"KOK lo udah pulang sih?"
Gea menghempaskan tubuhnya ke sofa, "SuSu Gea,"
Shaidan mengernyit, "Apaan dah Ge, maneh mah meni teu jelas ih,"
"Maksud Gea tuh, Suka-Suka Gea, Abang. Ih, Abang mah kudet,"
Shaidan melepaskan kacamata bacanya, "Bolos lagi ya, Ge?"
Gea nyengir sambil mengedipkan satu matanya.
Shaidan menutup buku astronomynya, lalu dipukulnya kepala Gea dengan buku itu.
Gea mengaduh, "Abang apaan sih? Kok Gea dipukul? Buku Abang 'kan tebel. Kalo nanti otak Gea geser kayak Abang gimana?"
Shaidan menoyor dahi Gea, "Kalo ngomong, sembarangan aja lo bocah!"
Gea mendengus, lalu menyenderkan kepalanya di bahu lebar milik Abangnya itu. Shaidan mengusap kepala Gea yang tadi kena pukul olehnya.
"Gimana mau pinter kalo sekolah aja kebanyakan bolosnya," nasihat Shaidan.
Gea mengerucutkan bibirnya, "Pusing Bang. Lagian 'kan tadi Gea ngantuk,"
Shaidan tersenyum kecil, "Kan semalam Abang nyuruh Gea buat tidur cepet, tapi kenapa malah nonton drakor?"
"Gea insomnia Bang, makanya Gea nonton aja deh," ucapnya pelan.
Gea menguap, membuat Shaidan menggeleng kecil, "Sono ke kamar. Tidur,"
Gea menggeleng, lalu mengubah posisinya. Yang tadinya bersender pada pundak Abangnya, kini sudah berbaring dengan kepala yang direbahkan di paha Shaidan.
Shaidan tersenyum kecil, tangannya terulur untuk mengusap rambut Gea yang tergerai, "Sleep tight my little princess,"
•••
"Geanya tidur Bang?"
Shaidan berjengit, "Ih, si Mama ngagetin Abang aja,"
Mamanya itu tertawa melihat anak pertamanya sedang mengusap dadanya, "Ah Abang mah lebay, Mama 'kan ngomongnya pelan. Emang dasar kamunya aja yang kayak aki-aki, gampang kagetan,"
Shaidan mendengus mendengar serentetan kalimat mencibir dari Mama gaulnya itu.
"Geanya tidur?" lanjut Mamanya lagi, mengulang pertanyaan yang tadi belum sempat terjawab.
Shaidan mengangguk. Lalu mengikuti Mamanya yang sudah melangkah menuju lantai satu.
Mamanya menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu, diikuti pula dengan Shaidan yang duduk di sebelahnya.
"Kuliah kamu gimana Bang?"
Shaidan menoleh pada Mamanya, "Baik-baik aja kok Ma,"
Mamanya mengangguk, lalu bertanya lagi, "Senin depan udah mulai masuk lagi 'kan?"
"Iya, udah. Hari sabtu Abang balik ke Bandung, biar hari minggunya bisa istirahat," jawabnya.
Mamanya menghela napas, "Gea sama kamu kok beda ya? Abangnya pinter, rajin. Kok si Geanya malah suka bolos, bikin onar mulu. Pusing Mama kalo udah dapet laporan dari sekolah tentang Gea yang bikin ulah,"
Shaidan terkekeh, "Maklum Ma, Gea 'kan masih remaja labil. Jangan dimarahin Geanya, kasihan. Nanti yang ada dia malah ngelawan," Shaidan memijat lengan kanan Mamanya, lalu kembali meneruskan kalimatnya, "Mama juga jangan terlalu dipikirin, nanti malah sakit lho Ma,"
"Iya Dan, Mama tau. Mama juga 'kan nasihatin dia karena Mama sayang," kata Mamanya. "Lagian bukan Gea aja kok yang Mama nasihatin. Kalo Abang nakal juga Mama nasihatin," lanjutnya lagi sambil terkekeh.
Shaidan tertawa, "Ah si Mama bisa aja,"
Duk!
Shaidan dan Mamanya refleks berdiri karena mendengar suara benda jatuh yang sangat kencang.
Mereka mendatangi sumber suara itu yang ternyata berasal dari bawah tangga.
Dilihatnya Gea yang sudah tersungkur mengenaskan di bawah tangga. Pipi yang mencium lantai dengan tubuh yang tengkurap. Sungguh posisi jatuh yang tidak ada cantik-cantiknya sama sekali.
Bukannya membantu, Shaidan dan Mamanya itu malah menertawakan dirinya.
Gea bangkit dengan bibir bawah yang sudah menekuk, "Kok ketawa? Bukannya dibantuin malah ketawa, sebel banget ih!"
Shaidan mengusap sudut matanya yang mengeluarkan air, "Maaf maaf. Abisnya kamu ngapain teng—" omongannya terputus, bukan karena tersela oleh orang lain. Melainkan karena tersela oleh tawanya sendiri.
Gea menoleh pada Mamanya yang juga masih tertawa dengan sangat tidak anggunnya, "Mama... " rengeknya.
Mamanya itu menoleh, "Apa sayang?"
"Kok Mama ikut-ikutan ketawa sih? Ini tuh sakit Ma," Gea memegangi dengkulnya yang membiru.
Gea menghentak-hentakan kakinya, tapi setelah itu ia meringis dikala sakit menyerang hatinya, eh salah, maksudnya dengkulnya.
"Apa yang kalian lakukan itu... " Gea memandang secara bergantian ke arah Abang dan Mamanya, lalu melanjutkan lagi, "...jahat!"
Setelah itu ia berjalan menaiki anak tangga dengan tertatih.
Shaidan berhenti tertawa, begitu pula dengan sang Mama. Shaidan menyenggol lengan Mamanya, "Mama sih pake segala ketawa segala, Geanya ngambek tuh Ma,"
Mamanya melotot garang, "Kok nyalahin Mama? Mama 'kan ketawanya cuma tiga menit, kamu tuh yang ketawanya paling lama," protes Mamanya. "Udah ah, Mama mau ke atas dulu. Mau nyogok adik kamu pake makanan sama kaset drakor," sambungnya.
Setelah itu Mamanya berjalan naik ke lantai dua, melangkah menuju kamarnya Gea, "YUHUU GEAAA, MAMA PUNYA MAKANAN BANYAK NIH. KASET DRAKOR JUGA BANYAK, NONTON KUY SAMA MAMA," teriak Mamanya itu dari lantai atas.
Shaidan mengusap dadanya dikala mendengar teriakan dari Mama gaulnya itu. Menggelegar sekali, sampai-sampai terdengar sampai bawah, pikirnya.
"Gea cempreng, suaranya juga menggelegar. Seratus persen gen dari Mama nih." gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan.
_____
Hollaaa🙋
Semoga suka sama ceritanya ya. Betewe, ini pengganti cerita 'petrichor' ya gaes? Petrichornya aku unpublish dulu, insya Allah bakalan update lagi, tapi gak bulan ini.
Oh iya, jangan lupa kasih bintang buat Mama Gea-Shaidan yang super gahol yaaa😎😋
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
GEANDRA
Teen FictionIni tentang Gea dan Andra. Gea adik kelasnya Andra, sementara Andra kakak kelasnya Gea. Andralie Zafran, si kakak kelas tengil yang menyukai Sargea Wulandari. Punya setumpukan sepatu milik Gea, yang sayangnya hanya sebelah. Gea suka yang berbau Kor...