Canny’s pov
Aku memandang seseorang yang tak pernah ku duga sebelumnya. Bagaimana dia bisa ada disini? Melihatnya berada disini, rasanya tidak mungkin. Bukankah tadi dia menolakku? Dan sekarang dia datang kemari untuk melakukan balas dendam atas kesalahan yang ku perbuat? Benarkah dia Fira yang ku kenal?
Tatapan matanya tajam dan menusuk, jangan lupakan gejolak kebencian yang mendalam. Kenapa Fira belum juga bisa memaafkanku? Aku sudah berulang kali minta maaf padanya. Tapi dia tidak mau memaafkanku, bahkan semakin kasar padaku.
Tunggu.
Apa rekaman video itu darinya? Tapi, bagaimana dia bisa punya rekaman itu? Bukankah aku dengan Fira mabuk di malam itu?
“Tidak perlu dijelaskan, semuanya sudah jelas.” Daddy menatapku dengan wajah kecewanya, begitu juga dengan Mama.
“Kenapa Canny melakukan sesuatu yang dilarang agama? Jika Canny sedang ada masalah, bisa cerita dengan Mama, Daddy, Alvin, Alvan atau Fira. Tidak dengan cara seperti ini.”
Apa? Masalah?
“Saya sudah memberitahu Canny tentang itu, tapi dia tidak mau mendengarkan saya. Dia bilang rasa sakitnya jauh lebih penting dari perasaan Om Azril dan Tante Ralia. Bahkan, dia juga yang memaksa saya meminumnya walau saya tidak mau.” Aku menatap Fira yang memasang wajah sendunya.
Drama apa ini?
“Tidak, Dad. Itu tidak benar.”
“Akui saja, Canny. Ya, meskipun maling tidak akan pernah mau mengaku.” Fira menunduk dan memainkan jarinya.
Kenapa Fira bicara seperti itu?
“Kenapa kau lakukan ini padaku, Fira?”
“Aku melakukan apa? Aku hanya menunjukkan kebenaran seperti yang kau lakukan padaku. Aku tidak salah kan Om Azril? Tante Ralia?”
“Kau tidak salah Fira, terimakasih karena telah menyampaikan kebenaran ini.”
Aku memandang Mama yang menunduk, suara dinginnya membuatku merinding. Tidak pernah Mama bersuara sedingin itu semarah apapun padaku.Baiklah, aku terima jika Fira berkata kasar padaku dan meneriakiku. Tapi tidak dengan pembalasan seperti ini!
Aku tidak terima Fira membalasku!
Harusnya dia memaafkanku dan melupakan yang telah terjadi seperti biasanya.
Tiba-tiba Mama bangkit dari duduknya. “Bukakan dindingnya.” Alvin memencet tombol dan menaikkan satu dinding. Aku berjalan ke arah Mama dan memegang tangan kanannya.
“Mama-”
“Mama kecewa sekali dengan Canny.” kata Mama bahkan tanpa menengok ke arahku.
Air matanya jatuh menuruni pipinya, dan itu seperti menusuk hatiku dengan pisau. Aku tidak suka melihat Mama menangis. Dengan perlahan, Mama melepaskan tangan kananku dan melangkah keluar. “Mama!” Aku jatuh terduduk dan menangis. Sedih, takut, merasa bersalah, semuanya campur jadi satu.
“Alvin, cari tahu tentang Sinta dan Felly.” Daddy berdiri dari duduknya dan melangkah menuju dinding yang masih terbuka.
“Daddy, Canny bisa jelaskan semuanya.”
“Tidak perlu, Princess. Semuanya sudah jelas. Mulai hari ini jangan pernah keluar rumah selain kuliah. Daddy sita mobilmu dan kau pergi ke kampus bersama Faris. Princess tidak akan mengecewakan Daddy untuk kedua kalinya, kan?”
Aku mengangguk dan hendak memeluk Daddy, namun Daddy berjalan lebih dulu meninggalkan ruang keluarga.
“Princess!” Jessica berlari ke arahku dan memelukku sangat erat, dia ikut menangis. “Maafkan aku tidak bisa melindungimu. Aku salah menenai Fira, ternyata dia seperti ibunya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND LOVE : Perfect Incitement
Chick-LitSEKUEL KETIGA "SECOND LOVE". ADA BAIKNYA BACA "SEPARUH NYAWA" DAN "THE LAST MESSAGE" TERLEBIH DAHULU. "Jadi semua yang dikatakan Felly itu benar? Fira tidak pernah menyayangiku sebagai sahabat ataupun saudara?" . . . . . . . "Kau benar, Sinta. Aku...