09

1.2K 77 0
                                    

ANDRA membolak-balikan dua sepatu di tangannya. Dua sepatu loh ya, bukan sepasang.

"Itu anak punya sepatu berapa sih? Holang kaya mah bebas ya mau buang sepatu sebanyak apapun." gumam Andra.

Andra meletakkan sepatu sneakers berwarna putih ke kursi kosong di sebelah kirinya.

Sementara sepatu kets berwarna navy ada di tangannya. Kepalanya mengintip ke dalam sepatu tersebut.

"37. Buset dah, mungil amat!" pekiknya tak percaya.

"Abang!"

Andra berjengit saat pintu kaca yang menghubungkan dapur dengan halaman belakang terbuka. Di sana sudah muncul dua gadis mungil yang memiliki wajah serupa.

"Ngagetin Abang aja sih, dek. Sini-sini, duduk sama Abang."

Andra mengangkat tubuh Shaina untuk didudukkan di paha sebelah kirinya, sementara Naina duduk di paha sebelah kanan Andra.

Andra menciumi pipi gembul Shaina dan Naina secara bergantian. "Ngapain cari Abang, hm?"

Naina menepuk-nepuk kepala Andra yang sedari tadi menciumi pipinya. "Abang. Na, geli."

Andra terkekeh. Lalu beralih kepada Shaina. "Shaina nyariin Abang ada apa?"

"Abang suluh Mami cama Papi matan," jawaban Shaina membuat Andra tertawa gemas.

"Apa dek? Mantan?" tanya Andra dengan geli. Sebenarnya ia sudah tahu apa maksud perkataan gadis berumur tiga tahun itu.

Shaina yang memang belum terlalu mengerti ucapan Andra, hanya mengangguk-anggukan kepalanya. "Iya Abang. Ma'em."

"Mami asak ayang, Bang." tambah Naina yang malah membuat tawa Andra semakin pecah.

Dengan gemas Andra menciumi pipi Naina yang memang lebih terlihat gembul dari kakaknya, Shaina. "Ayam, Na, not ayang."

Duh, kalau sudah ada kedua adiknya itu, Andra jadi awet muda deh karena terlalu banyak tertawa. Gemas deh Andra jadinya.

"Andra."

Andra menghentikan tawanya, dengan cepat ia menoleh ke pintu kaca yang terbuka. "Kenapa, Mi?"

"Dicariin dari tadi juga. Ini juga Shaina sama Naina 'kan Mami suruh panggil Abang, malah ikut-ikutan nangkring di sini," Maminya itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ayo makan!" lanjutnya lagi.

Andra membenahi kedua sepatu yang tadi ia pegang, tangannya membuka kotak berwarna silver, lalu memasukkan kedua sepatu itu di dalamnya.

Tangannya menggandeng lengan kedua adiknya. "Ayo Sha, Na, kita makan!"

Shaina dan Naina mengangguk semangat. "Ets go Abang, tita matan!" seru keduanya dengan riang, membuat Andra terkekeh.

"Aduh dek. Let's go kok jadi ets go. " Andra tertawa.

•••

"Abang,"

"Abang ih. Abang ganteng banget deh, kayak Park Chan yeol. Bagi hotspot dong, Bang." Gea bergelayut manja di lengan Shaidan yang lagi asik dengan buku biologinya.

"Gea jangan gangguin Abang deh. Abang lagi belajar nih!" sentak Shaidan.

Gea melepas rangkulan tangannya di lengan Shaidan, bibirnya mengerucut. "Pelit. Jahat! Padahal besok udah mau balik ke Bandung, tapi malah jahat gitu sama gue." gerutu Gea.

Shaidan menghela nafasnya, lalu menutup buku yang dibacanya. "Yaudah, yuk!"

Gea mengernyit melihat Shaidan yang sudah memakai jaket jeansnya. "Mau ke mana, Bang?"

Shaidan menatap Gea. "Gak mau Abang beliin kuota?"

Gea tersenyum lebar, hingga matanya menyipit. "Mau! Aaaa sayang Abang!"

Setelah itu Gea lari ke luar kamar Shaidan untuk beranjak mengambil jaket di kamarnya.

Sementara Shaidan hanya geleng-geleng saja melihat kelakuan sang adik. Kalau sudah berurusan sama kuota aja langsung sumringah deh itu si Gea.

Tak lama kemudian, kepala Gea mencuat dari balik pintu kamar Shaidan yang terbuka setengah. "Ayo Bang. Keburu tutup entar konternya."

Shaidan mendengus. Lalu mulai berjalan ke luar kamarnya.

"Mau ke mana Gea?" tanya Papanya yang sedang membaca koran di teras rumahnya.

"Mau ke konter, beli kuota. Abang yang beliin." Gea masih mempertahankan senyum sejuta wattnya itu.

Mamanya datang membawakan secangkir kopi hitam untuk Papa. "Jangan malam-malam pulangnya. Abang kamu 'kan besok harus balik ke Bandung."

Shaidan merangkul pundak Gea. "Iya Ma gak malem-malem kok. Berangkat dulu ya?" Shaidan menyalimi tangan Mama dan Papanya, diikuti dengan Gea.

Gea melambai-lambaikan tangannya ke hadapan sang Ratu dan Raja. "Dadah Mama, dadah Papa. Gea mau kencan sama Bang Idan dulu. Mama sama Papa yang mesra ya pacarannya."

Shaidan hanya menepuk pelan jidatnya itu. Sementara Mamanya itu sudah berkacak pinggang, ditambah dengan pelototan tajam khasnya.

Gea terkikik geli saat sudah di dalam mobil. "Senangnya dalam hati, kalo berhasil ngejailin Mama."

"Seneng banget kalo udah buat Mama kesel. Kualat nanti lho, Ge." tegur Shaidan.

Gea hanya nyengir, menampilkan gigi gingsulnya. "Sekali-kali lah, Bang."

Shaidan terperangah. Sekali-kali katanya? Iya sekali, sekali dalam sehari.

_______

Pendek dulu gak papa kan ya?

Sausan lelah😂

Si kembar Shaina dan Naina minta bintangnya boleh?😳





GEANDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang