Chapter 42

477 73 3
                                    

Harry dan Lyzbeth sedang berada di perpustakaan. Tahun keempat ini, gadis Slytherin itu mengajak Harry untuk mencari mantra-mantra yang akan Harry butuhkan andai Kepala Sekolah Durmstrang memasukkan nama Harry ke dalam piala, itu pun jika tahun ini akan diadakan turnamen Triwizard.

"Harry, kau mengingat ramalan Profesor Trelawney tahun lalu?" tanya Lyzbeth.

"Ya, dia orang aneh."

Lyzbeth memukul lengan Harry dengan buku.

"Bukan yang itu! Yang kumaksud isi ramalan. Kau mungkin mengira dia sebagai penipu, tapi Harry, tidak semua orang memiliki kesempurnaan."

"Jadi?" tanya Harry.

"Aish! Terserah padamu, deh. Aku menyerah."

Lyzbeth memusatkan pikirannya pada buku, Harry mengikuti di belakangnya. Keduanya sibuk memperlajari mantra sampai Hermione mendatangi meja mereka. Hermione duduk di depan Harry dengan tumpukan buku-buku yang ia pilih untuk bacaan ringan.

"Harry, coba lihat mantra ini, Carpe Rectatum, cukup mudah, kita bisa menarik suatu benda yang ada di dekat kita, maybe, mirip Accio, bukan?"

Harry mencondongkan badannya pada buku yang dipegang Lyzbeth. Dahinya mengernyit saat melihat mantra rumit yang dikatakan mudah oleh Lyzbeth. Hermione yang mendengar mantra yang disebutkan Lyzbeth mulai tertarik. Bukan untuk mempelajari, tapi untuk menceramahi mereka betapa berbahayanya mempelajari mantra yang tidak ada di buku pelajaran yang direkomendasikan oleh kementrian untuk bahan ajar murid.

"Abaikan dia, 'Rry. Coba lihat yang ini, Dimeneundo, mampu membuat objek menjadi kecil seperti boneka, bayangkan kau mengecilkan Draco dengan mantra ini, pfftt ... Dan bagaimana reaksinya setelah pffftt ... Hmmpp."

Lyzbeth menahan tawanya saat membayangkan Draco mengecil seukuran boneka. Harry dan Hermione yang tidak lagi fokus pada bacaan ringannya mulai tertawa kecil. Memikirkan seorang Draco Malfoy menjadi boneka memang cukup menghibur.

Harry dan Hermione membahas turnamen Triwizard, meninggalkan Lyzbeth yang kebingungan.

'Ma~ Turnamen sialan itu!'

Lyzbeth tak ambil pusing. Sebaiknya mempersiapkan Harry atau bocah itu akan seperti kecoa tanpa kepala.

"Harry, kenapa kita tidak mempraktekkan mantra-mantra tadi? Kupikir ini akan menyenangkan." ajak Lyzbeth.

"Untuk apa?! Lebih bermanfaat jika kalian menghabiskan waktu luang kalian untuk mengerjakan pr," sela Hermione.

"Adanya turnamen ini saja sudah memberitahu jika semua tugas akan dibatalkan, minimal ditunda sampai turnamen selesai," kata Lyzbeth menyesatkan.

Hermione mengungkapkan wajah pucat. Harry sih senang-senang saja jika tugasnya tak jadi dikumpulkan. Lyzbeth mengajak Harry untuk fokus mencari mantra yang menurutnya bermanfaat. Sementara Hermione dalam mood yang buruk setelah perkataan Lyzbeth. Lyzbeth juga menyarankan untuk mencari buku tentang ramuan dan tanaman ajaib.

Lyzbeth mencatat semua mantra dan ramuan yang menurut mereka berdua menarik dan berguna dalam buku jurnal. Setelah selesai mencatat, Lyzbeth merapalkan mantra yang membuat jurnal kuning itu terbagi menjadi tiga, dengan begitu mereka tidak akan repot saat membutuhkan catatan.

"Hm, cukup aneh melihat maniak hijau memiliki jurnal berwarna kuning pastel," komentar Hermione yang kebagian buku jurnal.

Lyzbeth memutar bola matanya.

"Sebenarnya, Mione. Aku maniak warna biru." sangkal Lyzbeth.

"Melihat kau sering memakai aksesoris yang berwarna hijau, aku ragu kau menyukai warna lain."

"Hn."

"Hei, bukankah sebelum turnamen, akan diadakan pesta pembukaan?" tanya Lyzbeth mengalihkan pembicaraan.

"Ada kemungkinan seperti itu, kenapa?" tanya Hermione.

"Lalu, kenapa tidak mencari pasangan dari sekarang?"

"Aku tak yakin akan ada yang mengajakku," bisik Hermione.

"Ada Harry!"

Dan Harry tersedak air liurnya sendiri. Sementara Hermione mengubur kepalanya jauh ke dalam buku yang ia baca.

∞ ※ ∞

Di aula besar, Profesor Dumbledore memberikan pidato luar biasa tentang turnamen Triwizard serta memberitahukan kedatangan dua tamu dari dua sekolah yang ikut berpartisipasi dalam turnamen. Seisi aula terlihat antusias, kecuali tiga orang: Profesor Snape, Draco, dan Lyzbeth.

"Dragon, kalau kau tak segera mengajak dia ke pesta dansa, kau akan menyesal!" bisik Lyzbeth pada Draco yang tumben sekali duduk di sebelahnya.

"Dan kenapa aku harus mengajaknya? Seolah tidak ada wanita lain saja,"  cibir Draco.

Lyzbeth terlihat kesal dengan ketidakpedulian Draco. Tanpa permisi, Lyzbeth menjentikkan tongkat di pinggangnya pada Hermione. Di meja Gryffindor, Hermione terlihat tersentak dari duduknya dan berdiri. Di bawah tatapan Harry dan Ron, Hermione berjalan menuju meja Slytherin. Seisi aula dibuat kaget saat Hermione memeluk Draco dari berlakang.

"Dray, apa kau mau pergi ke pesta dansa bersamaku?" tanya Hermione dengan suara berbisik tepat di telinga kiri Draco. Draco sampai dibuat merinding, bulu kuduk di punggungnya berdiri karena perlakuan horror Hermione.

Hanya Lyzbeth yang terlihat menahan tawa. Pansy menatap Lyzbeth dengan tatapan menyelidik. Daphne mengerling pada Draco, tapi Draco terlihat semakin takut. Well, Hermione yang menempeli Draco lebih menyeramkan daripada didatangi sekumpulan Dementor tahun lalu.

"Mione?" panggil Harry. Ia dan Ron menghampiri sang sahabat yang tumben sekali mau menempeli punggung ferret albino jelek berjubah hijau.

Ron dan Harry menarik tangan Hermione yang mencekik leher Draco dalam pelukan maut. Profesor Snape selaku kepala asrama Slytherin turun tangan, ia yakin sekali jika keabnormalan Granger adalah ulah Lyzbeth.

"Ms. Malfoy, detensi bersamaku sore ini. Apa kau paham, Ms. Malfoy?"

"Ya, Profesor Snape." jawab Lyzbeth malas.

Profesor Snape terlihat puas dengan jawaban tak ikhlas Lyzbeth. Ia pun kembali ke kursi guru. Sementara Lyzbeth yang kesenangannya diganggu pun mengembalikan Hermione kembali seperti semula. Tentu saja itu hiburan baru baginya sebelum lari meninggalkan tanggung jawab.

"KAU! MALFOY!" teriak Hermione panik, kaget, serta marah. Bagaimana bisa ia ada di belakang Malfoy dan memeluk tubuhnya, ewh! Tapi untung sekali Malfoy atau teman-temannya atau lebih parah lagi para Slytherin tidak melemparkan kutukan padanya. Kalau Lyzbeth sih, ia yakin gadis itu tak akan mau repot-repot merapalkan mantra menyedihkan.

"Hei, Mione! Kenapa malah bengong sih? Ayo kembali ke meja kita!" bisik Ron.

"Ayo, Mione!" ajak Harry.

"Kau Mudblood sialan!" umpat Pansy.

"Ms. Parkinson, duapuluh poin aku ambil dari Slytherin karena menggunakan kata Mudblood!" hardik Profesor McGonagall dari meja guru.

"Oh, hebat, Pans!" gerutu Theo.

"Apa?! Dia yang seenaknya memeluk my prince Draco!"

Pansy yang kesal dengan tatapan teman-temannya pun pergi dari aula besar. Daphne hanya menggelengkan kepala seperti wanita tua yang pasrah melihat kenakalan cucunya. Blaise terlihat santai menikmati sarapannya tanpa peduli dengan drama idiot antara Gryffindor dan Slytherin.

"Aku tadi melihat Lyzbeth menyenggol pinggangnya, menurutmu dia diam-diam menggunakan tongkat?" bisik Theo pada Blaise.

"Entahlah, Theo. Hanya Lyzbeth yang tau karena tidak ada satu pun dari kita kecuali kau yang memperhatikan gerak-gerik Lyzbeth. Dasar bucin!" cibir Blaise tanpa perasaan.

Theo menatap Blaise kesal, lalu pergi dari aula besar.

Lady of Witch [H I A T U S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang