"GEA, di suruh Mama ke bawah. Makan malam dulu, Papa juga udah nunggu tuh!"
Gea berjalan menuju pintu dengan langkah gontai. Setelah itu ia meraih knop pintu, lalu membukanya.
Terpampang lah wajah asem Abangnya itu.
"Apaan sih?"
Shaidan berdecak. "Makan! Kalo lo mati 'kan entar nyusahin gue, bokap sama nyokap!"
Gea mendengus, lalu berjalan tertatih mendahului sang Abang yang sudah menggerutu.
Sesekali Gea berdecak sebal saat merasakan ngilu di sekitar dengkul dan pinggangnya. Ternyata insiden jatuhnya itu masih membekas pada sekitaran tubuhnya.
"Aduh sakit banget nih! Kaki sakit, tangga rumah jadi berasa kek tangga Piramida Mesir!" kata Gea dengan suara yang sengaja ia keraskan, mau ngekode Abangnya maksudnya.
Gea menganga saat Abangnya itu malah berjalan melewatinya yang masih di ambang tangga paling atas.
Gea yang tak kehabisan akal itu akhirnya memilih duduk di lantai, tangannya memijit-mijit kakinya dengan dramatis.
Shaidan yang sudah di anak tangga ketiga dari atas itu, membalikkan badannya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya melihat sang adik yang memulai aksi dramanya.
Dengan berat hati akhirnya Shaidan menghampiri adiknya itu.
Setelah sampai di hadapan Gea. Shaidan berjongkok memunggungi Gea.
Gea memukul pelan punggung Abangnya itu. "Ngapain, Bang?"
Shaidan mendengus. "Gak usah pura-pura gak tau deh. Udahan dramanya!"
Gea nyengir, lalu mulai menaiki punggung lebar Shaidan. Dengan hati-hati Shaidan berdiri, kakinya mulai menuruni anak tangga satu persatu.
"Lo berat banget sih? Kebanyakan dosa nih," Shaidan menggerutu.
Dengan songongnya Gea menoyor kepala belakang Shaidan. "Mulut lo, Bang! Badan langsing gini dikata berat."
Shaidan menggoyang-goyangkan badannya ke kanan dan ke kiri, membuat Gea menjerit, tangannya mencekik leher Abangnya itu.
"Abang ih! Pelan-pelan, Gea gak mau mati di tangga kayak gini ah, Abang!" teriak Gea yang sekarang sudah menutup matanya.
"Lo yang bikin gue mau mati! Tangan lo Gea, astaghfirullah. Tangan lo nyekik leher gue wey! Aduh Gea mati nih gue, mati!" pekik Shaidan tak kalah kencang.
Gea menepuk-nepuk punggung Shaidan. "Makanya jangan muter-muter, Abang ih! Gea pusing!"
"WEH WEH JANGAN OLENG BANG! ADUH ADUH JATOH INI MAH ADUH, MAMA!"
Shaidan meringis dikala Gea mulai mengeluarkan suara emasnya itu. Bukannya apa-apa, masalahnya adiknya ini teriak di dekat telinganya.
'Kan kasihan itu telinga Shaidan. Ini tuh telinga, bukan cantelan panci milik Mamanya itu.
Prang!
Gludak!
Glontang!
Bisa tebak musibah apa yang sedang dialami oleh kakak-beradik itu?
"Bukannya cepetan ke meja makan. Udah tau Mama sama Papa udah lapar. Kalian malah ribut kayak begini! Kalau tetangga pada ke sini gimana? Malu! Udah gede juga!" Mamanya itu berkacak pinggang, nafasnya sudah ngos-ngosan kayak habis lari maraton.
Gea beranjak dari punggung Abangnya itu. Tangannya mengelus-elus lengannya yang terkena sambitan panci oleh sang Mama.
Sementara Shaidan sendiri masih tengkurap di lantai, tangannya mengusap punggungnya yang terasa remuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEANDRA
Teen FictionIni tentang Gea dan Andra. Gea adik kelasnya Andra, sementara Andra kakak kelasnya Gea. Andralie Zafran, si kakak kelas tengil yang menyukai Sargea Wulandari. Punya setumpukan sepatu milik Gea, yang sayangnya hanya sebelah. Gea suka yang berbau Kor...