18

936 49 0
                                    

"MA!"

Gea menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Dengan penampilannya yang urakan juga pastinya. Rambut yang masih basah dan belum disisir, menambah kesan horor pada penampilan seorang Sargea di pagi hari yang cerah ini. Saking cerahnya, Gea sampai terlambat bangun dan berakhir dengan kegiatan yang teramat 'rusuh' di pagi ini.

"Ma! Mama dimana sih, ih?"

Tepat Gea menginjakkan anak tangga terakhir, mamanya itu muncul dari arah dapur, dengan masih mengenakkan apron di tubuhnya dan juga spatula yang dipegangnya.

"Apa sih? Berisik deh!"

Gea berjongkok, memasang sebelah sepatunya yang ia tenteng dari kamar.
"Ma, aku telat ih. Gea mau naik motor aja lah biar bisa nyalip-nyalip. Kunci motor mana, Ma?"

Mamanya itu hanya menggeleng-geleng heran dengan kelakuan putrinya yang bikin naik darah itu. Kemudian ia berjalan ke arah laci di samping televisi.

"Ini. Awas lho jangan ngebut-ngebut bawanya. Jangan sampe lecet juga. Kalo sam—"

"Iya iya Ma. Duh cerewet banget sih." Gea menarik telapak tangan mamanya itu, lalu menyaliminya. "Gea berangkat, Ma. Samlekum."

Mamanya itu berkacak pinggang. "ASSALAMU'ALAIKUM GEA. APAAN ITU SAMLEKUM. MAMA GILING ITU MULUT!" teriaknya.

Tentu saja Gea mendengar teriakan maut mamanya itu. Tapi ia abaikan saja, daripada ia tambah terlambat.

Dengan gerakkan terburu-buru, Gea membuka pintu garasi. Lalu mengeluarkan motor maticnya dari garasi.

"Berangkat!"

Setelah itu, Gea menjalankan motornya dengan sangat tidak santai. Semua kendaraan yang menghalangi jalannya akan ia klakson dan disalipnya dengan ganas.

Sambil menyalip kendaraan lain, ia akan bergumam, "Bodo amat. Bablas terus, mang! Yang penting nyampe."

•••

Gea sampai di sekolah pukul 07.32. Sungguh anak teladan bukan?

Gea tak memikirkan hukuman apa yang diterimanya nanti. Yang dipikirkan Gea sekarang ialah, bagaimana caranya ia masuk ke sekolah dengan selamat?

Motornya sudah terparkir cantik di gerbang belakang sekolah yang sepi. Ini Gea sedang bingung, masa motor kesayangan mamanya itu mau ditinggalkan di sini? Bagaimana kalo hilang?

Gea mengedarkan matanya ke sekeliling. Lalu senyumnya mengembang saat melihat warung yang terdapat di sebrang jalan. Ia bergegas menstater motornya kembali, lalu menjalankannya ke warung sebrang.

Setelah sampai, Gea menstandarkan motornya, lalu mengunci stang motornya agar tidak hilang. Ia bergegas turun dari motornya, lalu menghampiri si penjual.

"Teh, saya nitip motor boleh, 'kan? Sampe pulang sekolah. Boleh ya Teh?"

Si Teteh penjual tersenyum, lalu mengangguk. "Oh iya boleh atuh, Neng."

Gea tersenyum sumringah. "Sip. Nuhun ya, Teh."

Setelah itu, Gea berlari ke gerbang belakang sekolah lagi. Ia berniat untuk memanjat pagar besi ini. Sebelum menaiki pagar besi yang sudah berkarat ini, Gea melepas kedua sepatunya, lalu melemparnya ke dalam. Setelah kelar dengan urusan sepatunya, Gea bersiap untuk menaiki pagar tersebut.

Gea menepuk tangannya, lalu tertawa kecil karena berhasil masuk ke halaman belakang sekolahnya. Saat akan mengambil sepatunya, yang ia dapatkan hanya sebelah sepatu miliknya.

Gea mengkedip-kedipkan matanya, heran. "Lah, sapatu urang kamana, ieu?"

Gea berjongkok, lalu menyingkirkan rumput-rumput panjang yang ada di sana. Ia mengerutkan alisnya, lalu menggaruk kepalanya.

Dengan cepat Gea berdiri, matanya membulat. "Ih takut! Horor banget. Kabur ah!"

Gea berlari dengan tangan kanan yang menenteng sebelah sepatunya.

Ia mengatur napasnya, punggungnya bersandar pada pintu kelasnya yang tertutup.

"Ih, bulu kodok gue berdiri. Eh, bulu kuduk deh maksudnya. Serem banget. Takut!" gumamnya. Tangannya memegang dadanya yang bergemuruh hebat.

Setelah sudah mengatur napasnya, Gea berbalik badan, lalu membuka knop pintu. Setelah sudah membukanya, Gea melongokkan kepalanya, kemudian meringis saat mendapati tatapan dari Bu Dona yang semula lagi menerangkan kini harus berhenti karena ulah Gea.

"Eh, Bu Dona. Pagi, Bu. Pakabs, Bu? Hehe." Gea menggaruk tengkuknya, lalu nyengir. Untung saja pagi tadi ia tidak lupa untuk menggosok gigi. Kalau lupa 'kan tengsin dong Gea, masa iler dipamerin.

"Apa nyengir-nyengir? Sudah tau telat malah masih asyik bertengger di situ."

"Terus saya harus bertengger dimana lagi atuh, Bu?" tanyanya dengan kepalanya yang ia miringkan ke kiri, agar tak terpentok pintu yang ia buka sedikit.

Bu Dona mengarahkan telunjuknya ke pintu. "Hormat bendera, Sargea!"

Dengan cepat Gea memundurkan kepalanya dari pintu, lalu menutup pintunya rapat-rapat. Ia menaruh tas dan juga sebelah sepatunya ke kursi yang ada di depan kelas, lalu berjalan ke lapangan.

Gea menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu mengusap dadanya dengan dramatis.

"Hari ini mandi keringet gue. Duh, sialnya dirimu, Ge. Sabar aja daku mah."

_______

Haluuu...

Geandra apdet lagiii. Jangan lupa votenya yaaa_^

See you di chapter berikutnya:)

GEANDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang