08

1.5K 73 0
                                    

Buatin jalan yang bisa nembus ke hati lo, bisa?”

~~~

"GEA. Bangun woy! Ini udah jam berapa Gea! Lo gak sekolah?" Shaidan mengguncang-guncangkan punggung Gea yang tidurnya tengkurap.

Gea menggeliat, merasa terusik dengan Shaidan yang terus-terusan mengguncang-guncangkan tubuhnya. "Apaan sih, Bang? Ganggu aja! Dikit lagi padahal, dikit lagi aja itu yayang Sehun nyium gue. Gagal 'kan, Abang ih!"

Shaidan menepuk jidatnya. Ini masih terlalu pagi untuk mengkhayal. Apalagi khayalan yang mustahil akan tercapai. Boro-boro dicium Sehun, Sehun tahu Gea bernafas aja enggak.

Shaidan menarik lengan Gea untuk segera beranjak dari ranjangnya. "Bangun lo! Jangan mimpi terlalu lama, kalo udah jatoh dari tempat tidur aja baru tau rasa lo!"

Gea berdecak, tangannya mengucek kedua matanya yang sayu. "Abang, Gea masih ngantuk. Lima menit lah, Bang."

Shaidan mendengus. Apa-apaan deh itu si Gea, dikira ini Bukalapak apa pake segala nego-nego.

"Gak ada itu lima menit lima menitan. Mandi Gea!"

Gea melangkah gontai ke kamar mandi. Tangannya mengambil asal handuk yang ada di jemuran kecil di samping pintu kamar mandi.

"Mandi yang bener, jangan mandi bebek!" teriak Shaidan yang dibalas dengan teriakan malas dari Gea.

•••

"Belajar yang bener. Jangan bolos-bolos. Jangan pacaran. Jangan buat onar. Nurut sama gurunya. Kalo ada tugas, kerjain! Jangan—"

"Iya Abang, Gea ngerti. Cerewet banget ah." Gea memutar bola mata. Pusing mendengar celotehan Abangnya.

Shaidan menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu mengusap pucuk kepala Gea. "Yaudah masuk sana. Besok mau nganterin Abang ke Stasiun gak?"

Gea memasang wajah murungnya. "Abang jadi pulang besok? Naik kereta? Kenapa gak dianter sama Papa aja?"

Shaidan terkekeh mendengar serentetan pertanyaan dari adiknya itu. "Iya, Abang jadi pulang besok, biar bisa istirahat di kos-kosan. Abang mau naik kereta aja, takut Papa kecapekan soalnya kalo harus nganter Abang ke Bandung."

Gea mengangguk mengerti, lalu merentangkan tangannya, hendak memeluk Abang kesayangannya itu, yang dengan senang hati dibalas oleh Shaidan. "Kalo Gea nelpon, Abang angkat ya? Jangan sok sibuk."

Shaidan mengangguk. "Iya. Insya Allah.

Gea melepas pelukannya dengan Shaidan. "Selama Abang di sana. Gea boleh pake mobil Abang 'kan?"

Shaidan menatap Gea dengan datar, membuat Gea nyengir. "Yaudah boleh. Awas lho ya kalo sampe mogok lagi, terus ditinggalin di pinggir jalan. Abang gantung kamu di pohon salak!"

Gea mengacungkan jempolnya. "Sip. Yaudah, Gea masuk dulu ya Bang? Assalamu'alaikum." Gea membuka pintu mobil penumpang.

"Wa'alaikumsalam. Belajar yang rajin ya, Ge?"

Gea melongokan kepalanya ke kaca mobil yang terbuka setengah, lalu mengangguk.

GEANDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang