48

320 30 7
                                    

"GIMANA adik gue?"

Brita menunjuk ruangan di sampingnya. "Masih ditanganin dokter di dalam."

Shaidan menggertakan giginya sambil meninju dinding di depan ruang UGD. Bagaimana bisa ia memberi tahu kedua orang tuanya perihal keadaan Gea saat ini. Ia merasa tidak berguna dalam menjaga Gea, adik satu-satunya.

"K—kak, maaf gara-gara gu—gue, Gea jadi celaka. Se—seharusnya kalian gak usah bantu gue."

Dengan susah payah Brita mengeluarkan suaranya. Tubuhnya masih bergetar, bibirnya tak kunjung berhenti mengeluarkan isakan.

Shaidan menghela napas, mencoba mengontrol emosinya. "Udah kejadian juga, gak usah merasa bersalah. Gue gak nyalahin lo, it's okay. Doa-in aja, semoga Gea gak kenapa-napa."

"Oh iya, sorry sebelumnya. Gue menjarain orang yang udah ngelecehin lo, tapi setelah bebas lo bisa minta pertanggung jawaban dia. Dia juga udah bilang kok, mau tanggung jawab."

Brita menggeleng. "Dengan tau siapa yang ngelecehin gue aja, udah cukup kok. Gue gak mengharapkan bajingan itu tanggung jawab."

"Edo."

"Ha?"

"Yang ngelecehin lo, namanya Edo. Rafedo Irawan. Kenal?"

Brita mencoba untuk mengingat-ingat, tapi setelahnya ia menggeleng.

"Waktu itu, lo mabuk?"

Sekali lagi, Brita menggeleng. "Gue di club cuma ikut ajakan temen kok, gak minum-minum. Yang gue inget, bangun-bangun udah di kamar gue."

Shaidan mengangguk. "Gea yang bawa lo masuk ke kamar lo, dibantu bibi di rumah lo kayaknya. Rumah lo sepi."

"Gimana bisa kalian yang bawa gue pulang?"

"Ada cewek, temen lo kayaknya. Dia tiba-tiba nitipin lo ke gue, katanya kebelet tapi gak balik-balik. Untung Gea kenal lo, jadi Gea yang inisiatif anter lo pulang."

Brita mengangguk. "Makasih, Kak, buat semua bantuannya. Maaf juga, Gea jadi kayak gini gara-gara gue."

Shaidan menggeleng. "Gak apa-apa."

"Bang."

Shaidan menoleh pada Andra yang baru saja tiba. "Makasih, Dra, udah bantuin gue bawa si bajingan itu ke penjara."

"Sama-sama, Bang. Tapi itu, Gea gimana?"

"Masih belum tau, doa-in aja."

Andra mengusap wajahnya dengan kasar. "Kenapa bisa kayak gini sih? Kalian ngapain?"

"Panjang ceritanya, Dra. Intinya, dengan bodohnya adik gue itu ngejegat mobil si bajingan itu biar gak kabur. Ya, lo tau lah seterusnya gimana sampe adik gue bisa ada di sini. Lengkapnya gue ceritain nanti kalo udah mood."

Andra mendekati pintu UGD yang masih tertutup rapat, kemudian menyentuh pintu itu sekilas.

"Lo perempuan kuat, Ge. Cepet sadar, gue tunggu lo."



•••

"Woy, Dra! Dipanggilin juga ah, gak nyaut-nyaut."

Andra berdecak. "Apaan, sih?"

"Apaan, apaan. Lo kenapa bengong terus dari tadi? Kayak lagi mikirin utang aja." gerutu Aldi.

"Lebih parah dari mikirin utang." sahut Andra.

"Emang ada yang lebih parah dari ditolak si dedek bar-bar Gea?"

GEANDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang