12. Reason

269 44 24
                                    

Canny’s pov
-Nagoya Fushion Kediri-
13:00 WIB

“Akhirnya kita makan juga, aku sangat lapar.” Felly tersenyum lebar menatap ramen pesanannya yang ditata waitress di atas meja. Aku tersenyum melihatnya yang bersiap makan, sangat tidak sabaran.

Aku menghela napas panjang dan menunduk menatap belanjaan yang berada di sebelah kakiku. Hari ini aku benar-benar diluar kendali, dengan mudahnya aku menyetujui ajakan Felly untuk membeli banyak baju, tas, dan sepatu. Ya meskipun aku tidak membeli untuk diriku sendiri, tetap saja aku merasa hari ini bukan Canny yang biasanya.

Selesai kelas Bu Yana aku dan Felly hampir mendatangi seluruh toko di jalan Dhoho, selain itu kami berbelanja banyak makanan ringan dan barang-barang walau aku tidak tahu membutuhkannya atau tidak. Waktu dua setengah jam terasa sangat singkat bagi kami. Jika bukan karena kakiku yang pegal luar biasa, aku tidak akan berhenti di tempat ini.

“Kau sudah merasa baikan sekarang?” tanya Felly di tengah acara menyeruput mienya.

“Hmm, lumayan.” Aku meniup takoyaki di hadapanku sebelum melahapnya.

“Baguslah. Aku senang bisa membuatmu merasa lebih baik seperti ini. Oh ya, terimakasih juga sudah membelikan piyama untukku dan untuk Sinta. Kita bertiga memiliki baju yang sama. Besok bisa kita pakai piyama ini bersama ya?” Aku tersenyum dan mengangguk.

“Sebenarnya, aku membeli 4. Satu untuk Fira.” kataku hati-hati, Felly sempat terkejut namun tersenyum kemudian.

“Itu ide yang bagus.” Kali ini giliranku yang terkejut. “Oh ya, bagaimana jika aku saja yang memberikan bagian Fira? Sekalian aku ingin meminta maaf padanya karena bersikap buruk selama ini. Boleh ya?” aku mengerjap-ngerjap menatap Felly yang menatapku penuh harap.

Sebenarnya ini cukup aneh, tapi melihat itikad baik dari Felly. Bukankah menyenangkan jika Fira bisa bergabung dengan kami bertiga?

“Iya boleh.” Felly tersenyum lebar, ia menunduk dan menyeruput ramennya. Sepertinya dia benar-benar kelaparan. Aku meneruskan makan takoyaki dan ku pesan dan mendadak memikirkan Fira. Setelah ku pikir-pikir, tadi aku cukup kasar padanya. Dia pasti sakit hati denganku, kan?

Ada baiknya pulang nanti aku mampir ke rumahnya dan meminta maaf.

“Hmm, rasa ramen disini memang tidak ada duanya! Sempurna!” Aku menatap Felly yang menyeruput habis kuah ramen langsung dari mangkuknya.

Hari ini Felly sudah mau meluangkan waktunya untuk menemaniku melepas penat. Sepertinya tidak salah jika aku bercerita tentang sesuatu yang memenuhi pikiranku. “Felly, kau mau tahu masalah apa yang ku hadapi saat ini?”

Felly mendongak, “Sebenarnya iya, tapi jika kau tidak mau cerita tidak masalah.”

“Aku dan Faris dijodohkan.” Felly membulatkan matanya beberapa saat.

“Bukankah itu bagus? Artinya kau dan Faris mendapatkan restu dari kedua orang tua kalian. Lalu masalahnya dimana? Apa kedua orantuamu menikahkanmu dengannya dalam waktu dekat?”

Aku menggeleng cepat, “Tidak, bukan begitu.”

“Lalu bagaimana?”

Aku menghela napas panjang, “Kemarin keluargaku dan keluarga Faris makan malam bersama. Mereka membicarakan perjodohanku dengan Faris beserta syarat-syarat yang harus dipenuhi Faris jika menyetujui perjodohan ini. Kau tahu apa syarat yang diajukan Daddy?” Felly menggeleng.

“Daddy meminta Faris melanjutkan kuliahnya di Australia hingga jenjang doktor. Yang mengganjal pikiranku, Faris tidak boleh kembali sebelum dia menyandang gelar itu dan selama dia di Australia aku dan Faris tidak boleh berkomunikasi dengan apapun. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan jika tidak bersama Faris dalam waktu yang sangat lama.” Felly menelan ludahnya dan mengerjap-ngerjap, tangannya terulur menggenggam tanganku.

SECOND LOVE : Perfect IncitementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang