Vote dan komen banyak-banyak ya,
🥀-Happy Reading-🥀
Lapangan basket dipenuhi oleh kelas 11 MIPA 2. Sehabis mengambil nilai latihan fisik selama satu jam pelajaran, mereka dibiarkan bebas untuk berolahraga. Cowok-cowok bermain basket serta voli di lapangan yang sudah disediakan, sedangkan yang cewek memilih duduk-duduk santai dibawah rindangnya pepohonan.
Dito berdiri di dekat tiang bendera, memperhatikan teman-temannya yang bermain basket. Bukannya tidak diajak, tetapi ia malas sebab matahari begitu terik. Dito meneguk air mineral, melangkah ke arah koridor dan duduk di kursi panjang. Ia menelungkupkan kepalanya di atas meja.
Berusaha untuk diam dan kalem rasanya sangat sulit. Dito mengambil taplak meja bermodel bunga-bunga, ia menghampiri kerumunan cewek-cewek sekelasnya. Matanya tertuju pada Megi yang tengah memoleskan lip balm di bibir keringnya.
"Megi, sini! Dandan mulu," cibir Dito mengikuti gaya Megi saat memoleskan lip balm.
Selama beberapa detik tidak juga ada sahutan. Dito menghela nafasnya panjang, berbicara dengan Megi memerlukan kesabaran yang tinggi.
"Pura-pura budek, biarin aja nanti kena azab," ucap Dito terkesan menyindir.
"Mau ngapain sih?!" tanya Megi, ia terlihat tidak suka dengan kehadiran Dito.
"Makannya kalau dipanggil tuh nyamperin,"
"Yang butuh siapa? Masa pisang nyamperin monyet." Megi mengangkat dagunya semakin menambah kesan jutek.
"Bawel banget cucunya Bu Erlin!" canda Dito. Menurut pandangannya selama beberapa bulan, dilihat-lihat Megi dan Bu Erlin memiliki sifat yang tidak jauh berbeda.
Megi berdecak sebal, ia berdiri seraya menghentakkan kaki sebelum berjalan menghampiri posisi Dito dengan perasaan tidak ikhlas. Megi bersidekap, sebelah alisnya terangkat menunggu cowok itu berbicara.
"Jadiin jilbab dong, terus pakein ke gue." Dito mengulurkan taplak meja itu ke hadapan Megi, sedangkan Megi hanya bisa pasrah dibuatnya.
Taplak meja itu dibentuk menjadi segitiga. Megi menarik lengan Dito agar lebih dekat untuk memudahkan. Ia memakaikan taplak meja berbentuk segitiga itu ke kepala Dito, lalu mengikatkan sisi yang sama panjang ke belakang leher, jadi tidak memerlukan pentul ataupun peniti.
"Udah, pergi sana!" Megi mengibaskan tangannya meminta cowok berkulit eksotis itu jauh-jauh darinya.
"Kaca dulu pinjem, mau liat cantikan mana sama Maudy," Tangan Dito menengadah, ia menaikkan alisnya bergantian agar terkesan cool, tapi nyatanya membuat Megi ilfeel bukan main.
"Riweh banget sih lo!" geram Megi. Cewek itu memberikan kaca kecil yang selalu berada di kantong.
Pantulan wajah yang terlihat dari kaca kecil itu membuat Dito tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya. Lebih mirip seperti ibu-ibu pejabat. Dito melempar kaca itu, untung Megi bisa menangkapnya, kalau tidak sudah hancur berantakan.
"Makasih Megi jelek," ucap Dito menarik anak rambut cewek itu yang tidak terikat.
"Sama-sama yang lebih jelek!" Megi membalas tidak kalah sewot.
Dito berlari menuju temannya—Arka yang sedang berbaring dipinggir lapangan dengan keringat bercucuran. Tingkah gilanya itu bahkan menjadi pusat perhatian, namun tetap saja tidak ada kata malu dalam kamus hidup seorang Dito Lavian Mahendra.
"Assalamualaikum, akhi." ucap Dito seraya menendang betis Arka yang terekspos karena temannya itu menggulung celana olahraga hingga selutut.
KAMU SEDANG MEMBACA
[GS2] OTHER SIDE (Completed)
Teen Fiction"Rasta!" "Ya?" "Kenapa, Sta?" "___" "Kenapa lo harus peduli sama gue?" "Bukan peduli, tapi kasihan." Rasta Dhefino Greynata, cowok cuek berbandana hitam yang tidak pernah mempedulikan sekitarnya. Perlahan pandangan berubah saat melihat kehidupan cew...