tersinggung, Andra justru terbahak.

"Yah gagal dong gue."

Gea mengerutkan dahinya. "Gagal apaan?"

Andra melirik kanan kirinya, lalu mendekatnya wajahnya ke telinga Gea.

"Gagal ciuman gak langsung sama lo." bisiknya.

Hening.

Otak Gea masih memproses.

1 menit kemudian,

"MESUM LO GILA!"

BRAK!

Selain nahan malu, Andra juga harus nahan sakit.

Sakit karena tendangan maut Gea.



_______

To Be Continued...







GEANDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang