Dihembuskannya napas kasar saat Jisung melihat bagaimana gadis pemaksa bernama Shin Yuna itu mendribble bola, rambut panjangnya ia ikat tinggi hingga bergoyang mengikuti gerakan tubuhnya. Dalam satu kali shoot, bola basket di tangan Yuna berhasil masuk ke dalam ring.
Gadis itu kembali mengambil bola berwarna oranye tersebut, mendribble, kemudian memasukkan sekali lagi bola itu ke dalam ring. Terus begitu sampai tidak sadar kalau Jisung sudah berdiri di belakangnya selama sepuluh menit terakhir.
"Jisung?"
Si pemilik nama tersenyum sinis, Jisung berjalan mendekat dan berdiri menghadap gadis itu. Melihat betapa banyaknya keringat di pelipis dan baju Yuna, gadis Shin itu pasti sudah bermain cukup lama.
"Ini udah lewat dari jam dua siang. Cewek gila mana yang mau-maunya main basket di siang terik begini di lapangan outdoor? Emang nggak takut kulit lo jadi gelap nantinya?"
Yuna tersenyum tipis.
"Kenapa? Lo takut kulit lo gelap?""Bukan gitu!"
Gadis Shin itu berbalik masih sambil tersenyum. Ia mendribble lagi bola basket seraya berkata dengan nada santai.
"Kulit asli gue udah putih, mau panas-panasan kayak gimana pun bakalan balik ke warna kulit asal. Lagipula apa salahnya cewek punya kulit gelap?"
"Ya nggak salah sih" mata Jisung memperhatikan pantulan bola di tangan Yuna. "Cuma kebanyakan cewek mau kulitnya putih kan?"
"Sayangnya gue bukan bagian dari 'kebanyakan cewek' yang lo maksud"
Bola yang sejak tadi ada di tangan Yuna kini melayang masuk ke dalam ring, lagi. Sepertinya Shin Yuna ini memang jago dalam permainan basket, bisa dilihat bagaimana caranya bermain yang sudah seperti profesional. Hal itu didukung dengan tubuhnya yang terbilang tinggi jika dibanding kebanyakan perempuan di sekolah mereka, tapi tetap saja tidak bisa menyaingi tinggi Park Jisung.
Kalau Jisung sih memang kelebihan kalsium.
"Mau main?" Tawar Yuna, keringat di pelipisnya makin banyak dan dia ngos-ngosan.
"Lo udah main dari jam berapa?" Jisung justru mengajukan pertanyaan yang tidak relevan.
Yuna memandang ke arah lain, nampak berpikir.
"Jam sebelas gue rasa"Jisung melotot. "Gila! Pantes lo banjir keringat gini. Mending istirahat dulu sana"
"Nggak ah, gue masih mau main"
"Shin Yuna"
"Gue masih mau main!"
Helaan napas berat keluar dari sela bibir Jisung. Gadis itu, memang keras kepala.
"Oke, terserah. Gue lebih milih neduh" katanya yang lantas dilanjut dengan berjalan ke arah pohon besar di pinggir lapangan."Ya, Park Jisung! Gue nyuruh lo kesini buat nemenin gue main!"
Jisung berbalik sambil merotasikan bola mata. "Gue lebih suka futsal ketimbang basket"
Gadis Shin itu mendengus kala Jisung kembali melanjutkan langkahnya ke pinggir lapangan yang memang cukup teduh, membiarkan dirinya berdiri di tengah lapangan yang panas sendirian.
Kesal, Yuna menghentakkan kakinya dan melempar asal bola basket itu ke dalam ring yang sayangnya justru meleset. Yuna tidak terlalu memperdulikan itu dan lebih memilih untuk menghampiri Jisung yang sudah lebih dulu duduk menselonjorkan kaki di bawah pohon rindang.
"Katanya masih mau main" sindir Jisung sambil menyipitkan mata sebab silau dengan sinar matahari yang cukup terik.
Jisung tidak mengerti mengapa Yuna nekat sekali bermain basket di saat cuaca sedang panas-panasnya begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Son ✓
FanfictionIn another life [ Son From The Future ] "Kamu sayang banget ya sama buna?" "Iyalah! Buna itu hidup dan matinya Jisung" anak laki-laki itu menarik ingusnya, sebelum melanjutkan ucapannya. "Jadi jangan pergi, jangan pernah pergi dari hidup Jisung." St...