Chapter 25

939 143 12
                                    

Karena aksi yang tidak bertanggungjawab oleh Profesor Snape dan Lyzbeth, mereka berdua mendapat hukuman dari Profesor Dumbledore. Kini mereka berdua sedang menjalani hukuman unfaedah yang enggak elit banget, yaitu membersihkan piala yang berjumlah ribuan tanpa bantuan tongkat sihir. Kedua makhluk expressionless itu sangat serius membersihkan piala padahal di dalam hati masing-masing sudah menggerutu karena harus melakukan pekerjaan rendah seperti yang sedang mereka lakukan.

"Aku lelah," gumam Lyzbeth dengan lap yang tergenggam erat di tangan kirinya.

Profesor Snape yang mendengar keluhan Lyzbeth merasa jengkel. Ia berniat menegur Lyzbeth, tapi apa yang dilakukan Lyzbeth setelahnya malah membuat Profesor Snape tercengang.

"Ayo kita coba, Pucleanpy!" seru Lyzbeth sembari mengayunkan tangannya ke arah piala-piala itu. Seketika piala-piala itu menjadi bersih mengkilat dan bergerak merapikan barisan mereka. Sekarang piala-piala itu menjadi bersih dan rapi berkat mantra ciptaan Lyzbeth. Tentu saja termasuk sudut yang dikerjakan Profesor Snape. Karena mantra yang Lyzbeth ciptakan memang khusus untuk membersihkan dan merapikan piala apapun.

"Kau seorang wandless?" tanya Profesor Snape terkejut.

"Untungnya ya." jawab Lyzbeth seadanya.

Melihat tingkah Lyzbeth yang normal malah membuat Profesor Snape merasa aneh. Ia yakin semua orang yang melihat sikap baru Lyzbeth juga merasakan hal yang sama.

"Itu bagus."

Lyzbeth mengernyit. Apa itu bisa dimasukkan dalam kategori pujian?

"Kalau begitu saya permisi, Profesor." pamit Lyzbeth.

"Mn, Ms. Malfoy!" panggil Profesor Snape.

"Anda tidak mau memanggilku Lily, Ayah Baptis?" tanya Lyzbeth.

Lily? Profesor Snape mulai berpikir jika perubahan Lyzbeth adalah palsu. Jika gadis itu berniat untuk berubah, kenapa tidak sekalian merubah nama panggilannya? Nama Lily terlalu suci untuk gadis urakan itu. Pikir Profesor Snape jengkel.

"Anda bisa memanggilku Lulu jika keberatan dengan nama Lily," lanjut Lyzbeth.

"Lulu?" tanya Profesor Snape.

"Ya. Orang tua angkat-ku selalu memanggilku Lulu. Kata Papa, nama Lulu diambil dari kata Lucien."

"Apa itu seperti Lucien yang aku pikirkan?"

"Saya tidak tau."

Sebelum Profesor Snape melontarkan pertanyaan baru, Lyzbeth berpikir untuk mengambil langkah seribu. Profesor Snape yang masih di ruang piala mulai memikirkan nama Lulu.

"Setidaknya lebih baik daripada harus memanggilnya Lily." kata Profesor Snape pada dirinya sendiri.

Karena hukuman telah selesai berkat sihir Lyzbeth. Profesor Snape memutuskan untuk kembali ke kantornya. Di kantor, Profesor Snape teringat dengan mantra aneh yang digunakan Lyzbeth untuk membuat piala-piala di ruang piala menjadi bersih dan rapi.

"Di mana dia belajar mantra aneh itu? Aku yakin tidak ada mantra seperti itu di buku mana pun. Lagi pula jika ada mantra seperti itu, tidak mungkin para penyihir masih memakai cairan pembersih untuk membersihkan piala dan semacamnya. Apa aku harus bertanya pada Lulu? Ah, tidak. Dia yang sekarang mungkin lebih baik, tapi dia tetap orang irit bicara yang menyebalkan. Aku harus mencari tau sendiri. Atau mungkin Draco tau darimana Lulu mendapat mantra itu."

"Tapi kenapa tingkah Lulu yang seperti ini malah membuatku kepikiran Potter wanita itu? Wanita sialan yang membuatku dituduh membunuh. Beruntung Profesor Dumbledore mempercayaiku!"

"Apa jangan-jangan ibu angkat yang diceritakan Lulu adalah...."

"Apa dia lari ke dunia muggle? Tidak mungkin wanita angkuh itu mau menginjakkan kaki ke sana dan menikahi pria muggle."

∞ ※ ∞

Hari ini ada pertandingan Quiddict antara Griffindor vs Slytherin. Lyzbeth menonton pertandingan dengan tak acuh diapit Theo dan Blaise. Karena Draco bermain sebagai Seeker Slytherin, tentu saja Lyzbeth akan menonton, bukan karena Seeker Griffindor akan bermain, ya.

"Stupid Dragon."

Draco sudah tau ada Snitch di belakangnya tapi malah memilih untuk mengejek Harry. Benar-benar tipe yang melewatkan kesempatan setelah diberi kesempatan, aih.

"Hei, Lily, tidak baik mengumpati saudaramu seperti itu." kata Blaise.

"Ya! Semangati Draco!" seru Theo.

"POTTER BERJUANGLAH!!" teriak Lyzbeth dibantu mantra Sonorus.

"Hei!" protes seluruh murid Slytherin plus pemain Quiddict dari asrama yang sama. Harry tersenyum konyol karena ucapan semangat dari Lyzbeth. Para profesor menatap Lyzbeth dengan tatapan aneh, apalagi Profesor Snape, Profesor McGonagall, dan Profesor Dumbledore yang tak percaya dengan apa yang mereka lihat dan dengar.

"DRAGON! JIKA KAU KALAH, AKU AKAN-"

"LILY/MALFOY!!"

Koor kembali terdengar. Yang mana menjadi bahan tertawaan tiga asrama lain.

"UH, TERSERAH DEH!"

Lyzbeth berhenti menggunakan Sonorus. Kembali menjadi kalem. Blaise dan Theo menghela napas lelah atas tingkah absurd Lyzbeth yang tidak pada tempatnya.

"Campanilla!"

Theo dan Blaise saling berpandangan. Sebelum mereka sempat membuat suara, tiga lonceng emas dengan pita merah raksasa yang muncul tiba-tiba mendahalui mereka. Suara yang mereka hasilkan sangat nyaring tapi di saat yang sama juga sangat mengerikan karena membuat indra pendengaran mereka berhenti bekerja saat lonceng-lonceng itu bergema.

"DIANA MALFOY!!" koor seisi lapangan Quiddict.

"Ups."

Lyzbeth menghilangkan tiga lonceng mengerikan itu. Setelah lonceng hilang, semua orang memberi Lyzbeth tatapan tajam. Tapi tidak berlangsung lama karena Harry berhasil mendapat Snicth dan juga luka di tangan karena dihantam Blugger yang gila. Draco tertawa saat melihat kemalangan Harry. Lyzbeth memilih untuk pergi karena nanti malam pasti ada korban lagi.

Dan benar saja. Keesokan harinya kabar Collin Crevey membeku saat akan mengunjungi Harry tersebar luas. Kali ini tanpa tatapan tajam dan menuduh yang diarahkan ke Harry, Draco menyesali Harry yang tidak berbicara dengan ular saat mereka duel kemarin.

"Dragon, makan makananmu!" tegur Lyzbeth dengan nada keibuan. Nada yang sama yang digunakan oleh ibu angkatnya saat menegur kelalaiannya.

"Ah, ya."

"Kau khawatir ya?" tanya Lyzbeth.

"Tidak! Siapa yang khawatir dia akan tetap menjadi korban! Aku malah senang!" elak Draco.

"Cih! Tsundere!" cibir Lyzbeth.

"Enak saja! Siapa yang tsundere, sih! Aku cuma berpikir jika–"

"Jika?" tanya Lyzbeth dengan sebelah alisnya terangkat.

"Lily, aku masih marah ya karena kamu lebih memilih untuk mendukung Potty bau itu dari pada aku, kakakmu!"

"Meh! Kuadukan pada Father, nih?" ancam Lyzbeth.

"Hei!"

"Pfftt ... Makan, Dragon." bujuk Lyzbeth yang telah mengarahkan sendok berisi ke depan mulut Draco.

"Lils, ini memalukan!" tolak Draco dengan pipi memerah malu.

"Apa yang memalukan? Makan!"

Karena Lyzbeth jarang menunjukkan sisi lembutnya di depan orang-orang, Draco dan seisi aula jadi canggung dibuatnya. Tapi karena Draco kakak yang baik, ia menerima suapan penuh cinta dari Lyzbeth sang adik. Aku kakak yang sangat keren dan adikku sangat mencintaiku, ah! Sementara Lyzbeth dengan tak acuh memakan kembali makanannya dengan sendok yang sama tanpa menghiraukan tatapan aneh dari kanan-kirinya.

"Lils, itu, itu...." kata Pansy tergagap.

Lady of Witch [H I A T U S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang