P.I.E. 4

542 54 67
                                    

Canny’s pov

“Saya nikahkan saudara Devan Raefal Fahriza bin Pancasila Fahriza dengan putri saya Canberra Farnaz Azra Alfarizi binti Azril Zaidan Alfarizi dengan mas kawin berlian ‘Fancy Vivid Pink’ dibayar tunai.” Suara kicauan burung menjadi backsound acara pada pagi ini.

“Saya terima nikahnya Canberra Farnaz Azra Alfarizi dengan mas kawin tersebut diatas, tunai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Saya terima nikahnya Canberra Farnaz Azra Alfarizi dengan mas kawin tersebut diatas, tunai.”

“Sah.”

“Sah.”

“Sah.”

Aku mendongak dan menatap Daddy yang tersenyum padaku. Meskipun tersenyum lebar bisa ku lihat Daddy tidak rela aku berpisah dengannya. Ah, Daddy.

Pandanganku teralih ke arah Mama yang menangis  dengan Jessica, begitu juga Alvan yang memeluk Bia. Dan Alvin, pandangannya memang datar dan dingin, tapi aku melihat kesedihan di kedua matanya.  

Setelah mengucap kalimat sakral, kami menandatangani buku nikah dan memasang cincin. Aku mencium punggung tangan Faris setelah menyematkan cincin di jari manisnya dan Faris mencium keningku setelah memasangkan cincin di jari manisku.

Benar ini bukan mimpi, kan?

Akhirnya, setelah menunggu bertahun-tahun, aku dan Faris mengikat janji suci.

Acara dilanjutkan dengan makan bersama. Aku dan Faris duduk di pelaminan dan menjadi pusat perhatian semua orang yang datang. Pernikahan dengan dresscode putih ini adalah impianku dan Faris. Kami berdua menyiapkan pernikahan sendiri dan bebas menentukan tempat juga tema.

Daddy bahkan merekomendasikan beberapa WO ternama padaku dan Faris. Kami berdua memutuskan menikah di puncak gunung Kelud dengan tema garden party. Karena jumlah keluarga besar dan teman-teman yang sangat banyak, aku dan Faris memutuskan membooking tempat wisata ini untuk satu hari.

Aku tersentak dari lamunanku saat merasakan genggaman di tanganku. “Aku tidak percaya akhirnya mengucapkan kalimat itu.” Aku tersenyum memandang laki-laki yang berstatus sebagai suamiku sekarang.

“Aku juga tidak percaya akhirnya menjadi Nyonya Fahriza setelah satu minggu dilamar.” Faris tertawa, ia menggenggam tanganku lebih erat seakan tidak ingin melepasnya.

“Mulai sekarang, aku tidak akan pergi lagi. Kemanapun aku pergi, kau harus selalu bersamaku.”

“Of course, Mr. Fahriza.”

“You’re so beautiful today.”

“And you’re so handsome today.” Kami saling menatap dan tertawa.

“Duh senangnya pengantin baru. Duduk berdua di pelaminan dan bersenda gurau.” Aku dan Faris menoleh, ternyata dua adikku yang datang kemari membawa dua piring makanan.

“Makanlah, kakak ipar.” Amar menyerahkan piring di tangannya pada Faris.

“Thank you.”

“Habiskan ya! Jangan sampai ada yang tersisa!” mataku memandang Amara yang memandangku galak. Beberapa detik kemudian bibirnya melengkung ke bawah dan tiba-tiba memelukku.

SECOND LOVE : Perfect IncitementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang