GEA mengelus perutnya yang kekenyangan. Tadinya Gea hanya memesan seporsi pancake, tapi entah karena lapar atau tergugah mencoba masakan lain, iapun memesan menu lainnya.
Gea berdiri, lalu beranjak pergi setelah membayar pesanannya. Walaupun harga makanan yang dipesannya cukup menghabiskan setengah uang bulanannya, Gea tak senakal itu untuk kabur dari kafe tersebut tanpa membayar pesanannya. Bisa jadi buronan dia.
Saat hendak membuka pintu, tubuhnya sudah lebih dulu terdorong pintu kaca oleh orang yang ingin masuk ke kafe tersebut.
"Woy, bisa gak sih— loh, Kak Dim?"
Dimas mengerutkan dahinya. "Gea, gak sekolah?"
Gea menggaruk belakang telinganya. "Anu, gue bolos."
Dimas terkekeh sambil menggelengkan kepalanya, gemas dengan tingkah Gea yang tak pernah berubah.
Mata Gea menyipit, meneliti pakaian Dimas yang tertutup jaket bombernya. "Lo sendiri gak sekolah?"
Dimas menaikkan sebelah alisnya. "Menurut lo?"
Gea berdecak. "Nah lo aj—"
"Mas, Mbak, kalau mau pacaran jangan di depan pintu dong. Ngehalangin yang mau masuk nih."
Gea melebarkan matanya, sungguh ia malu.
Dimas menengok ke belakang, lalu membungkuk meminta maaf. Setelah itu, ia menarik lengan Gea keluar dari café.
"Loh, kok pergi? Bukannya tadi lo mau masuk?" tanya Gea saat mereka sudah berhenti di sebuah tempat adem yang ditumbuhi banyak pepohonannya.
"Hee, kok rame anak kecil? Gak pada sekul apa ya?" Gea menggaruk kepalanya.
Dimas tertawa, lalu menarik Gea agar duduk di bangku panjang yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Setelah duduk, suasana canggung tiba-tiba menyapa mereka. Membuat Gea salah tingkah.
"Ge,"
Jantung Gea serasa ingin melompat keluar saat mendengar suara Dimas. Gea hanya menjawab dengan deheman.
"Gimana kabar lo?" tanya Dimas.
Gea mengerutkan hidungnya. "Aelah, pertanyaannya kaku amat sih. Santuy aja napa, Kak."
Kata-kata Gea mencairkan suasana, terbukti dengan Dimas yang sudah tertawa.
"Oke-oke, kita ngobrolnya santai aja ya, Ge." Gea mengangguk.
"Lo kenapa bolos?"
Keduanya saling berpandangan, lalu tertawa dengan keras, tak memedulikan sekitarnya. Mereka merasa konyol dengan pertanyaan yang keluar dari mulut keduanya dengan berbarengan.
"Copas lo, Kak." Gea mendorong bahu Dimas.
Dimas pun mendorong bahu Gea pelan. "Lo aja kali yang baca pikiran gue."
Gea terkekeh. "Mana bisa, gue bukan cenayang."
Dimas berdehem, mencoba menghilangkan sisa tawanya.
Ia menoleh pada Gea. "Bosen sekolah lo?"
Gea mengangguk, membuat Dimas menoyor dahinya dengan gemas.
"Terus maunya ngapain? Mulung?"
Gea mendengus. "Ngaca dong, Pak Bos! Lo sendiri aja masih suka bolos-bolosan. Padahal udah kelas 12. Seharusnya rajin-rajin sekolahnya, udah bangkotan masih aja bertingkah."
Dimas tertawa kencang mendengar serentetan nyinyiran dari Gea. Gea ini sangat cerewet kalau lagi ceramahin orang.
Dimas menghentikkan tawanya, lalu berdehem. "Masih pagi nih kalo mau balik. Jalan-jalan, yok!"
KAMU SEDANG MEMBACA
GEANDRA
Ficção AdolescenteIni tentang Gea dan Andra. Gea adik kelasnya Andra, sementara Andra kakak kelasnya Gea. Andralie Zafran, si kakak kelas tengil yang menyukai Sargea Wulandari. Punya setumpukan sepatu milik Gea, yang sayangnya hanya sebelah. Gea suka yang berbau Kor...