11. RISK

1.4K 140 71
                                        

Jika kamu berani berbuat, seharusnya kamu juga berani bertanggung jawab.


***
🥀-Happy Reading-🥀

Kejadian kemarin membuat Maudy terkena skorsing selama 3 hari. Bukan hanya dirinya, tetapi ketiga temannya juga mendapatkan sanksi yang sama. Maudy terduduk dipinggir kasur seraya memperhatikan wajahnya dari cermin besar. Mama tentu tidak tahu menahu tentang ini, karena sejak pagi buta Mama sudah pergi bekerja.

Sanksi itu tidak berarti untuknya, Maudy tidak akan pernah menghentikan aksi bullying—kegiatan yang menjadi kebiasaannya, kurang lebih selama 2 tahun. Maudy beranjak dari duduknya saat rasa lapar melanda, ia membuka pintu kamar tidak lupa menutupnya kembali. Menuruni anak tangga, namun baru sampai di tengah tangga, Maudy terdiam.

Di ruang tamu terdapat Papanya dan seorang wanita mengenakan dress pendek yang kisaran umurnya tidak jauh berbeda dengan Mama. Tepat saat itu Papa menolehkan kepalanya ke arah tangga sehingga tatapan mereka bertemu. Maudy memutar bola matanya malas, ia memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Maudy, kenapa kamu tidak sekolah?"

"Penting buat Papa tau?"

Pupil mata Papa—Rio membesar mendapati jawaban putrinya yang tidak sopan. "Kamu tidak bisa sopan sama orang tua?!"

"Oh ya, sekarang aku mau tanya. Ngajak wanita murahan ke rumah ini tanpa sepengetahuan Mama memangnya sopan?"

Maudy tersenyum tipis melihat keterdiaman Papanya, ia melanjutkan langkahnya sampai di anak tangga terakhir. Cewek yang mengenakan sweater rajut berwarna hijau botol itu menuju dapur yang terletak di belakang tangga. Hanya ada Mbok Darti yang tengah memasak makanan. Maudy melemparkan senyum simpul, walaupun hanya sekilas.

Mengambil jus alpukat dari dalam kulkas. Maudy menuangkannya ke dalam gelas, sesekali ia melirik ke arah ruang tamu dengan sorot tidak suka. Untuk kelima kalinya Papa dengan seenak hati mengajak wanita lain masuk ke rumah ini tanpa sepengetahuan Mama. Bagaimana bisa Maudy menghormati pria yang sering menyakiti orang yang paling ia sayang.

"Non, kenapa bengong?" Mbok Darti menepuk bahu Maudy pelan. Merasa terkejut jus yang ia tuangkan ke gelas berceceran di meja.

"Udah Non biar Mbok aja yang bersihin,"

"Makasih ya Mbok," ucap Maudy tidak enak hati yang dibalas anggukan.

Maudy menyeruput jus alpukat kesukaannya, ia melangkahkan kaki keluar dari area dapur. Baru beberapa langkah, lagi-lagi suara bariton Papanya kembali terdengar. Maudy memutar tubuhnya seraya berkacak pinggang.

"Kamu ke sini dulu," pinta Rio sedikit memaksa.

"Mau apalagi Pa?" balas Maudy sinis, namun ia tetap berjalan menghampiri posisi Papanya dengan langkah yang gontai.

"Kenalin Tante ini namanya Bina, dia sekretaris baru Papa di perusahaan."

"Sekretaris atau wanita simpanan?"

"MAUDY! JAGA MULUT KAMU!"

"Aku cuma nanya. Kalau dia bukan wanita simpanan seharusnya Papa biasa aja dong,"

Rio menghela nafasnya gusar seraya memijat pangkal hidungnya. Maudy memperhatikan wanita yang terduduk di salah satu sofa dengan senyuman lebar, ia berdecak merasakan jika wanita yang bernama Bina itu bersikap sok manis di depan Papanya.

"Sekarang Papa minta kamu harus sopan sama Tante Bina," titah Rio memasang wajah tegasnya.

"Buat apa? Nggak penting banget,"

[GS2] OTHER SIDE (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang