Chapter 44

637 75 20
                                    

Di aula besar.

Di awal tahun keempat Harry Potter. Profesor Dumbledore memberitahukan bahwa ada dua profesor baru setelah pengenalan dua sekolah sihir yang akan mengikuti turnamen Triwizard.

"-Profesor Agapios Balder melamar di Telaah Muggle dan juga istrinya, Alvina Balder adalah asisten Profesor Balder."

"Juga kedatangan Alastor Moody yang akan membantu mengamankan turnamen, Beliau juga akan mengajar di Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam-"

"-untuk mencegah terjadinya kecurangan, sihir pembatasan usia akan di tempatkan di piala api-"

Kepingan memori yang memaksa masuk memaksa Lyzbeth untuk memijat pelipisnya. Akibat dari perilakunya yang dengan sembrono mengubah takdir membuat kepalanya sakit bukan main.

"Apa kau sedang tak enak badan, Ms. Malfoy?"

Lyzbeth menatap guru DADA yang baru, Profesor Moody. Anak-anak di ruang kelas turut melihatnya. Lyzbeth benci jadi tontonan.

"No, Profesor."

Profesor Moody pun melanjutkan penjelasannya tentang tiga kutukan terlarang. Ia melempar pertanyaan pada setiap murid, pertanyaan tak masuk di akal yang diakhiri dengan mempraktekkan mantra unforgiveable. Lyzbeth semakin sakit kepala dibuatnya. Inginnya sih Lyzbeth mau mengajukan diri untuk mempraktekkan mantra Imperius ke Moody palsu, tapi keadaan tidak mengizinkan. Yang ada nanti ia digiring ke Azkaban tanpa melalui persidangan.

Profesor Moody kecanduan melontarkan mantra Imperius pada Harry, bahkan tak malu memuji saat Harry berhasil menolak perintah dari si pemantera.

"Ck! Sialan!" decak Lyzbeth kesal.

Lyzbeth keluar dari kelas diiringi tatapan kaget dari siswa dan Profesor Moody, berniat pergi ke Hospital wings. Ia membutuhkan ramuan yang bisa meredakan sakit kepala karena ocehan Moody palsu.

"Membolos mata pelajaran, Ms. Malfoy?"

Sayang sekali Lyzbeth harus berpapasan dengan orang menjengkelkan yang mendapat tittle guru ramuan paling brengsek.

"Profesor Snape? Bagus, keberuntunganku mulai habis ternyata. Mungkin aku harus menyeduh ramuan Felix Felicis untuk satu tahun kedepan," gumam Lyzbeth dengan perasaan dongkol.

Profesor Snape memperhatikan sikap tak hormat Lyzbeth dengan tatapan tak suka. Sudah empat tahun dan gadis itu tak pernah berubah. Sangat berbeda dari saudaranya, Draco Malfoy.

Lyzbeth melirik sinis. Enak sekali membandingkan dirinya dengan saudara kembarnya di dunia sihir ini. Mungkin pria itu butuh sedikit hiburan dan Lyzbeth akan memastikan profesornya mendapat hiburan yang tak terlupakan.

"Maaf, Profesor. Kepalaku sangat sakit jadi aku izin kepada Profesor Moody untuk pergi ke Sayap Rumah Sakit. Anda tau, sesuatu tentang turnamen membuat kepalaku nyaris meledak."

"Sakit kepala? Sesuatu tentang turnamen? Apa kau sedang membual, Ms. Malfoy?" tanya Profesor Snape dengan nada sinis.

Lyzbeth bersandar pada dinding kastil, menampilkan kondisi paling mengenaskan untuk mengelabuhi profesornya.

'Pria tua kesepian sialan!' umpat Lyzbeth di sela-sela kesakitan palsunya.

'Tidak ada cara lain, sebenarnya aku malas tapi ya sudahlah.'

Kedua tangan Lyzbeth mengepal dengan sangat kuat. Sedetik kemudian tubuhnya melemas dan jatuh ke lantai batu yang dingin. Profesor Snape terkejut dan langsung memeriksa keadaan Lyzbeth. Ia kira gadis itu sedang mempermainkan dirinya, tetapi setelah ia memeriksa Lyzbeth, ia tau Lyzbeth benar-benar pingsan.

"Gadis yang merepotkan!" cibir Profesor Snape. Ia lalu men-summon tandu dan meletakkan Lyzbeth di sana. Ia akan pergi ke Hospital wings untuk menemui Madam Pomfrey.

Sementara Lyzbeth yang berpura-pura pingsan tertidur karena kelelahan. Ingatan yang dipaksakan menyerap banyak energi dan kewarasannya.

∞ ※ ∞

Profesor Dumbledore menyebutkan peserta yang akan mengikuti turnamen. Dari Durmstrang diwakili oleh Victor Krum dan dari Beauxbatons diwakili oleh Fleur Delancour. Kini tinggal menunggu giliran dari perwakilan Hogwarts.

Piala api berubah warna dan memuntahkan dua kertas sekaligus. Seisi aula di buat gaduh. Profesor Dumbledore meraih kedua kertas dan menyerukan apa yang tertulis di dalamnya. Salah satunya adalah, "Harry Potter...."

"Harry Potter!" teriak Profesor Dumbledore.

Dan satu nama lagi nyaris membuat dunia Draco runtuh. Kenapa bukan Cedrik?! Kenapa harus-

Kenapa harus adiknya!?

Lyzbeth berada di pinggir danau Hitam, sedang menikmati pemandangan alam semesta lewat teropong bajak laut di tangannya yang sudah ia beri pesona.

"Lihat ini, posisi bintang yang salah. Akan ada bencana lagi, ah!" keluh Lyzbeth.

"Lily~" panggil Draco murung. Ia mendekap tubuh Lyzbeth dari belakang.

"Ms. Malfoy, ikut aku ke aula!" perintah Profesor Snape.

"Apa seseorang memasukkan namaku ke dalam piala sialan itu?" tanya Lyzbeth santai tanpa mengalihkan perhatiannya dari langit semesta.

"Kenapa kau santai sekali?" tanya Draco bingung.

"Katakan, Dragon. Apa tertulis Diana Lyzbeth Alberta Lucien Malfoy seperti yang Father katakan tentang namaku?" tanya Lyzbeth.

"Ya ya! Bagaimana kau tau?" tanya Draco heran.

"Artinya kertas itu tidak sah. Namaku bukan itu, tau."

Lyzbeth berdiri. Menepuk kedua tangan Draco yang masih melingkari lehernya.

"Ayo! Profesor Snape mulai jadi rumput yang bergoyang karena kita hiraukan sejak tadi," ajak Lyzbeth.

Ketiganya pun pergi ke aula diiringi keheningan karena tidak ada yang memulai pembicaraan. Lyzbeth malas berbicara, Draco gugup untuk kehidupan saudarinya, dan Profesor Snape- lupakan saja dia.

Saat memasuki aula besar, Lyzbeth menjadi sorotan dari segala penjuru. Profesor Dumbledore menyuruh Lyzbeth memasuki sebuah ruangan. Di ruangan itu tiga calon juara, dua terpilih secara adil, satu karena dipaksakan seseorang. Dan kini juara dari Hogwarts bertambah satu lagi.

"Apa kalian sengaja memasukkan nama kalian ke dalam piala api?" tanya Profesor Dumbledore.

"Ti, tidak! Aku tidak melakukannya! Bukan aku!" bantah Harry.

"Ms. Malfoy?"

"Mau menuduhku juga?" tanya Lyzbeth dengan sikap malas.

"Hoamm~ Orang gila mana yang salah menulis namaku, cari tau sendiri. Punyaku tidak sah. Sampai jumpa besok saat sarapan, aku mau tidur!"

"Ms. Malfoy! Tolong bersikaplah sopan! Aku bisa saja memasukkan ramuan Veritaserum ke dalam minumanmu!" ancam Profesor Snape.

"Bukan aku, oke? Apa kalian tidak paham bahasa manusia, a freaks!" umpat Lyzbeth.

"Lily, apa kau juga dijebak?" tanya Harry cemas.

"Kalau kau yang kena sih, aku tak heran. Kau 'kan magnet masalah, Potter!"

Jangan tanya kenapa Lyzbeth tak cemas atau takut nasibnya seperti Cedrik. Maaf saja, untuk tidur saja ia tak sempat, untuk apa repot-repot memikirkan siapa biang masalah atas pencatutan nama. Mana nama yang tertulis bukan nama aslinya pula. Mau berbuat jahat kok enggak modal sama sekali. Malu-maluin dunia para kriminal!

"Lily! Tolong seriuslah. Siapa tau yang memasukkan nama kita adalah orang yang sama."

"Pikirkan saja sampai kepalamu botak, Harry. Aku mau tidur!"

Lyzbeth berjalan menjauhi kerumunan guru yang hanya bisa melemparkan masalah ke anak-anak muda dan unyu seperti mereka. Kalau mau tau kebenarannya ya cari tau, bukannya berpangku tangan dan menunggu Harry mengungkap kebenaran dengan mempertaruhkan nyawanya. Dasar!

Lady of Witch [H I A T U S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang