43. Luka

1K 63 2
                                    

Malam hari tenggorokan Laura terasa haus. Dia pun bangun dan mengira bahwa persediaan minuman di nakas masih ada. Ternyata sudah tidak.

Seperti perkiraan, malam ini hujan. Membuat cuaca jadi dingin dan sejuk. Rasanya Laura malas kebawa untuk mengambil minum. Tapi apalah daya nya, tenggorokan nya seakan menuntut untuk minta dialirkan air.

Laura pun membawa sebuah teko kaca yang disediakan dikamar nya dan mengisi nya dibawah untuk persediaan dikamarnya. Laura keluar kamar dengan membawa teko nya.

Dia berjalan ke arah anak tangga. Tapi jalan nya terhenti karena dia mendengar sebuah perdebatan di kamar kedua orang tuanya yang notabane disamping tangga.

Alis Laura menyatu. Tidak biasanya kedua orang tua nya berdebat di malam hari seperti ini. Dia pun pergi ke depan pintu kamar orang tua nya dan mencoba menyuruh mereka tidur karena ini sudah larut malam.

Saat Laura baru saja ingin menyentuh knop pintu, ucapan bunda terdengar membuat Laura menghentikan kegiatannya.

"Kenapa kamu ngelakuin ini yah? Kamu gak ingat anak kita? Laura dan Bryan? Kamu gak ngebayangin gimana sedih nya mereka kalo mereka tau apa yang kamu lakuin?"

Laura semakin tak mengerti dengan ucapan bunda yang terdengar terisak. Apa yang ayah lakukan sampai Laura harus sedih?

Apa ayah bakal kerja lagi? Tapi itu gamungkin banget reaksi Bunda akan seperti itu. Tapi apa yang ayah lakukan yang buat Laura dan kakak nya bakal sedih?

Laura mendengar barang berjatuhan dibawah sana. Dia pun tak sabar langsung membuka pintu nya. Dia tau ini tak sopan. Tapi dia rasa ada hal yang ganjal yang harus dia tau.

Laura terkejut dengan apa yang dia lihat. Terlihat bunda yang duduk di bawah kasur dengan keadaan berantakan. Ayah yang berdiri dan bersandar di meja make up bunda.

Kamar yang tidak bisa dibilang layaknya kamar. Alat make up berantakan, buku buku tergeletak di lantai, vas bunga yang terjatuh, bahkan spring bed yang sudah setengah tak menyatu dengan kasur.

Terlihat bunda dan ayah yang menatap Laura dengan wajah terkejut. Begitupun Laura. Laura tak pernah membayangkan hal ini akan terjadi di keluarga nya. Bunda dan ayah terbilang sangat jarang sekali bertengkar. Bahkan berdebat pun jarang dan ayah akan mengalah jika ada perdebatan. Tapi sekarang, apa yang dia lihat?

"Kesalahan apa yang ayah lakukan sampai buat Laura dan kakak bakal sedih?"

Laura mulai membuka suara. Walaupun suara itu sudah bergetar hebat. Bahkan mata Laura sudah kabur. Laura memang sensitif akan hal yang bersangkutan dengan keluarga.

Bunda dan Ayah berdiri tegak karena masih tengang akan kehadiran Laura. Bunda menghapus sisa air mata nya dengan cepat agar Laura tidak melihatnya. Tapi itu mustahil. Mata Bunda sudah berbeda. Membengkak.

Bunda menghampiri Laura dan mencoba merangkul Laura. Namun Laura menolak. Laura menatap ayah dan bunda dengan tatapan menuntut.

"Kesalahan apa yang ayah lakukan sampai buat aku dan kakak bakal sedih?" ucapnya mengulang perkataan yang sama.

Mereka masih tidak mau menjawab. Diam membisu. Seolah pita suara nya terputus.

"Nak, kita hanya berdebat masalah kecil—

"Kesalahan apa yang ayah lakukan sampai buat aku dan kakak bakalan sedih?" ucapnya lagi.

Ayah menunduk. Begitupun bunda.

Laura menghela nafasnya, "Yah, bun. Aku ini bukan gadis usia lima tahun yang harus gak boleh tau masalah kalian. Aku udah hampir 17 tahun yah, bun. Kalian gak bisa menyembunyikan masalah lagi seolah aku masih kecil"

LAURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang