"MAKSUD lo apa, sih?" tanya Gea sambil berdecak.
"Jangan bilang kalau lo juga suka sama Andra?"
Gea membereskan alat tulisnya, berniat untuk pindah ke meja lain.
"Dijawab dulu bisa kali." Dimas menahan lengan Gea yang sudah beranjak dari kursi.
Gea menepis tangan Dimas. "Gak jelas lo!"
"Gue suka sama lo." kata Dimas yang sedikit berteriak.
Gea berbalik badan dengan cepat. Sementara Dimas sudah maju perlahan, mendekati Gea yang masih terkejut.
"Gue suka sama lo." Dimas mengulangi pernyataannya setelah melihat Gea yang belum juga merespon.
"Sorry, tapi gue gak ada perasaan apapun sama lo." jawab Gea setelah menelaah perkataan Dimas.
Dimas menyeringai, lalu memojokkan tubuh Gea di dinding.
Gea menatap tajam Dimas sambil berusaha mendorong dada laki-laki itu. "Lo jangan macem-macem ya. Gue akan teriak kalau lo berani sentuh gue."
"Oh ya? Teriak aja, gue bisa tutup mulut lo pake bibir gue."
"Brengsek." Umpat Gea.
Tanpa pikir panjang, Gea memukul kepala Dimas menggunakan buku paket yang sedari tadi ada di tangannya, kakinya juga ikut menendang tulang kering Dimas hingga Dimas berteriak.
Setelah itu Gea berlari menjauhi Dimas sambil berteriak memanggil Bu Resih, berharap Ibu penjaga perpustakaan itu menghampiri dirinya. Tapi nyatanya, Bu Resih tak kunjung datang.
Tak disangka, ia kalah cepat dengan pergerakkan Dimas. Cowok itu menarik lengan Gea, membuat Gea kembali mengencangkan suaranya.
Ingatan Gea berputar, pada hari di mana Dimas juga ingin melecehkan Gea karena pengaruh dari minuman alkohol dan obat perangsang. "Dimas brengsek, lo lagi mabok hah?"
"Gak usah munafik lo. Lo suka 'kan jadi pusat perhatian cowok-cowok? Lo suka 'kan gue sentuh-sentuh kayak gini?" kata Dimas sambil membelai wajah Gea.
Badan Gea sudah bergetar hebat, ia hanya bisa terus berteriak meminta bantuan.
Gea tambah ketakutan saat tubuhnya didorong, membuat punggungnya menghantam rak buku hingga ada beberapa buku yang terjatuh.
Belum sampai Dimas mencium bibir Gea, kerah seragamnya sudah ditarik oleh seseorang. Dimas yang tidak terima melayangkan tinjunya pada orang itu, aksi baku hantam pun terlihat jelas di depan mata Gea.
Kaki Gea yang sudah lemas tidak bisa lagi menopang tubuhnya, akhirnya ia jatuh ke lantai sambil terisak.
Bu Resih datang dengan napas yang tersenggal-senggal. Wanita itu terperanjat melihat dua murid laki-lakinya yang sedang berkelahi dan juga Gea yang sedang menangis.
Karena tak berani melerai perkelahian itu, Bu Resih memutuskan untuk keluar mencari pertolongan.
Tak butuh waktu lama, Bu Resih datang bersama beberapa guru laki-laki.
Bu Resih menghampiri Gea, wanita itu tidak bertanya apapun tentang apa yang terjadi. Gea dibantu berdiri, lalu dituntun ke ruang guru. Begitupun dengan dua laki-laki yang kini sudah dilerai oleh guru-guru.
Sesampainya di ruang guru, Gea diberi air minum oleh Bu Resih. Sementara dua orang lainnya sedang dimintai penjelasan oleh kepala sekolah.
"Silakan, siapa duluan yang mau menjelaskan? Andra, Adimas?"
"Orang ini mau ngelecehin Gea, Pak. Saya mergokin Dimas lagi mojokkin Gea, sampe Gea teriak-teriak minta tolong."
Bu Resih terkejut, ia merasa bersalah karena sudah terlalu lama meninggalkan perpustakaan. Wanita itu pergi ke toilet tanpa menduga hal seperti ini akan terjadi. Ia pikir tidak ada lagi murid yang mengunjungi perpustakaan selain Gea.
Setelah Andra menjelaskan, kepala sekolah beralih kepada Dimas yang hanya terdiam.
"Tidak ada yang mau kamu jelaskan, Adimas?"
Dimas tersenyum miring. "Geanya juga suka kok, Pak. Dia nikmatin juga tadi."
"Anjing lo!" Andra berteriak marah sambil menendang kursi yang diduduki Dimas hingga cowok itu terjatuh.
Bapak kepala sekolah menggebrak meja, ia menahan Andra yang kembali emosi, walau tak dipungkiri kepala sekolah tersebut juga terlihat marah pada Dimas.
"Untuk besok dan seterusnya tidak usah datang lagi ke sekolah. Pihak sekolah akan menelepon orang tua kamu untuk melaporkan, bahwa Adimas sudah di drop out dari sekolah ini."
•••
"Masih belum tenang ya?"
Gea hanya menggeleng, jari-jarinya yang bertaut terlihat masih bergetar.
Andra memejamkan matanya, luapan emosi masih ia rasakan. Harusnya ia bunuh saja laki-laki biadab itu.
"Kalau udah mau pulang bilang ya, gue anterin."
Setelah permasalahan mereka berakhir dengan di drop out-nya Dimas dari sekolah, Bu Resih sudah menawarkan diri untuk mengantar Gea pulang ke rumah. Tapi Gea menolak, ia tidak dalam kondisi yang baik-baik saja untuk bisa pulang ke rumah. Ia hanya takut orang tuanya khawatir jika mendengar kejadian ini.
Maka dari itu, Andra yang masih sangat khawatir pada Gea memutuskan untuk berada di sisi gadis itu.
"Gue takut." gumam Gea.
"Gue siap 24 jam kalau lo butuh gue. Jangan takut."
Perkataan Andra membuat Gea kembali nangis, hari ini perasaannya menjadi sangat sensitif.
Andra sudah ingin memeluk Gea, tapi ia urungkan karena cowok itu berpikir bahwa Gea masih trauma jika disentuh oleh laki-laki. Pada akhirnya Andra memutuskan untuk menunggu sampai Gea merasa lega.
"Kalau nangis terus nanti matanya bengkak, lho. Kalau ketemu Sehun di jalan, emangnya ga malu kayak gitu?" Andra berusaha menghibur Gea.
Gea memajukan bibirnya, napasnya masih tersenggal karena sesenggukan.
"Makasih ya, lo udah tolongin gue."
Andra tersenyum tipis. "Kalau sekarang lo nyuruh gue buat bunuh cowok itu, gue bersedia kok."
Gea menoleh ke arah Andra, kepalanya menggeleng kuat. "Jangan."
Andra memerhatikan wajah Gea. Rautnya terlihat serius. "Ada yang sakit? Apa aja yang udah dia sentuh?"
Gea tak menjawab, gadis itu hanya menggeleng, membuat Andra menghela napasnya.
"Gue bakalan samperin dia lagi kalau lo sampai trauma berkepanjangan, Ge. Gue janji." lanjutnya.
______
Hallou, Gengs!
Gimana liburannya?
Buat yang sudah lama nunggu cerita ini update, mohon maaf banyak banyak yaa~
Salam,
San❣️

KAMU SEDANG MEMBACA
GEANDRA
Teen FictionIni tentang Gea dan Andra. Gea adik kelasnya Andra, sementara Andra kakak kelasnya Gea. Andralie Zafran, si kakak kelas tengil yang menyukai Sargea Wulandari. Punya setumpukan sepatu milik Gea, yang sayangnya hanya sebelah. Gea suka yang berbau Kor...