Author’s pov
Langkah Felly terhenti saat melihat banyak orang berkerumun. Karena penasaran, ia menerobos kerumunan dan berhenti tak jauh dari dua objek yang menjadi perhatian semua orang. Tak bisa dipungkiri, Felly senang melihat Fira dengan tidak tahu malunya meneriaki Canny di depan umum. Pandangannya teralih ke arah Sinta yang berdiri di depan kelas. Sinta tersenyum dan menunjukkan jempolnya membuat Felly memandang puas pertengkaran Fira dan Canny. Senyum Felly mengembang saat melihat Fira menarik gelang manik-manik hingga tali senarnya terputus dan berhamburan.
Kerumunan mulai menghilang saat Fira masuk ke dalam kelas. Mereka semua meributkan kejadian ini dan Felly yakin berita ini akan tersebar ke seluruh kampus. Felly menatap sedih Canny yang berjongkok memunguti manik-manik di lantai sambil menangis. Sungguh, ingin rasanya ia memukuli Fira karena menyakiti sahabatnya. Tapi ia urung, ia harus menahan amarahnya agar rencananya berjalan lancar.
Felly hendak melangkah ke arah Canny karena sekarang saatnya bertugas. Namun langkahnya terhenti saat tiba-tiba tangannya dicekal seseorang. “Buru-buru sekali.” Felly menatap nyalang seseorang yang berani-beraninya mencegahnya. Seseorang itu tersenyum dan Felly membenci senyuman itu. “Sudah ku duga kau bukan orang baik sejak pertama aku melihatmu.” Felly menepis tangannya dan berbalik, ia tak ingin membuang waktu berharganya bicara dengan orang yang tidak dikenal.
“Maaf tapi aku tidak pernah bertemu denganmu dan aku tidak mengenalmu sama sekali.” Felly melangkah menuju kelas, laki-laki di hadapannya ini sangat tidak penting.
“Hey. Aku belum selesai bicara denganmu.” Laki-laki itu menghadang jalan Felly, membuatnya semakin kesal saja.
“Aku tidak mengenalimu, jadi jangan buang waktuku. Minggir!”
“Kau senang sekarang berhasil membuat Fira dan Canny bertengkar? Kau ini memang tidak punya pekerjaan ya.” Kekesalan Felly memuncak.
“Aku tidak mengerti dengan apa yang kau bicarakan.”
“Sudahlah, tidak perlu mengelak.”
“Bukan urusanmu. Minggir!”
Felly mencoba mendorong laki-laki di depannya, namun tidak bisa karena laki-laki yang tidak di kenalnya ini mencengkeram tangannya. “Jika sampai kau menyakiti Fira, aku tidak akan tinggal diam. Aku tidak peduli jika kau perempuan sekalipun.” Suara laki-laki itu berubah dingin.
“Kau pikir aku takut dengan ancamanku? Ah, mendengar kau mengancamku demi perempuan gila itu membuatku ingin bermain-main dengannya.” Felly tersenyum membuat laki-laki di depannya menelan ludah.
Hipotesanya tentang perempuan di hadapannya ini benar.
“Kau psycho?”
“Jika ya kenapa? Kau mau membunuhku atau memasukkanku ke dalam rumah sakit jiwa? Ah, akan seru jika aku masuk ke sana bersama Fira.”
“Aku benar-benar akan memasukkanmu ke dalam rumah sakit jiwa jika kau berani menyentuh Syafira.”
“Aku menyentuhnya atau tidak, kenapa kau peduli? Ini bukan urusanmu jadi berhentilah membuang waktuku dan pergilah dari hadapanku!”
“Ini urusanku jika menyangkut Fira!” Felly tersentak dengan teriakan laki-laki di depannya.
“Kau bilang tidak mengenalku? Baiklah aku akan menggenalkan diri.” Laki-laki itu mengulurkan tangannya ke arah Felly. “Aku kekasih Fira, Aditama.” Felly membulatkan matanya terkejut.
#
Canny’s pov
12:00 WIBSuasana kelas tidak seperti biasanya. Jika biasanya menyenangkan karena ramai dan tidak kondusif, hari ini semuanya terlihat pendiam. Sepanjang kuliah tadi aku menatap Fira yang tidak hanya fokus memperhatikan dosen, namun beberapa kali mengobrol dengan Amanda. Hey, sejak kapan mereka menjadi dekat?
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND LOVE : Perfect Incitement
Chick-LitSEKUEL KETIGA "SECOND LOVE". ADA BAIKNYA BACA "SEPARUH NYAWA" DAN "THE LAST MESSAGE" TERLEBIH DAHULU. "Jadi semua yang dikatakan Felly itu benar? Fira tidak pernah menyayangiku sebagai sahabat ataupun saudara?" . . . . . . . "Kau benar, Sinta. Aku...