10

1.3K 74 2
                                    

"GEA, Abang mau pergi dulu ya? Jangan nakal, jangan ngejahilin Mama terus. Mau kena karma kamu?" pesan Shaidan sebelum berangkat.

Gea mengangguk patuh. "Sip, Bang. Abang juga, baek-baek di sana ya, Bang?"

Shaidan menyisir rambut Gea menggunakan jarinya. "Iya."

"Kalo balik lagi ke sini, jangan lupa bawa cewek ya, Bang? Yang cantik!" celetuk Gea.

Shaidan mendengus, lalu menoyor dahi Gea. Kemudian ia mengalihkan pandangannya kepada kedua orang tuanya yang sedari tadi sibuk mengumbar-umbar kemesraan.

Gea mengernyit. "Mama, Papa, Abang mau pamitan tuh. Pacarannya dilanjut di rumah aja,"

Shaidan terkekeh saat melihat Mama dan Papanya itu salah tingkah karena kepergok dengan Gea. Tercyduk sudah tuh.

"Yaudah Pa, Ma, Shaidan pamit dulu." Shaidan memeluk Mamanya itu, dan tak lupa ia mencium pipi Mamanya.

"Hati-hati ya, Bang? Kalau udah nyampe, jangan lupa telpon Mama." Shaidan mengangguk, meng-iya-kan.

Shaidan lalu beralih memeluk Papanya, yang dibalas tepukan ringan di punggung oleh Papa.

"Belajar yang bener, Dan. Ngerjain skripsi yang rajin."

Setelah mendengar pengumuman keberangkatan menuju Bandung lewat speaker, Shaidan bergegas menaiki salah satu gerbong kereta tersebut.

Gea menggembungkan pipinya, salah satu kebiasaannya jika sedang bersedih. Matanya terpaku pada kaca jendela yang di dalamnya terdapat Shaidan yang tengah tersenyum kecil ke arahnya. Masih dengan menggembungkan pipinya, Gea melambai-lambaikan tangannya.

Setelah kereta menuju Bandung itu sudah lenyap dari pandangannya, dengan perlahan Gea menurunkan tangannya.

Mama dan Papanya tersenyum tipis, keduanya menghampiri Gea. Mamanya itu merangkul pundak Gea, sedangkan Papanya mengusap pucuk kepala Gea.

"Udah, gak usah cengeng begitu ah. Nanti juga Abang balik lagi. Mending kita makan aja kuy di restoran. Sekalian nongki-nongki cantik." hibur Fara—Mamanya.

Senyum Gea mengembang. "Kuy lah, Ma." Gea menggandeng lengan Mamanya itu, lalu berjalan meninggalkan sang Papa yang sedang menggerutu.

"Emak sama anak sama aja. Siap-siap dompet tipis dah ini." lirih Papa sambil mengikuti langkah istri dan anaknya.

•••

Gea menatap jam yang menempel manis di dinding ruang tamunya. Wajahnya tertekuk kesal.

Selepas mengantar Shaidan ke Stasiun, Mama dan Papanya itu memang benar mengajaknya makan di restoran. Tapi sesudah itu, Gea diantar pulang ke rumah, sementara kedua orang tuanya itu malah ngacir entah ke mana. Bilangnya sih mau cari tempat romantis untuk pacaran, tanpa adanya gangguan Gea yang pastinya.

Dan sampai jam segini Mama-Papanya itu belum pulang. Ini sudah jam setengah delapan malam, dan Gea sendirian di rumah.

Gea melempar majalah di tangannya ke sembarang arah. Ia beranjak dari sofanya.

Gea berjalan ke luar rumah. Tujuannya hanya satu, mencari makan.

Ya Tuhan! Gea ini lapar. Hungry! Perutnya itu berteriak meminta asupan.

Gea menyusuri jalan seorang diri. Sesekali menggerutu. Jalanan yang lenggang dan minim cahaya itu tak membuat nyali Gea ciut.

GEANDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang