20

992 64 1
                                    

GEA menatap rintikan air yang jatuh ke permukaan. Tangannya bertumpu pada pagar tembok balkon.

Bibirnya mengerucut, kalau seperti ini, bagaimana caranya ia bisa pulang? Sudah satu jam Gea terjebak hujan di sekolah, tentunya masih dengan kakinya yang hanya terbungkus kaus kaki. Sebelah sepatunya sudah ia masukkan ke dalam tas.

Gea menghela napasnya. Langit sudah hampir gelap, tapi ia masih berada di sekolah.

"Ngapain di sini? Mau bunuh diri?"

Gea mendelik sinis. "Lo aja yang gue bunuh sini!"

Andra terkekeh, jari telunjuknya dengan jahil mencolek pipi Gea yang mengembung. "Santai, Neng. Gak usah ngegas gitu dong."

Gea mendengus, lalu tangannya terjulur ke depan, memainkan air yang jatuh ke tangannya.

Andra tersenyum. "Kok belum pulang?"

"Hujan, bodoh! Lo gak liat?" katanya dengan ketus.

Andra tertawa, membuat Gea menatapnya tajam. Lalu disusul oleh suara gemuruh.

Gea melotot, ia memukul lengan Andra. "Jangan ketawa! Langitnya gak suka denger suara tawa lo. Mau kesambet lo?"

Setelah itu Gea berjalan menuju kursi stainless steel yang berjajar rapi di depan kelas, lalu mendudukinya. Gea bersandar, lalu menutup matanya. Sementara itu, Andra ikut duduk di sebelah Gea.

"Mau pulang gak?"

Gea berdecak. "Mau lah, bodoh! Pertanyaan macam apa itu?"

Andra terkekeh, lalu menatap ke depan. "Udah reda noh. Mau pulang sekarang?"

Gea membuka matanya, lalu menegakkan tubuhnya. Ia menghela napasnya. "Sepatu gue." ujarnya lirih.

Sebenarnya Andra ingin tertawa, tapi melihat wajah Gea yang memelas membuatnya iba juga. "Sepatu lo kemana?"

Gea menggeleng, ia mencebikkan bibirnya. Tak lama itu kepalanya menunduk, punggung tangannya ia tempelkan ke kedua matanya. Hal tersebut membuat Andra kelabakan.

"Ge, lo kenapa? Lo nangis, Ge?" Andra mengambil rambut Gea yang menjuntai ke depan, lalu menyibakkannya ke belakang.

"Hey, lo kenapa? Ngomong dong, Ge."

Andra berusaha menarik tangan Gea yang menutupi wajahnya, lalu menangkup kedua pipi Gea agar mendongak kepadanya.

Gea memalingkan wajahnya, lalu menyentak tangan Andra yang bertengger di pipinya.

Andra tersenyum kecil. "Dih nangis. Jelek tau."

Gea melipat tangannya di bawah perut. "Siapa yang nangis? Gue gak nangis tau."

Andra menoel pipi kanan Gea. "Itu ada air di mata lo. Air apa itu? Air ujan?"

Gea mendengus, lalu berdiri. "Bodo ah, gue mau pulang."

Andra terkekeh geli saat melihat Gea yang sudah melangkahkan kakinya, lalu dirinya ikut menyusul Gea.

"Lo gak apa-apa pulang gak pake sepatu?" tanyanya ketika dirinya sudah menyamakan langkah kaki Gea.

Gea mendelik. "Bawel! Emangnya kenapa? Lo mau ngasih sepatu lo itu buat gue?"

"Ya enggak dong, sepatu mahal nih." jawabnya dengan sudut bibir yang terangkat sebelah.

"Yaudah diem, gak usah bacot. Berisik tau!" ujarnya sewot.

Andra tertawa, tapi tak lama tawanya hilang digantikan dengan teriakan panik memanggil Gea.

Sementara Gea sendiri membulatkan matanya, tangannya memegangi dadanya, takut-takut jika jantungnya loncat keluar dari tempatnya.

Lantai yang licin membuatnya kehilangan keseimbangan, terlebih lagi ia baru menyadari bahwa di bawah sana terdapat anak tangga yang bisa saja menerjunkan dirinya kalau saja Andra tidak sigap menarik pinggang Gea.

Andra menunduk, menatap wajah Gea, memastikan bahwa gadis itu tidak apa-apa. "Lo... gak apa-apa, kan, Ge?"

Perlahan, Gea mendongak, hingga kini kedua manusia berbeda jenis itu bertatapan. Gea menggeleng kaku, matanya mengerjap.

"Dra, jantung gue... mau lepas kayaknya." katanya dengan suara bergetar.

Andra menghela napasnya, ia memeluk gadis itu, lalu mengusap pelan punggung Gea, berniat untuk menenangkan Gea yang terlihat shock.

"Lain kali hati-hati, jangan ceroboh." ujarnya dengan lembut dan dibalas anggukan patuh oleh gadis yang ada didekapannya itu.

Andra melepaskan pelukannya. Ia berjongkok membelakangi Gea, lalu menepuk punggungnya. "Ayo naik, gue anter lo balik."

Tanpa berpikir dua kali, Gea menaiki punggung lebar cowok itu, lalu melingkarkan tangannya di leher Andra.

Andra berdiri, dengan hati-hati ia berjalan menuruni anak tangga satu persatu, tidak ingin membahayakan dirinya dan tentunya gadis yang ada di gendongannya sekarang ini.

Andra tersentak sesaat, tapi setelah itu bibirnya menyunggingkan senyum tipis saat dirasakannya kepala Gea yang bersandar pada bahu kirinya.

Dengan perlahan kepalanya menoleh, untuk melihat wajah Gea dari dekat. Seperti dugaannya, gadis itu tertidur di bahunya dengan lingkaran tangan yang semakin erat di lehernya.

Andra terkekeh kecil, lalu berlari kecil menuju mobilnya. Untungnya hari ini dirinya membawa mobil, jadinya ia tidak perlu repot-repot memikirkan bagaimana caranya mengantarkan Gea yang dalam keadaan tertidur.

Dengan susah payah Andra membuka pintu mobil, lalu memasukkan Gea ke dalam mobil dengan perlahan agar tidak membangunkan Putri Tidur tersebut.

Setelah memasangkan seatbelt untuk Gea, Andra kembali menatap wajah yang natural tanpa make up itu. Perlahan ia memajukkan kepalanya, kemudian memberanikan diri untuk mengecup pelipis Gea.

"Love you more, Princess."

_______

To Be Continued...

GEANDRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang