31

747 51 3
                                    

GEA berjalan mondar-mandir di kamarnya sambil menggigit kuku ibu jarinya. Ia menatap kembali pada lembaran surat di tangannya, lalu berdecak dengan keras.

"Kasih enggak, ya?"

Sewaktu Bu Nur berkata agar Gea memanggil orang tuanya untuk datang ke sekolah, ia pikir hanya sebuah gertakan karena Bu Nur tidak memberinya surat panggilan orang tua. Tapi ia salah. Bu Nur mendatangi dirinya saat sedang beradu mulut dengan Andra, lalu tanpa basa-basi perempuan paru baya itu memberinya surat, yang sesungguhnya ingin Gea bakar saja rasanya kertas itu.

Gea tersentak saat tubuhnya terdorong oleh pintu kamarnya yang terbuka. Dengan cepat ia menyembunyikan surat itu di belakang tubuhnya.

"Ih, Mama ngagetin aja!"

"Eh, kok kamu bentak Mama gitu? Gak sopan."

Gea meringis, keterkejutannya membuat bibir Gea refleks berkata dengan intonasi tinggi.

"Maaf, Ma, gak sengaja. Lagian Mama kenapa gak bilang-bilang sih kalo mau masuk, Gea jadi kedorong pintu nih."

"Lagian kamu ngapain berdiri di belakang pintu gitu?"

Gea menghindari kontak mata dengan Mamanya itu. Sungguh, Gea gugup setengah mati.

"Ngapain sih kamu, Ge? Berdiri kayak patung gitu. Ayo ah, temenin Mama."

"Temenin kemana, Ma?"

"Ke rumah temen Mama, nganter kue buat ulang tahun anaknya."

Akhirnya Gea memberanikan diri untuk menatap Mamanya. "Mama kenapa sih masih nerima pesenan gitu? Padahal gaji Papa aja udah lebih dari cukup."

Mama mengelus pundak Gea. "Mama suntuk, Ge, kalau cuma duduk-duduk aja di rumah. Rumah ini sepi. Abang 'kan kuliah di Bandung, Papa suka lembur. Punya anak gadis juga sukanya kelayapan aja."

Bibir Gea mencebik. "Gea udah gak kelayapan kali, Ma. Gea masih sayang uang jajan Gea, gak mau kena potong terus."

Mama berdecak. "Iya, tapi sekalinya di rumah, kamu di kamar mulu. Emang ngapain sih di kamar mulu? Jaga lilin?"

Gea tertawa. "Dih, Mama apaan sih."

"Yaudah, Mama tunggu kamu di bawah aja ya. Awas kalo gak mau nemenin Mama, Mama potong lagi uang jajanmu sampai hangus!"

Gea memutar bola matanya. "Iya, iya."

Gea menutup pintu kamarnya saat Mamanya itu sudah keluar, ia mengelus dadanya sambil menghembuskan napasnya.

Gea mengangkat suratnya. "Enggak usah dikasih ah, besok gue bolos aja."


•••

Gea menatap ke sekeliling komplek perumahan yang ia datangi bersama dengan Mama tercintanya itu. Dengan menenteng dua kantung plastik yang berisi box kue, ia mengekor di belakang tubuh Mamanya yang sudah berdiri di depan rumah temannya yang memesan kue.

Ketika pintu sudah dibuka, dengan sopan Gea menyalami wanita yang seumuran dengan Mamanya itu.

"Ayo masuk dulu, ngobrol-ngobrol dulu kita." ajak teman Mamanya itu.

Gea menggerutu dalam hati. Biasanya kalau sudah ditawari mampir begini, Mamanya itu bakalan lama di rumah temannya, kebiasaan ibu-ibu pasti lupa waktu jika sudah menyangkut pergosipan.

Gea selalu malas kalau sudah disuruh menemani Mamanya itu ke rumah temannya. Kalau bukan karena mengingat masalah surat panggilan orang tua, Gea tak akan mau menemani Mamanya ini. Gea jadi ingat dosa kalau sudah terbayang-bayang dengan surat panggilan orang tua itu.

"Yasudah aku pamit ya, Fatma. Semoga anakmu suka sama kue buatan aku ya."

Bu Fatma tersenyum. "Oh selalu suka dia sih sama kue buatan kamu, 'kan aku sudah sering beli di kamu."

Gea mendesah lega, akhirnya Mamanya itu mengakhiri gosip-gosip terkininya. Rasa-rasanya mata Gea sudah mau ketutup saking ngantuknya.

"Ih, muka kamu beler gitu. Ngantuk kamu, ya? Awas aja kalau nyetirnya nabrak-nabrak."

Gea membukakan pintu mobil yang terparkir di depan rumah Bu Fatma untuk Mamanya itu.

"Enggak ngantuk, Ma. Ayo naik!"

"Eh, Gea! Oh, halo Tante." Andra menyalami punggung tangan Mamanya Gea.

"Lho, Nak Andra ngapain di sini?"

"Rumah Andra di komplek sebelah, Tan. Gak jauh dari komplek sini. Ini tadi habis main di rumah teman." jelas Andra.

Gea berdecak sebal sambil menutup pintu mobil penumpang depan dengan kencang. Padahal belum lama ini Gea ke rumah Andra, tapi kenapa ia bisa lupa kalau rumah Andra ternyata tak jauh dari rumah teman Mamanya.

Gea mengamati Mamanya dan Andra yang sedang ngobrol dengan akrab. Sebenarnya ia cemas, takut Andra kelepasan membahas perihal surat panggilan orang tua itu.

Mata mereka beradu, dengan cepat Gea memberi kode mata kepada Andra agar tak membahas masalah Gea di sekolah. Sangat disayangkan, di mata Gea, Andra sangat bodoh karena tak menangkap kode darinya.

Andra menatap heran Gea. "Kenapa, Ge? Kok kedip-kedip gitu."

Mamanya itu menatap Gea tajam. "Heh, mata kok genit gitu pake segala kedip-kedip. Memang situ cakep?"

Gea memukul dahinya keras-keras. Mulut Mamanya itu kenapa selalu bikin Gea malu sih. Ini si Andra juga kenapa malah ketawa, Gea 'kan jadi speechless.

"Oh iya, Tan. Tadi Bu Nur kasih pesan, kalau mau ke sekolah jam sepuluhan aja, soalnya guru-guru mau rapat dulu. Tadi Gea abis dikasih suratnya langsung ngacir sih, padahal Bu Nur belum selesai ngomongnya."

Gea melotot. Untuk hal ini, Gea lebih baik mendengar suara tawa mengejek Andra deh daripada dengar mulut ember Andra.

Ingatkan Gea untuk menghajar Andra ya, Gengs!


_______

Helauuu....

Minal aidzin wal faidzin yaaa semuaaaaa, mohon maaf lahir dan batin🙏

Sampai jumpa di part selanjutnya💕

Bubay👋

Salam,

San❣






GEANDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang