Haloo, ada yang masih nunggu?
Happy reading ya, Gengs!
°°°
"GAK apa-apa nungguin gue selesai kerja dulu?"
Brita mengangguk. "Gak apa-apa lah. Gue malah terima kasih banget sama lo, udah mau bantuin gue."
"Yaudah gue tinggal dulu, ya? Bang Idan bentar lagi otw, kok." Brita mengacungkan ibu jarinya.
Sesampainya di dapur, Dimas menghampiri Gea yang akan mencuci peralatan makan.
"Brita ngapain, Ge?"
"Kepo deh." jawab Gea tanpa mengalihkan atensinya dari piring di tangannya.
"Enggak bikin masalah lagi, 'kan?"
Gea menggeleng. "Enggak, tenang aja. Balik kerja lagi sana."
Dimas memegang pundak Gea. "Kalo ada apa-apa, bilang gue aja ya."
Gea menghela napasnya, lalu mendorong Dimas agar melanjutkan kembali pekerjaannya.
"Iya, Kak. Bawel banget, sih."
"Eh, eh. Tangan lo masih ada sabunnya." kata Dimas sambil menunjuk bajunya yang terkena busa sabun.
Gea nyengir. "Makanya pergi sana, mau gue peperin sabun?"
Dimas mengacak sekilas rambut Gea. Setelah menurunkan tangannya dari kepala Gea, matanya menyipit. Memperhatikan telinga kanan Gea.
"Lagi trend ya, pake anting cuma sebelah?"
Wajah Gea cemberut, kembali mengingat perkataan menjengkelkan dari Andra. Tadi siang, Gea memilih tak melanjutkan pencariannya. Gara-gara Andra yang coba-coba mengambil kesempatan dalam kesempitan, Gea jadi tak mood mencari pasangan antingnya itu.
"Ilang." katanya singkat.
"Oy, anak muda. Kerja, jangan pacaran terus!"
"Iya, Pakde. 5 menit lagi." jawab Dimas.
"5 menit palamu, dikira ini cafè punyamu toh. Potong gaji, nih."
"Iya, Pakde, iya."
Dimas kembali menoleh ke arah Gea yang sudah sibuk dengan pekerjaanya.
"Ge, gue kerja dulu ya? Jangan kangen."
"Belum aja ini piring melayang ke muka Kakak."
Dimas terkekeh, lalu pergi untuk melanjutkan tugasnya lagi.
Tak sengaja pandangan Gea mengarah ke cermin yang ada di dinding, di atas wastafel.
Bibirnya mengerucut. "Gak cantik banget make anting cuma sebelah."
•••
"Jangan pada masuk, inget! Tunggu di sini."
Gea memutar bola matanya, jengah. "Iya, Abang. Dari di mobil tadi bawelin itu mulu."
"Namanya juga khawatir. Lo 'kan bandel, kalo dibilangin susah."
"Iya, iya. Buru masuk, Bang, udah malem banget nih."
Brita dan Gea menunggu Shaidan sambil harap-harap cemas. Semoga saja Shaidan bisa berhasil menemukan siapa yang berlaku tidak senonoh terhadap Brita.
"Maaf nih ya, Brit. Orang tua lo tau kalo lo udah dilecehin gini?" tanya Gea hati-hati.
Brita mengangguk. "Gue udah diusir. Orang tua gue kecewa banget sama gue."
Gea mengerutkan keningnya. "Kok gitu? 'Kan lo gak secara suka rela ngelakuin itu, bilang lah kalo lo cuma korban."
"Tetep aja gue yang salah, Ge. Gue udah hilangin kepercayaan orang tua gue dengan pergi ke club gini. Kalo waktu itu gue gak ikut ajakan temen gue, gak mungkin ada kejadian kayak gini."
"Terus lo tinggal di mana?"
"Numpang di kost-annya sepupu, untungnya dia mau nerima gue."
"Semoga cepet ketemu ya, Brit, pelakunya. Walaupun kehormatan lo gak bisa balik kayak semula, tapi seenggaknya orang itu harus tanggung jawab."
"GEA! CEGAT COWOK ITU, DIA PELAKUNYA."
Gea kelimpungan setelah mendengar teriakan Shaidan. Saat melihat laki-laki yang dimaksud Shaidan sudah dekat dengannya, Gea menjulurkan kakinya, membuat laki-laki itu jatuh tersungkur.
Saat Gea ingin menarik kerah laki-laki itu, tubuhnya sudah lebih dulu di dorong. Laki-laki itu berhasil kabur ke parkiran, mengambil mobilnya.
Gea bangkit, lalu berlari keluar pelataran club. Menghadang jalan keluar.
"Gea, jangan dikejar! Bahaya, Ge." teriak Brita.
Shaidan juga berteriak kala adiknya itu sudah merentangkan tangannya, mencoba menghentikkan mobil milik laki-laki itu yang malah semakin menambah kecepatannya.
Shaidan berlari, ingin menghampiri Gea. Tapi terlambat, hantapan besi itu membuat adiknya terlempar jauh dari tempatnya berdiri.
Beruntungnya, mobil laki-laki itu berhenti setelah menabrak Gea. Dengan cepat Shaidan menghampiri mobil berwarna merah itu sebelum laki-laki itu kembali melarikan diri.
Prang!
Dengan wajah memerah Shaidan meninju kaca mobil milik laki-laki itu.
"BRITA, LO BAWA ADIK GUE KE RUMAH SAKIT! GUE MAU URUS BAJINGAN INI DULU."
Dengan keadaan yang masih syok, Brita mencoba memanggil taxi. Tangannya bergetar hebat, ia tak ingin mengambil resiko dengan menyetir mobil Shaidan.
"TURUN, ATAU LO MAU GUE BAKAR INI MOBIL LO?"
Selama dua puluh satu tahun dia hidup, baru kali ini ia seemosi ini. Shaidan anak yang tidak pernah bermasalah, baik di sekolah maupun di lingkungan rumahnya. Tapi ini menyangkut nyawa adik satu-satunya, tak akan Shaidan biarkan laki-laki ini lepas begitu saja.
Setelah laki-laki itu keluar dari mobilnya, dengan dada yang menggebu-gebu penuh emosi Shaidan meninju wajah laki-laki itu.
1 hingga 3 pukulan, Shaidan tak kunjung berhenti. Jika hanya 1 sampai 3 pukulan, Shaidan merasa belum puas. Ini tak setimpal dengan apa yang dialami oleh adiknya.
"Bajingan! Meski gue pengen ngebunuh lo, gue gak akan biarin lo mati. Masih ada tanggung jawab yang harus lo tanggung, sialan!"
Shaidan menyalakan ponselnya, lalu menelpon seseorang.
"Bantuin gue, nanti gue sharelock."
Setelah itu, Shaidan mematikan sambungannya. Setelah mengirim lokasinya saat ini, ia kembali memasukkan ponselnya ke saku celana jeans-nya.
_____
Gatau kenapa lagi bikin projek buat ujikom tiba-tiba kepikiran buat nulis part ini. Mungkin lg mumet sama ujian sekolah 😭
Semoga suka ya.
Sampai jumpa kembali di bulan Mei😀
Salam,
San❣

KAMU SEDANG MEMBACA
GEANDRA
Teen FictionIni tentang Gea dan Andra. Gea adik kelasnya Andra, sementara Andra kakak kelasnya Gea. Andralie Zafran, si kakak kelas tengil yang menyukai Sargea Wulandari. Punya setumpukan sepatu milik Gea, yang sayangnya hanya sebelah. Gea suka yang berbau Kor...