42

326 39 8
                                    

JIKA ada yang bertanya apa yang paling disukai Gea di dunia ini, Gea akan menjawab dengan lantang, "REBAHAN". Sungguh rasanya Gea tak ingin beranjak dari empuknya kasur seharian ini. Rasa lapar yang bergejolak tidak ia pedulikan, ia hanya butuh mengistirahatkan badannya yang sudah terasa remuk ini.

"Gea, kok gak keluar-keluar dari kamar? Gak makan?"

Itu suara Mama yang bertanya dari luar kamar Gea. Gea mendengar, tapi tak kuasa untuk sekedar menjawab pertanyaan Mamanya.

Sekali lagi, suara ketukan terdengar bersahutan dengan suara Mama lagi.

"Ge, ih kamu mah kebo banget. Molor mulu, bangun atuh!"

Mama menggelengkan kepalanya saat tak mendapati suara putrinya. Karena geram karena merasa dicueki, akhirnya Mama membuka pintu kamar Gea yang kebetulan tidak dikunci karena lupa Gea kunci saking terburu-burunya ingin bertemu dengan ranjang yang nyaman.

Mama berkacak pinggang. "Nah nah, masih tidur juga anak ini."

"Bangun, Ge! Ada Abang di bawah."

Mata Gea perlahan terbuka, bibirnya bergumam tidak jelas.

"Udah siang gini, kamu gak pusing apa tidur lama banget?"

"Capek banget Gea, Ma." gumamnya.

"Abang pulang tuh. Masa kamu mau tidur terus sampe malem? Bangun ya, nanti turun."

Gea hanya mengangguk samar. Begitu terdengar suara pintu kamarnya yang tertutup, Gea kembali menutup matanya yang masih terasa berat.

Bibirnya kembali bergumam, "Lima menit lagi, deh."

•••

"Akhirnya turun juga si Putri Tidur ini." kata Shaidan sambil terkekeh.

Gea memajukan bibirnya. "Ngapain sih pulang sekarang?"

Shaidan memasang wajah memelas. "Gak kangen sama gue emang? Parah banget Abangnya pulang kagak ada seneng-senengnya gitu."

Gea menggeser tubuhnya agar mendekat dengan Shaidan, lalu berkata pelan. "Bukan gitu, Gea lagi capek banget soalnya, Bang. Pengennya tidur aja seharian ini, tapi Abang malah pulang."

"Emangnya capek kenapa? Lo sekolah aja bolos terus, gegayaan capek-capek segala."

Gea menyipitkan matanya sambil meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, isyarat agar Shaidan tidak berbicara keras-keras.

"Gea kerja sekarang, Bang." bisiknya.

Shaidan melotot, sekali lagi Gea meletakkan telunjuknya di depan bibir agar Shaidan tidak keceplosan berteriak.

"Kenapa kerja? Duit jajan dari bokap kurang?"

"Gak kurang, sih. Tapi, semenjak uang jajan dipotong, Gea jadi sadar kalo selama ini Gea cuma bisa nyusahin mereka. Sekolah gak bener tapi sukanya menghambur-hamburkan duit Mama Papa."

"Beneran lho, Bang, nyari duit ternyata susah banget. Seharusnya Gea belajar yang bener, gak banyak bertingkah sampe-sampe dapet surat panggilan terus. Papa udah capek-capek cari duit buat Gea, Geanya malah gak bersyukur."

Entah Shaidan harus tertawa atau menangis haru mendengar cerita Gea, tapi yang pasti sebagai kakak ia merasa bangga pada adiknya. Akhirnya adiknya mendapat jalan yang benar setelah tersesat untuk sementara waktu.

Shaidan menepuk-nepuk puncak kepala Gea, lalu membawa kepala Gea untuk bersandar di bahunya.

"Udah gede ya, Gea. Abang jadi gak perlu khawatir ninggalin Gea lagi. Sekarang Gea udah tau mana yang baik buat Gea. Maafin Abang ya gak banyak ngajarin hal baik buat Gea, Gea justru bisa belajar hal-hal itu lebih baik dari Abang."

Gea menegakkan badannya. "Skip, jangan sampe Abang mewek 7 hari 7 malam."

Shaidan tertawa, Gea ini suka merusak suasana memang.

"Kerjanya dari hari apa aja?" Shaidan membuka sesi tanya.

Yang kemudian dijawab oleh Gea, "Senin sampai Sabtu."

"Pulang sekolah?" Gea mengangguk.

"Capek?"

"Banget! Sakit semua badan Gea." Gea merengek.

"Berarti gak bisa jalan-jalan dong, sekarang?"

Gea menyilangkan kedua tangannya ke udara sambil menggeleng kencang. "No! Gea gak kuat jalan, mau seharian di rumah."

Shaidan mengangguk mengerti, kasihan juga melihat adiknya yang selama ini kerjaannya hanya rebahan sambil streaming Music Video Oppa-Oppa akhirnya tergerak untuk mencari uang.

"Abang emangnya sampe kapan di rumah?"

"Tiga hari aja, sih. Rabu Abang udah harus balik lagi."

"Emang lagi libur kuliahnya?" Gea bertanya lagi.

"Abang tinggal nyusun skripsinya aja, sih. Gak mesti ke kampus, jadinya bisa sambil ngerjain di rumah nanti. Stress banget Abang ngurusin skripsi, makanya pulang buat ngademin jiwa dan raga."

Gea terkekeh, mereka sama-sama lelah ternyata. Saling bertukar cerita seperti ini, tak terasa membuatnya sedikit fresh.

"Oh iya, Ge," Shaidan membuka lock ponselnya, lalu mengarahkan layarnya pada Gea.

"Kenapa, Bang?"

"Tau nomor ini gak, sih? Masa dia ngechat yang aneh-aneh terus ke Abang, bikin heran."

Mata Gea menyipit, lalu membaca sekilas pesan-pesan yang dikirim dari nomor tak dikenal.

"Nomor nyasar kali, Bang. Gak usah dipikirin, zaman sekarang 'kan banyak yang nipu-nipu. Modusnya minta tanggungjawab gini, palingan mau meras duit Abang."

"Iseng tapi hampir setiap hari gini, berisik banget dapetnya notif gak jelas kayak gini."

Gea mengambil ponsel Shaidan, lalu kembali membaca pesan-pesan tersebut, kali ini dibacanya dari pesan yang paling awal dan dengan perlahan.

Setelah itu matanya melebar dengan kepala yang tertoleh pada Shaidan yang menatapnya bingung.

"Abang habis hamilin anak siapa?"









_______

Helauuu, readers!

Selamat pagi, nih bangun tidurnya disambut Gea dan Shaidan yaaa. Babang Andranya belum muncul, masih ngebo haha.

Selamat menikmati liburannya ya, selalu berhati-hati dan semoga sehat selalu! <3

Salam,

San❣

GEANDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang