Satu dari sekian banyak hari yang telah Jisung lewati seumur hidupnya, tidak ada yang lebih buruk ketimbang hari kematian Ayahnya sendiri.
Saat dimana seharusnya dia berbahagia karena umurnya bertambah satu tahun, juga bayangan menyenangkan tentang kado apa yang akan ia terima dari orang tua dan sanak keluarga, Jisung harus menelan pil pahit kenyataan bahwa yang datang bukanlah kado menyenangkan melainkan takdir buruk.
Kabar tentang kecelakaan pesawat yang Lyra ucapkan di hari itu membuat Jisung lima tahun kebingungan, dia tidak mengerti apapun selain kata pesawat yang merupakan salah satu mainan yang ia miliki. Dia tidak tau kalau di hari itu adalah kali terakhir ia melihat sang Ayah sebelum dikebumikan, hari dimana dia harus melepas pergi Ayahnya untuk selamanya.
Awalnya Jisung pikir itu adalah yang terakhir kali, Jisung kira tidak akan ada lagi hari yang sama buruknya seperti hari itu. Namun ternyata ia salah, salah besar. Hari ini bahkan jauh lebih buruk ketimbang saat itu, karena sekarang di umurnya yang sudah menginjak angka enam belas tahun membuat Jisung paham betul akan rasa sakit yang akan menggrogotinya setelah ini.
Dan itu buruk, begitu buruk sampai hanya membayangkannya saja Jisung tidak akan sanggup.
Yuna yang duduk di sebelahnya berulang kali menepuk bahu Jisung untuk menenangkan, tapi nyatanya itu percuma. Jisung teramat kalut, pikirannya hanya berputar tentang sebelas tahun silam saat melihat jasad Ayahnya dikirim ke rumah duka dengan keadaan mengenaskan.
Jisung tidak ingin hal itu terulang kembali.
"Jisung!"
Dengan gerakan paksa, Yuna menarik ibu jari Jisung yang pemuda itu gigit sedemikian rupa untuk meredam kekhawatirannya. Dari situ Yuna sadar bahwa ada setetes darah yang keluar dari salah satu jari yang Jisung gigit.
Inilah kebiasaan buruk Park Jisung, melampiaskan kegugupan dan ketakutannya dengan cara menggigit jarinya sendiri.
"Jisung, tenang dulu jangan panik"
Si gadis Shin masih belum menyerah menenangkan Jisung.
"Gimana gue bisa tenang di saat gue tau kalau buna gue lagi nggak baik-baik aja!!"
"Iya gue tau tapi setidaknya jangan nyakitin diri lo sendiri. Jari lo berdarah!"
Kim Junkyu, yang mendadak menjadi supir keduanya hari ini memilih untuk tidak ikut campur. Namun diam-diam dia menambah kecepatan mobilnya agar bisa lekas sampai ke bandara. Meskipun tidak mengenal Jisung secara dekat, juga hanya sempat berkenalan sedikit dengan Lyra, tetap saja Junkyu ikutan panik saat Jisung berkata bahwa bunanya mengalami kecelakaan pesawat.
"Kak, hati-hati" tegur Yuna sambil berpegang erat pada seatbelt.
Junkyu hanya membalas dengan anggukan dan mata yang berfokus pada jalanan. Beruntung meskipun tidak terlalu lengang, setidaknya Junkyu masih bisa mengebut di jam-jam seperti ini.
Perjalanan dari rumah sakit ke bandara membutuhkan waktu sekitar empat puluh menit. Junkyu dan Yuna sama-sama menghela napas lega saat mobil hitam yang mereka tumpangi berhasil sampai di parkiran bandara dengan selamat, beda lagi dengan Jisung yang dengan sigap melepas seatbelt-nya lalu berlari seperti orang kesetanan memasuki gedung bandara.
"Jisung!"
Sudah Yuna duga, Jisung tidak akan mendengarkannya. Jadi yang ia lakukan sekarang adalah melepas seatbelt-nya secepat mungkin lalu ikut berlari mengejar Jisung sebelum kehilangan jejak, Junkyu pun mengikuti setelah sebelumnya sempat mengunci mobil.
Alasan Jisung datang ke bandara adalah bahwa ia berharap bunanya masih ada disana, tengah menggerutu dengan wajah masam karena keberangkatannya harus delay atau setidaknya bunanya telah pergi menggunakan pesawat yang lain. Jisung harus memastikan itu.
Jisung tau itu harapan semu, dari satu sampai seratus kemungkinan mungkin hanya satu persen harapannya bisa terkabul. Tapi dia tetap berharap, setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang.
Langkah Jisung terhenti saat menemukan papan informasi keberangkatan pesawat. Matanya yang masih agak basah menghalangi pandangan jadi Jisung usap dengan kasar, ia mencoba untuk membaca satu persatu jadwal yang tertera disana dengan tangan yang gemetar.
Ah, tidak. Bukan hanya tangannya saja yang gemetar, melainkan seluruh tubuh. Terlebih saat Jisung sadar bahwa jadwal keberangkatan ke Osaka di hari ini hanya satu, tidak lain dan tidak bukan adalah di jam sepuluh pagi dengan pesawat boeing 127. Pesawatnya telah berangkat kurang lebih satu jam yang lalu.
Itu artinya, harapan kecil yang sudah susah payah Jisung bangun runtuh seketika dalam hitungan detik.
Tubuh Jisung ambruk ke lantai bandara yang dingin. Dengan kepala tertunduk serta tangan yang menutupi wajah, Jisung kembali menangis. Mengabaikan bagaimana orang-orang berlalu lalang mengamatinya dengan pandangan bingung, tapi Jisung tidak perduli.
Kebisingan di bandara seolah menulikan telinganya, yang Jisung dengar hanyalah suaranya sendiri yang membentak Lyra dengan kasar malam itu.
'BUNA BISA NGGAK SIH JANGAN BANYAK TANYA?!'
'NGGAK SEMUA HAL TENTANG JISUNG HARUS BUNA TAU. JISUNG UDAH GEDE BUN JISUNG BISA URUS MASALAH JISUNG SENDIRI! BERHENTI IKUT CAMPUR URUSAN JISUNG DAN TOLONG TINGGALIN JISUNG SENDIRI!'
Buna pamit, dan maaf buat yang tadi malam...
Apakah ini karma? Karma karena dirinya sudah berani membentak Lyra dan meminta wanita itu untuk meninggalkannya?
Tapi.. bukan begini. Bukan itu maksud Jisung...
Dia tidak pernah menginginkan bunanya pergi.
Jisung semakin terisak di tempatnya, sampai akhirnya Yuna dan Junkyu datang menyusul dan menghampirinya dengan napas tersenggal karena terlalu lelah berlari.
"Jisung.." Yuna berjongkok untuk menyentuh kedua bahu Jisung. Meskipun dia tidak tau apa yang terjadi, tapi melihat Jisung menangis seperti ini membuat dirinya ingin menangis.
"Na.."
Yang dipanggil mendongak, menatap heran pada Junkyu yang terlihat fokus menatap sesuatu. Yuna ikut melihat ke arah yang sama hingga pada akhirnya dia mengerti.
Meski awalnya ragu, Yuna memberanikan diri untuk menarik tubuh Jisung lalu memeluknya erat. Mencoba menyalurkan sedikit kekuatan pada temannya itu meski Yuna tau itu tidak terlalu berguna.
"Nggak apa-apa, Jisung. Lo nggak bakal melewati ini sendirian, masih ada gue."
🐥🐥🐥
Karena part sebelumnya udah cukup panjang, jadi di part ini lebih pendek dari biasanya 😚
Rabu, 9 Desember 2020
With Love ❤️
-ApriLyraa-
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved Son ✓
FanfictionIn another life [ Son From The Future ] "Kamu sayang banget ya sama buna?" "Iyalah! Buna itu hidup dan matinya Jisung" anak laki-laki itu menarik ingusnya, sebelum melanjutkan ucapannya. "Jadi jangan pergi, jangan pernah pergi dari hidup Jisung." St...